Sampai September, TimPORA Kemenkumham Awasi 7.909 WNA di Jawa Timur

Pengawasan WNA oleh Kanim jajaran Kanwil Kemenkumham Jatim.

Surabaya, Bhirawa.
Jawa Timur merupakan salah satu destinasi bagi warga negara asing (WNA). Hingga September 2021, Kantor Imigrasi (Kanim) jajaran Kanwil Kemenkumham Jatim mencatat sebanyak 7.909 WNA yang ada di Jatim.

“Paling banyak berasal dari Tiongkok. Sedangkan yang berstatus pengungsi, Warga Negara Afghnistan mendominasi,” kata Kepala Kanwil (Kakanwil) Kemenkumham Jatim, Krismono, Minggu (24/10).

Dijelaskan Krismono, orang asing di Jatim berasal dari 123 negara berbeda. Yang terbanyak berasal dari Tiongkok sebanyak 1.409 orang, Malaysia 831 orang dan Korea Selatan 534 orang. Keberadaannya paling banyak di daerah Malang dan Surabaya.

Dari segi pengawasan, sambung Krismono, jajarannya telah memiliki 706 tim pengawas orang asing (TimPORA). Dari tingkat Provinsi hingga Kecamatan. Tim tersebut terdiri dari petugas lintas sektoral seperti Pemda, Polisi, Tentara hingga BIN. Sehingga, selain operasi mandiri, petugas imigrasi juga aktif melakukan operasi gabungan.

“Hasilnya, ada 51 tindakan hukum keimigrasian yang dilayangkan kepada orang asing. Dari jumlah itu, 33 orang asing telah dideportasi dan satu orang asing dilakukan tindakan projusticia,” tegasnya.

Selain itu, lanjut Krismono, sebanyak 13 orang asing dikenai biaya beban atau denda. Dan empat orang lainnya berada di ruang detensi di Kanim Jember, Blitar dan Madiun. Terdapat 3 orang yang sedang menunggu deportasi di Rumah Detensi Imigrasi di Raci, Pasuruan. Serta ada juga orang asing yang statusnya sebagai pengungsi atau refugee, totalnya mencapai 396 orang dari 14 negara berbeda.

“Mereka tersebar di dua penampungan. Yaitu di Akomodasi Pasar Puspa Agro (322) dan Akomodasi Green Bamboo (40). Sisanya adalah pengungsi mandiri. Lebih dari separuhnya adalah pengungsi dari Afghanistan,” terangnya.

Masih kata Krismono, WNA ini datang dengan berbagai jenis izin. Ada yang menggunakan izin tinggal kunjungan (ITK), izin tinggal terbatas (ITAS) maupun izin tinggal tetap (ITAP). Malang, lanjut Krismono, dipilih karena selama ini menjadi rujukan bagi pelajar asing. Sedangkan Surabaya banyak dikunjungi oleh pebisnis asing.

“Untuk daerah Ponorogo dan Kediri kebanyakan adalah santri internasional yang banyak menimba ilmu di Ponpes Gontor maupun Al Fatah Temboro,” urai Krismono.

Pihaknya saat ini memberikan perhatian dan pengawasan lebih terhadap para pengungsi tersebut. Karena melihat situasi politik di timur tengah, khususnya Afghanistan yang masih belum sepenuhnya kondusif.

“Rata-rata mereka ini terdampar setelah ditolak ketika akan mencari suaka ke Australia,” pungkasnya. [bed]

Tags: