Salah Sasaran, Gereja Bethany “Lawan” Penetapan Eksekusi

Gasman-Gazali-kuasa-hukum-MPS-Gereja-Bethany-kanan-dan-Hans-Edward-Yekahaya-menunjukkan-kronologis-sengketa-Gereja-Bethany-Nginden-Jumat-287-lalu. [abednego/bhirawa].

Surabaya, Bhirawa
Eksekusi yang dilakukan juru sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Gereja Bethany Nginden pada Rabu (26/7)  pekan lalu dinilai salah sasaran. Untuk itu Majelis Pekerja Sinode (MPS) Gereja  Bethany Indonesia (GBI) yang diketuai Pdt E George Anton melakukan perlawanan terhadap penetapan eksekusi bernomor 82/EKS/2016/PN.Sby yang dikeluarkan oleh PN Surabaya.
Bentuk perlawanan ini diwujudkan dengan diajukannya gugatan yang didaftarkan melalui PN Surabaya beberapa waktu lalu. Gasman Gazali, kuasa hukum MPS GBI mengatakan gugatan ini didasari dari kerugian yang diderita oleh MPS GBI terkait terbitnya penetapan eksekusi.
“Kita gugat Pdt DR Leonard Limato dengan DR Abraham Alex Tanuseputra. Dan kita memohon agar Hakim membatalkan perjanjian perdamaian yang dibuat antara mereka berdua,” kata Gasman, Jumat (28/7) lalu.
Menurut Gasman, perjanjian damai tersebut tidak sah menurut hukum. Sebab, saat menandatangani perjanjian damai, status DR Abraham Alex Tanuseputra sudah tidak menjabat sebagai gembala sidang maupun ketua umum MPS di GBI. “Saat perjanian damai dibuat, yang menjabat sebagai ketua umum MPS GBI adalah bapak David Aswin Tanuseputra. Sehingga pak Abraham tidak mempunyai status legal persona standi in judicio untuk mendatangani perjanjian dama,” jelasnya.
Tidak sahnya Abraham selaku penandatangan surat perjanjian, lanjut Gasman, hal itu juga dikuatkan dengan adanya akta pernyataan yang dibuat didepan notaris Evy Retno Budiarty. “Dalam surat pernyataan tersebut, pak Abraham mengakui lalai dan bertindak diluar hak dan kapasitas hukumnya,” tambah Gasman.
Terpisah, Hans Edward Yekahaya, kuasa hukum GBI membenarkan apa yang dikatakan oleh Gasman. Ia mengatakan bahwa eksekusi yang dilakukan oleh juru sita PN Surabaya ini salah sasaran. “Eksekusi yang dilakukan ini salah alamat. Karena yang dieksekusi adalah masalah kepengurusan, bukan aset. Tapi yang dieksekusi ini adalah masalah obyek, kan salah kaprah,” tegasnya.
Hans mengaku, seharusnya juru sita mendatangi rumah Abraham di Manyar, bukan di GBI Nginden Surabaya. Karena, selama ini Alex Tanuseputra lebih banyak tinggal di Manyar. “Sekali lagi ini adalah masalah kepengurusan, bukan aset. Jadi seharusnya yang dieksekusi adalah orang, bukan aset. Tapi yang disini dieksekusi adalah obyek aset jelas salah,” ungkapnya.
Sebelumnya, ratusan Jemaat dari Gereja Bethany Nginden melakukan aksi unjuk rasa menolak eksekusi yang dilakukan dari tim juru sita Panitera PN Surabaya. Saat akan dilakukan eksekusi, sempat terjadi ketegangan, antara juru sita dengan jemaat yang melakukan aksi unjuk rasa. Pihak kepolisian yang ikut mengamankan dan menenangkan kedua kubu.
Akhirnya, eksekusi batal dilakukan, setalah diajukan negoisasi dan akan ada pertemuan antara perwakilan dari jemaat Gereja Bethany Nginden dengan Leo Limanto, selaku orang yang mengajukan gugatan. Sedangkan penetapan eksekusi tersebut merupakan tindak lanjut atas perjanjian damai antara Pdt DR Leonard Limato dengan DR Abraham Alex Tanuseputra dalam perkara gugatan bernomor 235/Pdt.G/2013/PN.Sby jo 583/Pdt.G/2013/PN.Sby.
Dalam perkara bernomor 235/Pdt.G/2013/PN.Sby jo 583/Pdt.G/2013/PN.Sby, DR Leonard Limato dengan DR Abraham Alex Tanuseputra terlibat saling gugat soal kepengurusan GBI, perdamaian antara mereka baru terjadi saat perkara berjalan di tingkat kasasi. [bed]

Tags: