Rujuk DPRD Sidoarjo Hanya Jadi Angan (Bagian 1-Bersambung)

Anggota-dewan-saat-masih-rukun.

Sidoarjo, Bhirawa.
SEBENARNYA apa yang menimbulkan konflik di DPRD Sidoarjo, dan apa pula penyebab perpecahan hingga melahirkan polarisasi dua kutub kekuatan dua partai besar yakni PKB versus PDIP.
Kutub PDIP (PDIP, PAN, PKS) berhadapan dengan kutub PKB (PKB, Golkar, Demokrat, Gerindra) yang merupakan pendukung total Pemkab Sidoarjo di bawah Bupati Saiful Ilah. Kontraksinya sangat keras dan kubu PDIP ancang-ancang membawa masalah ini ke PTUN. Sementara hasil konsultasi fraksi ke Pemprov tak membuahkan penyelesaian. Pemprov Jatim tidak dalam kewenangan menilai mana yang benar dan salah.
Tanda-tanda pecah awalnya tidak tampak, ibarat sebuah drama keluarga seluruh fraksi harmonis dan baik-baik saja. Sebuah keluarga besar yang bernama Pemkab (eksekutif dan legislatif) Sidoarjo, yang seharusnya setiap aktornya memainkan lakon dengan apik dengan target akhir, memberi pelayanan prima kepada masyarakat luas.
Seharusnya adegan drama harus dijaga agar tidak timbul fragmentasi (terkotak-kotak). Karena akibatnya adalah kepentingan publik yang terganggu dengan macetnya pembangunan yang menggunakan anggaran APBD 2017. Seperti yang terjadi dihari-hari konflik itu seolah tiada akhir.
Selama ini bertahun-tahun malah, jarang ada fraksi yang mengkritisi kebijakan Pemkab. kalaupun ada kritik tensinya kecil sehingga tidak dirasakan daya hentaknya. Namun bara mulai panas saat datang kritikan tajam kubu PDIP yang menolak usulan Pemkab untuk membangun gedung terpadu senilai Rp800 miliar. Angkanya sangat fantastis sehingga kutub PDIP getol menolak usulan ini. Padahal Bupati Saiful Ilah sangat terobsesi untuk membangun gedung terpadu ini.
Wabup Sidoarjo, Nur Achmad, mengiyakan, target Pemkab ingin membangun gedung terpadu 16 lantai yang bisa menampung semua SKPD. Pola pembangunannya multy years dengan tahap pertama menggunakan anggaran Rp200 miliar. Gedung terpadu ini merupakan kebutuhan Pemkab, agar pelayanan publik bisa diselesaikan dalam satu gedung. Daerah lain, menurutnya, sudah banyak yang memiliki gedung terpadu.
Alasan eksekutif bertolak belakang dengan kubu PDIP yang menganggap gedung terpadu bukan prioritas. Selain angkanya yang fantastis saat ini sudah banyak kantor SKPD yang dibangun mewah bahkan menyerupai hotel. ”Kalau tujuannya membangun gedung terpadu, untuk apa kantor SKPD direnovasi sebaik itu,” ujar kalangan dewan kubu PDIP dan PAN.
Klimaks perseteruan itu suasana kaku kian nyata menjelang 2,5 tahun periode DPRD Sidoarjo melakukan pemilihan AKD (Alat Kelengkapan Dewan) seperti pimpinan Komisi A, B, D dan BK (Badan Kehormatan) serta Balegda. Bola panas mulai diluncurkan PDIP dengan menyikapi tambahan anggaran Rp84 miliar yang diselipkan pada APBD 2017.
DPBD yang digedok Rp4,184 miliar pada akhir Oktober 2016 berubah menjadi Rp4,26 triliun dalam Perbup (Peraturan Bupati). Dana tambahan ini diselipkan Januari lalu, tanpa pembahasan di DPRD. Rupanya ini menjadi penyebab sebagian anggota dewan menjadi geram. Ibarat bola umpan ini langsung disambar kubu PDIP. Bagaimana mungkin muncul tambahan sebanyak itu tanpa pembahasan. Ujug-ujug masuk dalam APBD. Alasannya sederhana, menurut Ketua Fraksi Golkar, Khoirul Huda yang berada di barisan PKB, karena ada anggaran dari pusat Rp79 miliar yang diberikan Januari. Sehingga dinilai cukup alasan bila ditambahkan dalam APBD. ”Ini bukan masalah sebenarnya, andaikan kita rukun,” ucapnya.
Di luar anggaran bantuan dari pusah sebenarnya ada dana Rp5 miliar yang nomenklaturnya untuk membeli lahan gedung terpadu. Dana yang Rp5 miliar untuk pengadaan tanah ini Huda tidak secara spesifik menjelaskan.
Kejengkelan kubu PDIP wajar karena usulan membangun gedung terpadu sudah ditolak dewan. Logiknya bila usulan ditolak kenapa masih mencoba meloloskan anggaran untuk membeli lahan gedung terpadu. Apalagi masuknya tidak melalui jalur yang benar. Apakah ada peran Tim Anggaran Pemkab yang bermain di sini. Sulit untuk menebak, namun yang jelas ada selisih tajam antar APBD yang disahkan dengan APBD  dan yang muncul di Perbup.
Apakah masalah Rp84 miliar ini menjadi alat pemicu? Mungkin ada fraksi lain menelikung fraksi yang lain. Masalahnya kemudian berkembang menjadi seru dikala menjelang paripurna internal untuk pengisian nama-nama anggota fraksi untuk mengisi AKD. Kubu PDIP yang berkekuatan 20 orang tidak mau hadir di paripurna ini, dan bahkan tidak hadir di dua paripurna berikutnya. Sebaliknya kubu PKB tidak ambil pusing tetap melanjutkan proses yang dianggap konstitusi untuk memilih dan menetapkan AKD. Tentu saja PKB memborong banyak jabatan mulai menjadi ketua komisi C dan D. ketua BK. Sekretaris komisi B. pendeknya hampir 13 anggota mendapat jabatan yang sebentar lagi akan bancaan jatah mobil dinas.
Bagaimana dengan sikap aras-arasen kubu PDIP untuk melanjutkan proses legislasi. Seolah-olah kemurkaan sudah diubun-ubun dengan tidak mengakui penetapan AKD, tdak mau mengikuti paripurna. Bila kondisi ini tidak membaik maka akan sulit membelanjakan APBD 2017. Saat ini saja SKPD Sidoarjo belum bergerak membelanjakan anggaran. [hds]

Tags: