RUU HIP Menuai Kontroversi

foto ilustrasi

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri, ” melalui kalimat dari Presiden Soekarno itulah, kini bangsa Indonesia tengah diuji terkait soal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang diagendakan oleh inisiatif DPR RI masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020.
Wacana tersebut kini justru mengundang sorotan publik bahkan mengundang reaksi keras sejumlah pihak. Hal utama yang menjadi sorotan publik adalah adanya sejumlah pasal yang dinilai memiliki tendensi tertentu hingga adanya penghilangan TAP MPRS soal larangan PKI. Melaui fakta itulah, terindikasi adanya upaya DPR yang ada di Senayan tersebut untuk melupakan sejarah masa lalu bangsa ini yang benar-benar saat itu menggugah emosional kolektif bangsa ini.
Merilis dari sindonews.com (12/6), wacana terkait RUU HIP ini yang paling dominan mendapat sorotan di antaranya tidak mencantumkannya Tap MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, sebagai bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah memilukan yang pernah dilakukan PKI.
Padahal, sudah jelas bahwa pembukaan UUD Tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila. Itu artinya, jika RUU HIP disyahkan menjadi suatu UU HIP wajar adanya jika mengundang kekhawatiran publik. Pasalnya, akan berprospek mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, serta bisa mendegradasi eksistensi Pancasila itu sendiri sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945. Jadi, sudah jelas bahwa berdasarkan TAP MPR No I Tahun 2003 tidak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut TAP MPRS XXV Tahun 1966, jadi pelarangan komunisme di Indonesia sudah bersifat final.

Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: