Rusak Lingkungan, Rugikan Negara 10,950 Juta Dollar AS per Tahun

Muhammad Baron

Muhammad Baron

Surabaya, Bhirawa
Kegiatan eksploitasi dan illegal drilling (pengeboran illegal) di kawasan sumur tua di Kab Bojonegoro kini dalam kondisi mengkhawatirkan. Selain merusak lingkungan, selama 2013–2014 kerugian negara akibat penjualan minyak mentah ilegal keluar area Cepu diperkirakan lebih dari 300 BOPD  (Barrel Oil per Day) atau setara 10,950 juta dollar AS per tahun.
Menurut Manajer Humas PT Pertamina EP, Muhammad Baron, berdasarkan pendataan kegiatan area sumur tua Field Cepu, terdapat 550 sumur minyak tua di Bojonegoro, sebanyak 295 sumur merupakan ilegal.
‘’Dalam perjanjian, hanya ada 255 sumur tua yang dikelola KUD (Koperasi Unit Desa). Yang lainnya atau sebanyak 295 sumur itu ilegal,’’ ujar Muhammad Baron saat acara silaturahim dengan pimpinan media massa di Surabaya , Jumat (27/3).
Sebanyak 295 sumur itu tak menjalin perjanjian antara KUD dengan Pertamina. Mereka melakukan pengeboran tanpa izin di area wilayah kerja Pertamina EP.  Sedangkan pelibatan KUD dalam pengusahaan minyak di sumur tua untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar, menambah produksi minyak nasional dan meningkatkan PAD.
Ada ada tiga KUD yang bekerjasama dengan Pertamina EP yakni KUD Karya Sejahtera (sumur di Desa Malo dan Kawengan), KUD Sumber Pangan (Dadangilo dan Beji) serta KUD Usaha Jaya Bersama (Wonocolo dan Dadangilo).
Dijelaskan Muhammad Baron, berdasarkan temuan di lapangan, dari 295 pengeboran ilegal seperti di kawasan Wonocolo Bojonegoro pengeboran juga  menggunakan peralatan pengeboran dan material dari drilling service asing.  Mereka juga melakukan pengeboran baru. Termasuk pengeboran sumur dengan pemasangan ESP (Electric Submersible Pump). ‘’Diduga ada investor asing yang ikut mendanai pengeboran di sumur tua,’’ katanya.
Menurut Baron, produksi minyak bumi dari sumur tua ada acuannya sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Juga pedoman tata kerja BP Migas Nomor 023/PTK/III/2009 tentang Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.
‘’KUD/BUMD hanya diperbolehkan mengusahakan dan memproduksi minyak bumi pada sumur tua pada lapisan sumur yang sudah ada. Mereka tak diperkenankan melakukan kerja ulang pindah lapisan yang biasa kami sebut KUPL, pendalaman sumur dan pemboran sumur tambahan. Tapi faktanya mereka juga melakukan pengeboran baru,” terangnya.
Jumlah produksi dari sumur tua minyak di Bojonegoro diperkirakan mencapai  1.075 BOPD. Produksi dari pengeboran ilegal sekitar 1.085 BOPD. Total produksi yang diterima PPP Menggung (Pertamina EP Field Cepu) kurang lebih 1.600 BOPD. ‘’Diperkirakan dijual ke pengepul atau penadah sekitar 300-500 BOPD. Berapa uang yang tidak masuk ke kas negara,’’ tandasnya.
Sedang sumur minyak legal dengan jumlah 255 sumur tingkat produksinya mencapai 1.075 BOPD. Secara akumulatif, kata Baron, jika dikalkulasikan tingkat produksi minyak mentah dari sumur ilegal itu dalam satu tahun, total kerugian yang dialami negara cukup besar, kisarannya  10,950 juta dollar AS per tahun. ‘’Itu dengan asumsi harga minyak mentah di pasar internasional  100 dollar AS per barel,’’ ujarnya.
Realitas itu yang mendorong manajemen Pertamina EP berusaha meluruskan aktivitas penambangan minyak di kawasan sumur tua di Bojonegoro dengan menggandeng TNI, aparat kepolisian dan instansi penegak hukum lainnya.
Pertamina EP juga telah melayangkan surat peringatan kepada KUD yang telah teken kerjasama dengan Pertamina EP terkait pengelolaan sumur tua, tapi tak komitmen dengan perjanjian dan regulasi yang ada. Pertamina EP telah empat kali melayangkan surat peringatan kepada KUD, yakni pada 8 April 2014, 20 Juni 2014, 25 November 2014, dan 11 Februari 2015.  ‘’Selain itu, pada 27 Agustus 2013, kita menghentikan aktivitas reparasi sumur. Lalu pada 17 September 2013 kita hentikan kegiatan pengelolaan sumur ke KUD,’’ jelas Baron.
PT Pertamina EP telah melaporkan ke aparat penegak hukum, dan melayangkan surat ke Dirjen Migas. ‘’Kita juga sudah melayangkan surat resmi ke Menteri ESDM agar segera ada solusi,’’ ujar Muhammad Baron. [nel.tis]

Tags: