RS Terapung Ksatria Airlangga Siap Layani Kepulauan Jawa Timur

Para alumni Unair saat foto bersama di depan RS Terapung Ksatria Airlangga. [Achmad tauriq/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Rumah Sakit (RS) Terapung Ksatria Airlangga milik Ikatan Alumni (IKA) Universitas Airlangga (UA) berusaha dengan memberikan layanan medis di seluruh kepulauan Jatim yang minim menerima penanganan medis di daerahnya. Salah satunya RS Terapung Ksatria Airlangga telah sukses memberikan layanan medis di dua kepulauan Jatim yakni Pulau Kangean Sumenep dan Pulau Bawean, bahkan jumlah pasien yang ditangani melampaui target.
Ketua Umum Pengurus Pusat IKA-UA, Hariyanto Basuni saat dikonfirmasi Bhirawa, Senin (12/3) kemarin mengungkapan RS Terapung dioperasikan sejak November 2017 lalu ini merupakan hasil iuran para alumni Unair yang prihatin dengan kondisi layanan kesehatan masyarakat di wilayah kepulauan. “Dari alumni saat ini terdiri dari 113 ribu anggota, baru sebagian kecil saja yang tergerak untuk membantu operasional kapal maupun peralatan medis dan obat-obatan,” jelasnya.
RS Terapung dibuat dari sebuah kapal phinisi yang dibuat di Galesong Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, memiliki panjang 27 meter dan lebar 7,2 meter itu sudah didesain sedemikian rupa hingga memiliki 2 kamar operasi, ruang pulih sadar, ruang sterilisasi, ruang administrasi, ruang ganti baju, gudang obat, laborat, dapur, hingga kamar tim medis.
Untuk itu Hariyanto berusaha mengetuk hati berbagai instansi, perusahaan dan perorangan yang bersedia menjadi donator dalam program layanan kesehatan, apalagi biaya operasional RS Terapung Ksatria Airlangga terbilang sangat besar.
“Dalam kondisi diam saja, kapal ini membutuhkan biaya operasional sekitar Rp25-30 juta. Setelah sukses memberikan layanana medis di beberapa kepulau Jatim, kami sepakat akan membantu pelayanan kesehatan bagi Suku Asmat di Papua dan kini masih dalam proses persiapan dan menunggu perizinan,” terangnya.
Menurut Ketua IKA Fakultas Kedokteran Unair, Pudjo Hartono mengatakan kesuksesan penanganan medis di kedua kepulauan tersebut sebenarnya hanya diagendakan tiga hari saja, namun karena membludaknya pasien terpaksa harus mundur hingga seminggu. “RS Terapung ini sudah didesain supaya bisa melayani beragam penyakit, termasuk tindakan operasi kecil maupun besar,” jelasnya.
Untuk itu saat berada di Pulau Kangean Sumenep, berdasar catatan awal sebetulnya hanya menangani 300 pasien, namun jumlah pasien yang sudah menunggu berobat tembus hingga 1.050 orang, termasuk yang menjalani operasi.
Sementara di Pulau Bawean, awal pasien hanya 300 orang ternyata realisasinya mencapai 500 orang. “Sebelum berkunjung ke sebuah pulau, kami memang selalu melakukan pendataan awal. Sehingga dokter spesialisis yang kami terjunkan, memang benar-benar dibutuhkan,” ujarnya.
Saat menuju Kepulauan Sumenep, misalnya, kapal ini membawa 7 dokter spesialis, 4 perawat dan 5 kru kapal. Para dokter spesialis itu bahkan rela meninggalkan rutinitasnya di Surabaya hanya untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat di wilayah kepulauan. [riq]

Tags: