RSAL Surabaya Kembangkan Fasilitas Layanan ICU dan Paru

(Penyakit TB Paru Masih Tinggi di Jatim)

Surabaya, Bhirawa
Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru masih menjadi hal yang menakutkan bagi warga Kota Surabaya. Apalagi wilayah Jawa Timur menempati peringkat ke dua terbanyak penderita TB Paru setelah Provinsi DKI Jakarta.
Hal tersebut disampaikan oleh Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Surabaya, Letnan Kolonel Laut Sri Sarwosih Indah, Jumat (12/9). Menurutnya, penderita TB Paru di Surabaya mencapai 5.000 di tahun 2018. Sedangkan di RSAL sendiri penderitanya yang memeriksakan diri sebanyak 15-20 pasien perharinya.
“Penularan TB Paru memang paling cepat karena bisa dari percikan saluran pernafasan. Di RSAL sendiri baik pasien baru maupun yang kontrol di Poli Paru mencapai 15-20 orang,” ujarnya.
Letnal Kolonel Indah menyampaikan bahwa penularan TB paru di Surabaya terjadi sangat cepat. Disinyalir berasal dari padatnya populasi dan pemukiman yang saling berdempetan. Mayoritas karakter pemukiman di Surabaya merupakan rumah yang sempit dengan ventilasi yang tidak memadai, pengap dan saling berdempetan antara rumah satu dan lainnya. Sehingga, kata dia, memungkinkan virus dapat menular dengan cepat.
Terkait hal tersebut, RSAL Surabaya berkomitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien. RSAL membangun Gedung Pelayanan khusus untuk Paru. Gedung yang 80 persen dibangun dengan dana milik RSAL sendiri ini menghabiskan Rp 10,5 miliar untuk pembangunan gedung dan Rp 3 miliar untuk pengadaan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan.
Gedung Pelayanan Paru RSAL dibangun diatas tanah sebesar 1.680 meter persegi dan mampu menampung tempat tidur (TT) sebab 65 buah dan didukung oleh 5 dokter spesialis paru, 40 perawat dan 12 tenaga non medis. Sejak didirikan pada 2016 lalu hingga Agustus 2018, Gedung Pelayanan Paru RSAL telah menampung pasien sebanyak 2.466 pasien.
Sementara, Ketua RSAL Surabaya, Laksamana Pertama TNI I.D.G. Nalendra Djaya Iswara mengatakan bahwa penderita TB paru sendiri setidaknya harus menjalani perawatan intensif dan isolasi selama kurang lebih 6 bulan.
Selain gedung ini, lanjutnya, secara teknis memang sangat dibutuhkan. “Pembangunan gedung ini juga merupakan komitmen kami untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik dan juga RSAL sebagai rumah sakit rujukan memang harus kompetitif dalam memberikan sarana dan fasilitas yang terbaik,” katanya.
Menurutnya, pembangunan ruang ICU baru ini sangat mendesak mengingat fasilitas ICU lama sudah tidak mampu menampung pasien lagi. Sehingga kerap kali menolak permintaan pasien rujukan dari daerah sebelumnya.
“Fasilitas baru yang menelan biaya sebesar Rp 29 miliar lebih ini didukung oleh 3 tenaga dokter, 63 tenaga medis dan 11 tenaga non medis,” terangnya. (geh)

Tags: