Saksi Kunci Meninggal, Lidik Dugaan Korupsi Kolam Renang Brantas Lanjut

Kajati Jatim Sunarta menjelaskan perkembangan penyelidikan dugaan korupsi kolam renang Brantas di Kejati Jatim, Selasa (17/7). [abednego/bhirawa]

Kejati Jatim, Bhirawa
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim terus mengusut kasus dugaan korupsi kolam renang Brantas Jl Irian Barat 37-39 Surabaya. Meski saksi kunci kasus ini meninggal dunia (Tejo Bawono alias Tjoa Bin Kie, red), Kejaksaan memastikan akan terus melakukan penyelidikan terhadap kasus ini.
“Kalau meninggal dunia, ya sesuai Pasal 77 KUHP. Kalau dia tersangka maka perkaranya ditutup demi hukum. Kalau nanti ada kaitan dengan barang bukti dan aset negara, bisa in absentia (dengan ketidakhadiran) dengan cara lain, apakah digugat perdata,” kata Kepala Kejati (Kajati) Jatim Sunarta di Kejati Jatim, Selasa (17/7).
Dijelaskan Sunarta, penyelamatan asetnya masih dimungkinkan dengan cara lain. Tapi kalau menghukum orangnya itu tidak mungkin. Sebab pria 71 tahun yang merupakan pemilik sekaligus pengelola kolam renang Brantas ini, dari surat keterangan rumah sakit sudah dinyatakan meninggal dunia pada awal Januari 2018.
“Intinya kalau menghukum orangnya tidak mungkin, karena sudah meninggal dunia. Tapi penyelamatan aset negara masih bisa dilakukan,” jelasnya.
Ditanya terkait pemberhentian penyelidikan kasus ini, Sunarta mengaku akan meneruskan hal itu. Pihaknya pun bersikukuh jika nantinya pada penyelidikan kasus ini ada tersangka lain. “Penyelidikannya tidak serta merta ditutup. Kalau ada tersangka lain yang terlibat ya diteruskan. Walaupun dalam dakwaannya nanti bersama-sama dengan si A yang sudah meninggal,” tegasnya.
Sunarta menambahkan pihaknya memastikan jika dalam kasus ini masih dimungkinkan untuk penyelamatan aset negara. Hal itu, lanjut Sunarta, bisa dilakukan dengan jalan mengajukan gugatan perdata.
“Kalau hanya untuk penyelamatan negara dan tidak ada tersangka lain, kita bisa gugatan perdata. Tentunya dengan bukti-bukti yang kita peroleh, dan Bidang Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) kita bergerak,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim Richard Marpaung mengaku Kejaksaan masih melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Hal itu dilakukan dengan memeriksa beberapa saksi terkait, baik dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Badan Pertanahan Negara (BPN) hingga pengelola kolam renang Brantas.
“Meski Tejo meninggal dunia pada Januari tahun lalu. Namun begitu, perkaranya tetap jalan dan kami terus melakukan penyelidikan ini,” imbuhnya.
Sebelumnya kasus dugaan korupsi ini akibat dugaan penyalahgunaan aset kolam renang yang dibangun Belanda pada 1924. Namun Richard belum mengetahui secara pasti berapa total kerugian yang disebabkan dari penyalahgunaan aset tersebut.
“Untuk lebih detail berapa kerugian negaranya, kami masih menunggu hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Tapi kami perkirakan kerugian miliaran rupiah,” pungkasnya.
Pengusutan kasus ini bermula setelah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melaporkan ke Kejati bahwa ada sejumlah aset Pemkot Surabata yang berpindah ke tangan swasta. Perpindahan tersebut diduga dipenuhi dengan cara-cara yang melanggar hukum. Beberapa aset yang dilaporkan ke Kejati Jatim di antaranya, gedung Gelora Pantjasila Jalan Indragiri, tanah di Jalan Upa Jiwa, tanah di Jalan Kenari, gedung PT Iglas di Jalan Ngagel dan kolam renang Brantas.
Kasus dugaan korupsi akibat penyalahgunaan aset kolam renang yang dibangun Belanda pada 1924 ini berawal dari kerjasama Pemkot Surabaya dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset yang mempunyai luas 222 meter persegi tersebut hingga beralih tangan kepemilikan ke pihak ke tiga. Pemkot sempat mengajukan gugatan, namun kalah hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). [bed]

Tags: