Saksi Pelapor Beberkan Fakta Disidang Henry J Gunawan

Iriyanto Abdoella selaku saksi pelapor dan Dirut PT Graha Nandi Sampoerna memberikan keterangan pada persidangan dengan terdakwa Henry J Gunawan beserta istri, Senin (11/1) di PN Surabaya.

PN Surabaya, Bhirawa

Sidang kasus dugaan pemalsuan akta otentik dengan terdakwa Henry J Gunawan bersama istri, Iuneke Anggraini memasuki babak baru. Sidang yang digelar di ruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (11/11) ini beragendakan mendengarkan keterangan para saksi.
Adapun saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan kasus ini adalah Iriyanto Abdoella selaku saksi pelapor dan Dirut PT Graha Nandi Sampoerna; Nugraha Anugrah Sujatmika dan Handoko dari Kantor Dispendukcapil Surabaya. Ketiganya memberikan kesaksian secara bergantian.
Sebagai saksi pertama, Iriyanto membeberkan kronologi perkara yang menyeret Henry J Gunawan beserta sang istri ke kursi pesakitan. Iriyanto menjelaskan kronologis hingga terjadinya pelaporan dugaan kasus memberikan keterangan palsu kedalam akta otentik. Pihaknya mengaku saat itu bertemu saksi Nugroho di PN Surabaya. Saat itu, lanjut Iriyanto, Nugroho juga sedang berperkara dengan terdakwa Iuneke.
“Sekitar Agustus 2018 saya tidak sengaja bertemu Nugroho di PN Surabaya. Akhirnya kami berkenalan, dan saya bertanya kepada Nugroho terkait masalahnya. Dia bercerita ada perlawanan perkara eksekusi rumah dengan terdakwa Iuneke. Dari pembicaraan itu saya tahu kaitan status pernikahan Henry dan Iuneke pada 2011,” jelas Iriyanto.
Dari pertemuan dan perkenalan itu, pihaknya menemukan ketidaksesuaian antara data di akta nomor 15 dan 16 tahun 2010 dengan informasi yang didapat dari Nugraha mengenai status pernikahan Henry dan Iuneke. Iriyanto pun melaporkan ketidaksesuaian data tersebut ke pemegang saham.
“Setelah saya beritahukan, respon dari pemegang saham yaitu meminta untuk melaporkan hal itu. Selanjutnya saya laporkan ke Polrestabes Surabaya,” kata Iriyanto.
Dari kasus itu, Iriyanto mengaku, kasus ini telah menimbulkan kerugian material dan immaterial. “Secara material adalah hutang piutang yang tidak terselesaikan sampai saat ini sebesar 17 miliar, yang seharusnya jatuh tempo 24 bulan sejak 2010. Secara immaterial adalah waktu tenaga pikiran saya,” ungkapnya.
Keterangan Iriyanto itu disambut perlawanan dari Hotma Sitompul selaku penasihat hukum kedua terdakwa. Bahkan berujung ke emosi, dengan mengasumsikan saksi Iriyanto merekayasa keterangan dan dendam dengan terdakwa Henry atas kasus kasus sebelumnya.
Mendengar adanya ketegangan dari penasihat hukum terdakwa, Ketua Majelis Hakim Dwi Purwadi meminta Hotma Sitompul untuk tetap tenang. Dan mendengarkan keterangan yang diberikan oleh saksi pelapor. “Itu hak saksi, dia menjelaskan apa yang dia tau, kalau merasa tidak benar silahkan tuangkan dalam pembelaan. Jangan emosi,” tegas Hakim Dwi Purwadi kepada Hotma Sitompul.
Teguran kembali dilayangkan hakim Dwi Purwadi ketika JPU Ali Prakoso menghadirkan saksi Nugroho. Sebelum mendengarkan keterangan saksi Nugroho, Hakim Dwi Purwadi meminta agar Hotma Sitompul bersama tim penasehat hukum lainnya untuk tidak emosi saat bertanya.
“Ini Surabaya, anda emosi, orang Surabaya bisa keluar jantungnya,” tambah hakim Dwi Purwadi.
Sementara itu, saksi Handoko dari Kantor Dispenduk Capil membenarkan bahwa pernikahan Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini dicatat tanggal 9 November 2011. “Kami catat berdasarkan perkawinan agama Budha pada 8 November 2011,” ungkap saksi Handoko.
Saat ditanya apakah ada perjanjian pisah harta dalam pencatatan perkawinan tersebut, saksi membenarkannya, namun perjanjian tersebut tidak dicatat dalam register. “Ada di akta notaris Sri Yuliatin Mojokerto, berkasnya terlampir tapi tidak dicatatkan ke register,” kata saksi Handoko.
Begitu juga saat ditanya riwayat sebelum pernikahan, Saksi Handoko menerangkan Henry berstatus cerai hidup, sedangkan Iuneke berstatus lajang. “Dari database, Henry cerai hidup dengan Ina Indrawati Tanudiharja. Sesuai dengan akta cerai nomor 36 tahun 1992,” jelasnya.
Usai persidangan, Hotma Sitompul mengaku tiga saksi yang dihadirkan oleh JPU belum bisa mengungkap perbuatan pidana Henry dan Iuneke. “Belum satupun dapat membuktikan bahwa kedua orang ini memberikan keterangan palsu,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Henry dan istrinya diadili setelah diketahui memberikan keterangan palsu ke dalam 2 akta otentik yakni perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee antara PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang dan Henry Jocosity Gunawan sebagai penerima hutang sebesar Rp 17.325.000.000 (Tujuh Belas Miliar, Tiga Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) di hadapan notaris Atika Ashiblie SH di Surabaya pada tanggal 6 juli 2010 dihadiri juga oleh Iuneke Anggraini.
Kedua akta tersebut Henry Jocosity Gunawan menyatakan mendapat persetujuan dari istrinya yang bernama Iuneke Anggraini, keduanya sebagai suami istri menjamin akan membayar hutang tersebut, bahkan Iuneke pun ikut bertanda tangan di hadapan notaris saat itu.
Belakangan terungkap bahwa perkawinan antara Henry Jocosity Gunawan dengan Iuneke Anggraeni baru menikah pada tanggal 8 November 2011 dan dilangsungkan di Vihara Buddhayana Surabaya dan dicatat di dispenduk capil pada 9 November 2011. Dalam kasus ini, Henry dan Iuneke didakwa melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. [bed]

Tags: