Salah Tangani Siswa Berdampak Buruk Bagi Psikologi

3-AES korban pemukulan beserta orang tua melapor ke Unit PPA Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kamis (6,11). AbednegoSurabaya, Bhirawa
Para pendidik saat ini harus berhati-hati dalam bersikap terhadap siswa. Penanganan yang keliru justru bisa menimbulkan efek psikologis buruk bagi anak didik.
Salah satu tindakan salah penanganan oleh oknum guru di salah satu SMA negeri  di Surabaya. Tidak terima anaknya dimarahi guru BP dan dikatakan tidak perawan, orangtua Gezza Fabiyanti, siswa kelas 10 SMAN 22, lapor ke DPRD Surabaya, kemarin (6/11).
Erli orangtua Gezza yang tinggal di kawasan Kupang Krajan VII tersebut ditemui oleh anggota Komisi D, Baktiono. Kepada politikus asal PDI Perjuangan tersebut, Erli dan Echa, panggilan akrab Gezza menceritakan perihal kejadian yang menimpa Echa.
“Saya dan anak saya datang kesini untuk mencari keadilan dan melaporkan masalah yang dialami anak saya. Sekarang ini anak saya merasa tertekan dan minder saat di sekolah,” ujar Erli kepada Baktiono.
Diceritakannya pada akhir Oktober lalu, anaknya Echa bersama teman-teman sekolahnya termasuk teman cowoknya yang bernawa Defa jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Surabaya Barat.
Namanya ABG, merekapun tidak lupa untuk foto selfie. Salah satu foto terseburt ada foto berdua antara Echa dan Defa yang terlihat mesra, seakan-akan berciuman dengan masih mengenakan seragam sekolah.
Selanjutnya foto-foto itu ada yang meng-upload di facebook.Ternyata foto facebook tersebut berdampak. Keesokan harinya Echa dipanggil oleh Wido ,guru BP-nya. Saat dipanggil itulah, menurut Erli,  guru Wido mengatakan kalau Echa itu kerap dugem, lalu sering jalan dengan om-om dan sudah tidak perawan.
“Masak dengan mudah guru BP itu mengatakan kalau anak saya dikatakan tidak perawan. Ini yang saya tidak terima. Masak dengan memegang tangan anak saya dia lalu mengatakan anak saya tidak perawan. Apa pantas guru mengatakan seperti itu ke muridnya. Katanya perbuatan foto-fotoan itu mencemarkan nama sekolah,” tandas Erli berapi-api.
Sehubungan dengan laporan tersebut, Baktiono menyatakan kepada Erli dan putrinya untuk tidak perlu khawatir. Pasalnya dirinya akan segera mengambil sikap terkait hal ini.
“Saya akan laporkan ini ke Ketua Komisi D agar nemanggil guru BP itu dan juga Kepala Dinas Pendidikan. Harus diselesaikan masalah ini,” tegas Baktiono.
Diungkapkan mantan Ketua Komisi D ini, imbas dari kejadian itu sangat mempengaruhi psikis siswa. Dimana siswa tersebut merasa minder dan trauma saat sekolah. “Mestinya sebagai guru tidak boleh mendikreditkan siswa seperti itu. Apalagi siswa juga disuruh membuat pernyataan kalau mengulangi perbuatannya akan dikeluarkan dari sekolah. Itu khan tekanan buat siswa,” ujar Baktiono.
Kasus salah penanganan juga terjadi di sebuah SMP swasta di Surabaya Utara. Bambang, oknum guru  IPA SMP Barunawati di kawasan Jl Perak Barat, Kamis (6/11) dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Pelaporan ini terjadi lantaran Bambang diduga menganiaya AES (12) yang duduk di bangku kelas 7.
Tak terima denga perlakuan yang dilakukan Bambang, Agus Tri Sumarsono (35) warga Kalimas Baru, selaku orang tua dari AES terpaksa melakukan langkah hukum dengan melaporkan oknum guru tersebut. Ini dilalukan, lantaran Agus menilai tak ada etika baik yang dilakukan oleh pihak yayasan sekolah dan pelaku.
“Saya menyesalkan perbuatan yang dilakukan pihak sekolahan terhadap anak saya. Jelas-jelas anak saya tidak bersalah, tiba-tiba dipukul,” terang Sumarsono menjawab pertanyaan petugas PPA Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Kamis (6/11).
Tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh oknum guru ini, dirasa Agus tak patut dilakukan oleh seorang guru yang seharusnya memberikan contoh baik bagi muridnya. Oleh karenanya, Agus mengaku kalau perbuatan yang dilakukan Bambang tidak mempunyai rasa empati dan mendidik bagi siswanya.
“Saat kami kofirmasi ke sekolahan, mereka malah melakukan alibi dengan membela pihak guru,” kata Sumarsono.
Tak terima dengan tindakan dari pihak sekolah, Agus pun menempuh jalur hukum dan melaporkan oknum guru ke Unit PPA Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Dalam keterangannya, Agus mengakui bahwa oknum guru ini tak mau mengakui perbuatannya. “Sikap main tangan inilah yang menjadikan dunia pendidikan kita tercoreng. Apalagi bila hal seperti ini terus dibiarkan,” ungkapnya.
Sementara Korban AES mengatakan, bahwa kejadian tersebut dilakukan pada Rabu (5/11) lalu. Saat itu dirinya mengikuti pelajaran Lab IPA, serta melakukan penelitian bawang merah dan bawang putih. Lanjut AES, pada saat melakukan meneliti menggunakan mikrosop, tiba-tiba oknum guru ini memukul kepalanya.
“Saat saya menempelkan mata ke mikroskop, Pak Bambang memukul kepala sampai mata saya mengeluarkan darah,” imbuhnya.
Sementara Kasubbag Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Lily Djafar menambahkan, orang tua dan korban melaporkan oknum guru yang telah melakukan tindakan kekerasan ke Unit PPA. Setelah itu kami akan melakukan tindakan sesuai proses hukumnya.
“Kami telah menerima laporan dari orang tua bersama korban. Tindakan selanjutnya, kami akan proses sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya. Gat.bed

Keterangan Foto : korban-pemukulan-beserta-orang-tua-melapor-ke-Unit-PPA-Polres-Pelabuhan-Tanjung-Perak-Surabaya-Kamis-611.-[abednego/bhirawa]

Tags: