RUU Ideologi Pancasila

Dasar ideologi negara, Pancasila, akan memperoleh penguatan melalui penerbitan undang-undang (UU). DPR ber-inisiastif membuat draft RUU (Rancangan Undang-Undang) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Diperlukan partisipasi masyarakat luas, sampai RUU tentang Pancasila berisi peraturan pokok yang strategis. Serta penegasan Pancasila bukan milik satu golongan masyarakat berdasar agama, suku, ras, dan ke-parpol-an. Melainkan milik bangsa Indonesia.

“Dasar negara Pancasila sudah final,” kata Rais Aam PB-NU, KH Achmad Shiddiq. Pernyataannya itu disampaikan pada khutbah iftitah (pidato awal) sebagai pucuk pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama’ (NU) akhir muktamar NU ke-27. Tak dinyana, pernyataan Rais Aam PB-NU itu, diulang berkali-kali oleh enam presiden RI, dengan kalimat yang sama persis. Pengulangan pernyataan ke-final-an dasar negara, menunjukkan masih perlu penguatan Pancasila.
Ke-final-an Pancasila wajib “terbaca” secara tekstual dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila. Harus tercantum dalam pasal-pasal awal, yang menunjukkan realita adat (kebiasaan) setiap warga negara Indonesia. Pancasila bukan ideologi ke-mayoritas-an masyarakat (secara demokrasi). Melainkan digali dari budaya sehari-hari bangsa Indonesia. Seluruh sila dalam Pancasila mencerminkan perilaku sehari-hari setiap bangsa Indonesia.

Bahkan seluruh produk kebijakan pemerintah wajib “berasa” Pancasila. Seluruh regulasi (undang-undang dan peraturan), sampai Peraturan Daerah, Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri, wajib ditimbang dengan asas Pancasila. Begitu pula Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati (Perbup), dan Peraturan Walikota (Perwali) wajib ada rasa Pancasila. Terutama kebijakan urusan tanah, kemudahan akses permodalan, serta perlindungan usaha mikro, dan kecil (UMK), tidak dibiarkan bersaing dengan holding company (perusahaan skala besar).

Falsafah dasar negara Pancasila, masih perlu penguatan lebih sistemik dan terstruktur. Karena masih terdapat komunitas eksklusif ektrem kiri, dan kanan, meng-anggap Pancasila belum final. Masih terasa upaya ingin menggantikan Pancasila. Tetapi mayoritas (lebih dari 90%) rakyat Indonesia akan selalu melawan setiap upaya mengganti dasar negara. Termasuk kalangan perguruan tinggi, kini lebih intensif “merawat” Pancasila, melalui kurikulum bela-negara. Serta aksi de-radikalisasi lebih sistemik.

Pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila sudah mulai menuai “partisipasi” masyarakat luas, berupa penolakan beberapa pasal. Harus diakui, terdapat pasal yang tidak berguna, karena bisa mengesankan “dominasi” kelompok. Serta pasal yang dianggap kontroversial. Termasuk konsiderans klausul “menimbang,” dan klausul “mengingat” dalam struktur UU. Banyak kritisi masyarakat yang harus diakomodir oleh kalangan DPR dan pemerintah.

Dalam klausul “mengingat,” setiap RUU wajib menuliskan pasal-pasal dalam UUD. Selain UUD, juga dan yang “setara” dengan UUD, yakni Ketetapan MPR. Dalam hal RUU Haluan Ideologi Pancasila, seyogianya dimasukkan Ketetapan MPRS Nomor 25 tahun 1966. TAP MPR ini berisi larangan PKI sebagai organisasi terlarang. Serta larangan menyebarkan paham ajaran komunisme. Bahkan TAP MPR tidak dapat dibatalkan oleh siapapun). TAP MPR hanya bisa dicabut melalui TAP juga, dalam sidang MPR.

Juga terdapat pasal yang dianggap kontroversial dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila. Antara lain, pasal 7, yang memapar “kisah” memeras (memotong) Pancasila menjadi Trisila, dan Ekasila. Pasal ini sangat tidak elok tercantum, karena dapat menjadi pertanda RUU milik golongan (parpol) tertentu. Seharusnya tidak perlu terdapat “kisah” perjalanan penetapan Pancasila sebagai falsafah dasar negara dalam RUU. “Kisah” Pancasila seyogianya tercantum dalam buku sejarah, bukan dalam RUU.

RUU Haluan Ideologi Pancasila, digagas oleh DPR-RI, dan disetujui oleh Badan Legislasi masuk agenda pembahasan. Namun, masih diperlukan waktu panjang memperbaiki draft RUU sampai “layak” dibahas. Bisa jadi RUU tidak berlanjut, dan dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional.

——— 000 ———

Rate this article!
RUU Ideologi Pancasila,5 / 5 ( 1votes )
Tags: