Saksi Ahli Sebut Kasus Bayi Tabung Bisa Masuk Wanprestasi

Saksi ahli Dr Ari Purwadi dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya memberikan keterangan di sidang gugatan dugaan malpraktik kasus bayi tabung di PN Surabaya, Rabu (4/10).[abednego/bhirawa]

PN Surabaya, Bhirawa
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jihad Arkanudin kembali menggelar sidang gugatan perdata yang diajukan pasangan suami istri TH dan ES (korban), terhadap dokter AH (tergugat), pemilik salah satu klinik terkenal di Surabaya yang terkenal dengan program bayi tabung dan anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang setempat.
Sidang polemik dugaan malpraktik yang diduga dilakukan dokter AH ini kembali digelar di ruang Candra PN Surabaya, Rabu (4/10). Kali ini persidangan digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli, yakni Dr Ari Purwadi SH MHum dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya.
Dalam keterangannya, ahli mengatakan bahwa sesuai Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa yang mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana para pihak tersebut saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, yang kemudian dari peristiwa tersebut timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
“Bisa dilakukan secara lisan maupun tertulis. Sedangkan berdasarkan isi Pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian itu sah apabila memenuhi 4 syarat, antara lain sepakat, kecakapan, hal tertentu dan sebab,” katanya.
Artinya, perjanjian itu sudah bisa dikatakan sah kendati kedua belah pihak cukup menyebutkan kata ‘sepakat’ saja, meski tanpa dilengkapi bentuk formalitas secara tertulis, terlebih dalam perjanjian itu dilengkapi hal pendukung lainnya, seperti panjer. “Di situ perjanjian sudah mulai diberlakukan sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya,” jelasnya.
Ahli menambahkan, perjanjian yang dibuat para pihak, dijamin kepastian hukumnya berdasarkan azas Pacta Sunt Servanda atau azas kepastian hukum dalam suatu perjanjian. Soal adanya asas itikad baik dalam sebuah perjanjian, Ari menegaskan, pelanggaran asas itikad baik dapat diajukan tuntutan ganti rugi.
“Pelanggaran atas kewajiban beritikad baik pada suatu persetujuan dapat berakibat adanya tuntutan ganti kerugian baik berdasarkan wanprestasi atau berdasarkan perbuatan melanggar hukum,” tegasnya.
Lanjut Ari, perjanjian antara dokter dengan pasiennya merupakan perjanjian terapeutik. Secara yuridis, perjanjian terapeutik diartikan sebagai hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medis didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di bidang kesehatan.
Persetujuan yang terjadi antara dokter dengan pasien bukan hanya di bidang pengobatan tetapi lebih luas, yaitu mencakup diagnostik, preventif, rehabilitatif, maupun promotif, maka persetujuan ini disebut perjanjian/transaksi terapeutik. Sedangkan hal yang terdapat pada perjanjian terapeutik ini, bisa diajukan gugatan apabila salah satu pihak mengalami kerugian.
Hal itu, sambung Ari, berdasarkan rumusan Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyebut tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugiaan itu, mengganti kerugian tersebut.
“Sedangkan pelangggaran terhadap suatu ketentuan UU dan menimbulkan kerugian terhadap orang lain disebut perbuatan melanggar hukum, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melanggar hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Eduard Rudy selaku pengacara korban menambahkan, pada awal menawarkan program bayi tabung ini, sebenarnya sudah tidak benar. Berdasarkan Permenkes No 39 Tahun 2004 Pasal 2 ayat 3, syarat untuk bisa melakukan bayi tabung yakni harus suami sah, upaya terakhir (sudah tidak bisa mempunyai anak) dan indikasi medis.
Sedangkan korban TH dan ES dalam keadaan sehat dan sudah mempunyai satu anak perempuan. Lanjut Rudy, berhubung kliennya ingin mempunyai keturunan laki-laki, akhirnya menjalani program bayi tabung yang disarankan dokter AH. Sedangkan dokter AH menjanjikan bisa mengabulkan keinginan kliennya mempunyai keturunan laki-laki, dengan syarat membayar sejumlah uang.
“Hasilnya, klien kami mendapat keturunan perempuan dengan kondisinya kurang sempurna. Kan keturunan itu kehendak Tuhan, tapi mengapa dokter AH mendahului kehendak Tuhan dan mengaku bisa memberikan bayi laki-laki. Intinya, klien kami butuh pengakuan dan permintaan maaf yang tulus dari dokter AH. Sekali lagi klien kami tidak inginkan uang, hanya permintaan maaf yang tulus,” pungkasnya. [bed]

Tags: