Sambut Hujan Dengan Bikin Batang Bambu

7-FOTO KAKI sup-membuat saluran irigasi dari batang bambuKab Malang, Bhirawa
Dalam sepekan ini, wilayah Malang Raya sudah mulai diguyur hujan, walau dalam intensitas ringan dan tidak merata. Mulai turunnya hujan tersebut disambut suka cita oleh para petani dan masyarakat pada umumnya, karena di beberapa wilayah mulai kesulitan air untuk pengairan sawah. Bahkan di sejumlah wilayah kabupaten Malang mengalami kesulitan air bersih.
Demikian halnya di kota Batu, sejumlah petani memang berharap agar hujan segera turun karena mereka mulai kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air untuk mengairi sawahnya. Hal ini karena teriknya matahari akhir-akhir ini menyebabkan sawah mereka cepat kering, sehingga untuk menjaga jangan sampai gagal panen, maka upaya penyiraman bisa dilakukan hampir setiap 2 hari sekali.
Seperti petani di desa Mojorejo kecamatan Junrejo, mereka harus membendung saluran irigasi sekunder dan membagi air tersebut ke sejumlah petak sawah menggunakan batang bambu. Hal ini dilakukan karena debit air yang mengalir di saluran irigasi sudah menurun drastis. “Ya terpaksa dibendung dan dibagi-bagi mas. Untuk pipanya, kita pakai batang bambu supaya air bisa sampai ke masing-masing petak sawah,” ungkap Eko kepada bhirawa, Minggu (26/10).
Diakui setiap musim kemarau, dia bersama petani di desanya harus membendung parit irigasi agar bisa digunakan untuk mengairi seluruh sawah. Masalah ini sebenarnya sudah diusulkan ke Dinas Pertanian dan Kehutanan beberapa tahun lalu, namun hingga saat ini tidak ada tanggapan sama sekali. Akibatnya, petani desa Mojorejo harus membuat saluran pembagi air seadanya dengan memanfaatkan batang bambu.
Umumnya petani di Mojorejo melakukan budidaya bawang merah, sayuran dan jagung manis. Sehingga termasuk tanaman yang sangat banyak membutuhkan air agar pertumbuhan normal dan hasil panennya cukup bagus. Sementara sejumlah petani di desa Bumiaji kecamatan Bumiaji juga mengalami hal yang sama. Di desa tersebut, setiap dusun mendapat jatah air pengairan secara bergiliran. Umumnya di satu dusun mendapat jatah antara 2 sampai 3 hari dalam seminggu. Untuk mengalirkan air ke sawah-sawah tesebut biasanya dilakukan di malam hari, karena kalau siang alirannya tergolong kecil.
“Ya dibuat bergiliran seminggu rata-rata 2 sampai 3 hari. Sehingga kadang-kadang untuk ngelep (memasukkan air ke sawah,red) harus sambil jagongan malam di sawah. Karena kalau siang air sumber Gemulo kan untuk kebutuhan air bersih HIPPAM,” ungkap Sumaryadi, yang sawahnya digunakan untuk budi daya bunga Puring dan tanaman Cabe.
Dia harus mengaliri sawahnya seminggu sekali karena khawatir tanamannya kekeringan. Walaupun tanaman puring relatif tahan kering, namun kalau sampai kekeringan pertumbuhan tanaman Puring yang baru distek akan jelek.
Lain halnya dengan Woto yang membuat lubang penampung air di sawahnya. Untuk menyiram tanaman tomat-nya, Woto memilih menggunakan genset yang biasa digunakan juga untuk mengompres tanaman. “Kalau harus langsung dialirkan bisa-bisa semalem nggak semua tersiram. Jadi ya terpaksa pakai genset,” ungkap Woto.
Diakui kondisi tanah di kota Batu yang tergolong ‘ngropos’ membuat air yang dialirkan gampang terserap dan juga gampang menguap. Sehingga kalau tidak rutin disiram menyebabkan tanahnya retak-retak dan bisa menyebabkan tanaman layu dan kering. Begitu hujan turun, walau tidak begitu deras, mereka mengaku bergembira karena tanda-tanda musim hujan akan segera datang. Mereka beharap Nopember nanti curah hujan sudah deras, agar bisa panen. [sup]

Keterangan Foto : Petani bergotong royong membendung saluran air irigasi dan mengalirkannya menggunakan batang-batang bambu ke petak-petak sawah (supriyanto/bhirawa)

Tags: