Rupiah Terdepresiasi, Mobil Premium Kian Terpuruk

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Industri mobil kelas premium kian terseok-seok karena semakin tergerusnya nilai mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika.  Perbedaan nilai tukar yang cukup jauh cukup dan menurunkan pangsa pasar membuat Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) yang memproduksi mobil kelas premium harus memiliki strategi untuk melakukan pemasaran.
David Abram, Senior Marketing Toyota Auto 2000 Jatim menjelaskan, perbedaan nilai tukar Rp.13.280 per Dolar Amerika cukup memberatkan, karena banyak berpengaruh terhadap omzet yang di dapat oleh seorang marketing. Di tambah lagi daya beli masyarakat yang sudah jauh menurun akibat perbedaan kurs, dan beban ekonomi makro Indonesia yang tumpang tindih.
“Naiknya harga BBM, naiknya harga elpiji, dan naiknya kebutuhan merupakan beban ekonomi yang harus di tanggung seluruh masyarakat. Sehingga kebutuhan primer harus lebih di dahulukan, dibandingkan membeli alat transportasi. Selain itu banyak investor yang masih enggan menanamkan modalnya di Indonesia,” jelasnya.
David menambahkan, data penjualan pada Bulan Januari 2015 di seluruh Jatim tecatat 12% ( Kurs Rp.12.300 per Dolar Amerika) dari seluruh penjualan mobil premium di Indonesia. Sedangkan pada menjelang akhir maret 2015, penjualannya jauh mengalami penurunan, yakni 9%. Pada hal masing-masing ATPM telah berkomitmen untuk meningkatkan penjualan sebesar 15% dari total seluruh penjualan nasional.
“Kelihatannya target yang dibahas teman-teman sedikit mbleset, karena tekanan Dolar terhadap Rupiah. Tapi kami tetap optimis kondisi ini di yakini hanya terjadi 1-3 bulan kedepan, karena pemerintah tidak akan membiarkan hal ini terjadi terus menerus. Pemerintah harus mampu menurunkan Dolar hingga di kisaran Rp11-12 ribuan,” ujar Publik Market Gaikindo Jatim ini pada Bhirawa.
Dampak yang terjadi ketika Dolar bisa turun, adalah semakin tingginya nilai kepercayaan investor di tanah air. Hal ini berkaitan dengan jumlah spare part yang di datangkan, mesin-mesin baru yang menjadi produksi para investor di tanah air.
“Dengan kondisi Rupiah yang membaik, penyerapan tenaga kerja dapat lebih di optimalkan. Semua itu saling terkait antara perbedaan mata uang. Jangan sampai kenaikan Dolar tidak terkontrol maka dampaknya ada PHK besar-besaran, karena investor sudah tidak bisa membiayai operasional perusahaan. Termasuk industri mobil kelas premium yang sangat tergantung pada kondisi keuangan pasar modal Indonesia,” tutupnya. [wil]

Tags: