Rupiah “Tundukkan” Pandemi

foto ilustrasi

Rupiah makin sukses melejit lebih berharga, seiring persiapan “new normal,” sebagai relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kinerja sektor keuangan menunjukkan prestasi mengkilap. Rupiah berada pada nilai Rp 13.878,- per-US$, tertinggi sejak 24 Pebruari. Sekaligus pertanda kepercayaan investor terhadap cara sistemik pemerintah menanggulangi CoViD-19. Ke-terpuruk-an rupiah hanya terjadi sebulan (Maret), senilai Rp 17 ribu per-dolar AS (US$).
Kinerja sektor ekonomi juga turut “meng-aman-kan” fundamental kekuatan rupiah dengan surplus perdagangan sebesar US$ 2,62 milyar. Penguatan rupiah bahkan lebih besar dibanding sebelum “Darurat Bencana non-alam” wabah pandemi CoViD-19. Ketahanan rupiah didukung surplus perdagangan yang besar selama triwulan pertama (Januar–Maret) 2020, terutama selalu surplus dengan Amerika Serikat sejak Januari hingga Mei 2020.
Juga komitmen utang lunak pemerintah AS senilai US$ 60 milyar. Menjadikan rupiah “menggila” di pasar uang, sejak pekan ketiga April 2020. Penguatan berlanjut hingga akhir Mei, sampai mampu naik sebesar 5,01% dalam sepekan pertama Juni 2020. Penguatan rupiah diperkirakan makin stabil pada periode relaksasi “new normal.” Pembukaan akses dunia usaha niscaya bakal mendorong pertumbuhan ekonomi secara bertahap.
Pembukaan sekitar dua ratus mal, pusat perbelanjaan, dan perkantoran, sangat melegakan. Walau seluruhnya harus mengikuti protokol “new normal.” Yakni, wajib menggunakan masker, penyediaan hand-sanitizer, dan penyemprotan dis-infektan. Serta menjaga jarak (physical distancing) antar-orang. Tahap berikutnya (pertengahan Juni) akan diikuti pembukaan warung makan. Boleh makan di tempat, tetapi dengan menjaga jarak, dan tidak lebih dari 5 orang.
Kekhawatiran relaksasi “new normal” akan menjadi wabah gelombang kedua, telah diantisipasi pelaku usaha. Pemilik mal, pedagang, dan masyarakat menyatakan akan melaksanakan seluruh protokol kesehatan lingkungan. Sesuai prinsip ke-normal-an baru. Bahkan penegakan protokol relaksasi dijamin dengan pengawasan ketat. Setiap pusat perbelanjaan akan dijaga aparat TNI, Polri, dan Satpol PP (Pamong Praja). Juga patroli keliling aparat Keamanan dan Ketertiban, menyisir kawasan.
Relaksasi “new normal,” sangat diharapkan seluruh pelaku ekonomi. Terutama kalangan usaha mikro dan kecil (UKM). Begitu pula toko-toko non-sembako (pakaian, dan alat tulis kantor) sudah diizinkan dibuka. Warung makan, warung kopi, gerobak dorong, dan lapak-lapak aneka dagangan, akan memulai kebangkitan sektor informal. Walau dalam permodalan tergolong sangat gurem, tetapi UKM sudah biasa menjadi “benteng” perekonomian nasional.
Pembukaan akses usaha (besar maupun gurem) menjadi peta jalan kebangkitan perekonomian nasional. Konsumsi rumah tangga (sebagai pilar utama perekonomian nasional) akan meningkat. Niscaya akan menjadi penggunaan rupiah lebih besar, tak terkecuali secara virtual. Rupiah semakin dibutuhkan (semakin banyak beredar), sehingga nilai kurs-nya akan naik. Diperkirakan akan stabil pada kisaran Rp 13.800-an per-US$.
Nilai kurs rupiah saat ini, sangat jauh di atas “harga” dalam APBN 2020, yang ditaksir bernilai Rp 14.400,- per-US$. Secara kualitatif tercatat sebesar 3,625% di atas prakiraan APBN. Serasa APBN bertambah sebesar 3,625% (Rp 76,212 trilyun) dibanding saat di-sah-kan DPR menjadi UU Nomor 20 tahun 2019 tentang APBN Tahun 2020. Penguatan kualitatif kurs rupiah, bukan prestasi biasa (yang mudah). Lebih lagi pada masa wabah pandemi global CoViD-19.
Berdasar data Kemenkeu, sudah terjadi aliran modal masuk yang lebih besar. Sebelumnya, selama Maret terjadi capital out-flow sampai milyaran dolar, menyebabkan nilai kurs rupiah terpuruk. Penguatan rupiah patut dijaga, sebagai pengharapan pada masa “siuman.” Karena beberapa bahan pangan masih bergantung impor. Terutama kedelai, bawang putih, dan susu, yang berkait dengan masyarakat luas lintas usia.
——— 000 ———

Rate this article!
Tags: