RUU Pemda Akan Disahkan, Kepala Daerah Jabat Ketua Parpol Bisa Diberhentikan

Gedung DPR RI

Gedung DPR RI

Jakarta, Bhirawa
RUU Pemerintah Daerah (Pemda) yang dijadwalkan segera disahkan Selasa (23/9) hari ini mengatur sanksi cukup ketat bagi kepala daerah. Kepala daerah yang merangkap jabatan sebagai ketua partai politik terancam sanksi pemberhentian.
“RUU Pemda disahkan besok (hari ini), banyak sekali kemajuan dalam pengaturannya. Selama ini kan gak bisa memberi sanksi kepada kepala daerah, nanti kepala daerah menjabat ketua parpol bisa diberhentikan,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di kantor Kemendagri Jakarta, Senin (22/9).
Menurut Gamawan, jabatan ketua parpol yang dimaksud tidak hanya sebagai ketua umum partai politik. Tetapi secara struktural sebagai ketua pimpinan partai di daerah tempat yang  bersangkutan menjabat. Misalnya ketua dewan pimpinan cabang atau ketua dewan pimpinan daerah.
Namun, sanksi pemberhentian tidak serta merta diberlakukan. Sebelumnya, kepala daerah tersebut akan diberikan teguran tertulis. Jika tidak ada perubahan, yang bersangkutan diwajibkan mengikuti program pembinaan khusus atau orientasi. Jika tidak ada perubahan, sanksi pemberhentian baru dikeluarkan. “Dengan UU Pemda ini jadi lebih tertib. Selama ini susah sekali memberi sanksi kepala daerah,” ujar Gamawan.
Selain larangan menjabat ketua parpol, ada beberapa larangan lain bagi kepala daerah dengan ancaman sanksi pemberhentian. Yakni larangan melakukan perjalanan keluar negeri tanpa izin dari menteri.
Kemudian larangan meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari tujuh hari berturut- turut atau tidak berturut-turut dalam waktu satu bulan tanpa izin menteri untuk gubernur dan wakil gubernur. Serta tanpa izin gubernur untuk bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota.
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah mengatakan RUU Pemda  akan disahkan pada rapat paripurna DPR, Selasa hari ini. Pecahan revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 itu mengatur penguatan kewenangan gubernur dan pemerintahan tingkat provinsi.
Dijelaskannya kewenangan gubernur dalam RUU Pemda akan diperkuat. Antara lain, gubernur memegang kewenangan penuh terkait izin dan pengelolaan pertambangan, pengelolaan hutan, kelautan, dan perikanan.
“Tadinya kewenangan itu ada di kabupaten/kota. Kami pindahkan ke gubernur karena ini kewenangan yang bersifat ekologis, rawan dengan penyimpangan,” kata Djohermansyah di kantor Kemendagri.
Selama ini, menurut dia, sulit mengontrol implementasi kewenangan yang bersifat ekologis tersebut. Karena dijalankan oleh 497 kabupaten/kota ditambah daerah pemekaran. Jika dikelola pemprov, diharapkan pengawasan dan fungsi kontrol berjalan lebih baik.
Selain itu, dari aspek sumber daya manusia, pemerintahan tingkat provinsi lebih mencukupi. Baik kuantitas mau pun kualitas. Termasuk ketersediaan personel yang ahli mengurus tambang, kehutanan, perikanan, dan kelautan lebih baik di provinsi. “Kalau di kabupaten, kadang dinas pertambangan kepala dinasnya nggak ngerti atau bukan ahli pertambangan,” jelas Djohermansyah.
Selain kewenangan menyangkut aspek ekologis, RUU Pemda juga mengakomodasi pengaturan aspek sektoral lain menjadi lebih efektif. Misalnya, pengurusan izin sekolah dan rumah sakit.
RUU Pemda mengatur kewenangan menyangkut pendidikan dasar diatur oleh pemerintah kabupaten/kota. Lalu pendidikan tingkat menengah diatur oleh pemerintah provinsi. Sementara pendidikan tinggi diatur pemerintah pusat.
Begitu pula pengaturan izin rumah sakit. Pemerintah kabupaten/kota berwenang mengatur rumah sakit tipe C dan D. Sementara rumah sakit tipe B diatur pemerintah provinsi. Pemerintah pusat mengatur rumah sakit tipe A. “Jadi ini supaya ada clear cut, jangan himpit-himpitan, overlapping antara pemerintah pusat dengan provinsi, atau provinsi dengan kabupaten/kota. Supaya jangan ada tumpang tindih,” ungkap Djohermansyah.
Pemerintah mengajukan revisi UU Pemda Nomor 32 Tahun 2004 sejak 2011. Undang-undang tersebut dipecah menjadi tiga rancangan. Yakni RUU Pemda, RUU Pilkada, dan UU Desa yang sudah disahkan bulan lalu.  RUU Pemda sudah disepakati dalam pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi II pada 3 September lalu. [ira,ins]

Tags: