Oleh :
M Abdul Roziq
pada sebuah wadah air
tercerminkah pertanyaan kemarin
dari garis-garis lengkung drum
hingga sesaat bagai berkurun-kurun
hubungan antara jiwa & raga
mengapa bernasib Fir’aun Musa?
Tuhan dalam kerja, kerja, dan kerja
sampai kapan hak-hak tubuh tertunda?
Kota Keris, 3 Juni 2022
Status Sosial
Antara kita sungai mengalir
dari Jombang ke Surabaya
Di mana perjalanan bus berakhir
dengan selembar daun di mata
Seakan terasing digerus roda
bila kucerna waktu
dan potret terkecil bulu-bulu
yang gemetar ketika tahu
beban perbedaan status sosial
Kota Keris, 4 Juni 2022
Tangan Tuhan
Salah benar aku berpuisi
Melarikan diri dari panggilan nurani
Untuk membenarkan yang benar
Atau menyalahkan yang salah
Kebenaran adalah wilayah Tuhan
Makhluk dilarang ikut-ikutan
Apalagi hakim saja bukan. Bukan?
Salah benar aku berpuisi
Tak kutemukan pijakan kaki
Sebuah alasan untuk berdiri
Menggadaikan hidup kepada mati
Kupikirkan kebenaran orang-orang
Kebenarannya butuh kebahagiaan
Bahagia apabila dicekoki hiburan
Hampir tiada yang butuh kebenaran
Tangan Tuhan melempar tulang
Tangan orang-orang menggenggam
Kemungkinan adalah kebodohan
Yang dirahasiakan dari kenyataan
Salah benar aku berpuisi
Membelakangi sisi anjingku sendiri
Khayangan Api – Kota Keris, 2021-2022
Ciputra
“Mau berkata apa lagi? Kamu penasaran
dengan dirimu sendiri apakah bisa
menaklukkanku atau tidak, ” ungkapnya.
Lalu dia memasukkan tangannya
ke saku dan meninggalkan tempat itu.
Bukan sok keren, barangkali itu cuma
trik untuk meringankan beban
Supaya tidak terjatuh di tengah jalan.
Meskipun tidak ada yang tahu
apakah dia terjatuh atau tidak.
Tidak ada kameramen
dengan troli di dalam cerita ini.
Hanya cahaya di gedung Ciputra
yang terkadang seperti sanca
Meliuk-liuk ke nirwana
untuk menjadi jutaan rama-rama
Kemudian narator akan membacakan
prolog tentang Tuhan yang menggenggam
Jodoh, rizki, dan maut.
Tentang keberkahan yang tak memandang
pendidikan, profesi, ataupun warna kulitmu.
Kota Keris, 5 Juni 2022
Not Not Mati
Usianya hampir dua puluh tujuh
ketika suara berat crawl crane
memberinya isyarat, titik yang
semula merah berkelip
mengungu-ungu, ungu ke biru
Lalu ia nekat menjadikan langit
sebagai makam
bagi kedua telapak tangan
yang telah sakit menggenggam
dan ia meraihnya perlahan-lahan
Di sana bayangan semut hitam
pada tangan yang bergerak
menjadi ketakutan, menjadi
licin yang berburu hinggapan
Lalu ia mendengar jantungnya
bernyanyi not not mati, ketika
angin menjatuhkan wajah
sadar helm kuning di bawah
tak lebih besar
bila dibanding butir-butir padi
Tiba-tiba dari kabin, operator
berteriak: “Kalau kabelnya
aman, cepat balik lagi ke atap!”
Usianya hampir dua puluh tujuh
Ketika keselamatan
Mengantarnya ke kehidupan baru
Bojonegoro, 8 Mei 2022
———— *** ————–
Tentang Penulisi :
M Abdul Roziq.
Wiraswasta, kelahiran Bojonegoro 31 Mei 1995. Sekarang berkemah di Sumenep. Buku puisi terbarunya: Sel A (2022). Lebih lanjut bisa ditanyakan langsung ke FB: M Abdul Roziq.