Sangat Dibutuhkan, Produksi Tembakau Malah Turun

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Dari hasil Sidang Paripurna DPR disetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan. Melalui RUU ini, DPR memasukkan aturan penggunaan tembakau petani dalam industri produk tembakau, termasuk rokok.
Dalam rokok tersebut, setidaknya menggunakan tembakau lokal minimal 80% dari total kapasitas produksinya. Artinya, industri hanya diperbolehkan memanfaatkan tembakau impor untuk produksinya maksimal 20% dari kapasitas produksi.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Abdus Setiawan mengatakan, regulasi tersebut menjadi kabar baik bagi petani tembakau. Namun, kata dia, kini produktivitas tembakau nasional dibayang-bayangi penurunan.
Seperti diketahui, pada tahun 2013 lalu target produksi tembakau meleset dari 200.000 ton menjadi 120.000 ton. Sementara tahun ini, target produksi tembakau ini diperkirakan mencapai 200.000 ton dengan kebutuhan tembakau nasional sebesar 300.000 ton sampai 330.000 ton.
“Penurunan produksi tembakau nasional karena kendala klasik yang terjadi yakni tidak bertambahnya luas lahan tembakau saat ini sebesar 240.000 hektare. Selain itu, petani tembakau juga resah dengan rencana pengendalian tembakau dalam konvesi pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobaaco Control (FCTC),” katanya, Kamis (17/7).
Menurutnya, sebaiknya perlu ada penyesuaian sehingga tidak langsung berlaku tahun ini. Lebih lanjut Abdus menjelaskan, sebelum UU Pertambakau berlaku dan impor tembakau dibatasi hanya 20% dari total kapasitas industri.
Perlu ada uji coba lebih dulu agar ke depan aturan ini tidak merugikan petani. Dari sisi produksi misalnya, ketersedian pupuk dan bibit. Juga pendampingan kepada petani dari pemerintah dan pihak swasta.
Serta akses pendanaan untuk pembiayaan produksi petani. Terakhir, APTI akan menghitung kembali berapa kebutuhan tembakau nasional saat musim tanam tembakau dimulai.
“Baru kami umumkan ke petani untuk ditanam sekian sesuai dengan kebutuhan. Agar hitungan berapa besar impor lebih akurat,” imbuh Abdus.
Untuk mencegah permainan pemakaian tembakau impor dan memudahkan perhitungan kebutuhan tembakau, dalam RUU Pertembakauan juga mengatur kewajiban industri melaporkan perkiraan jumlah dan kualitas tembakau yang dibutuhkan.
Laporan, kata dia, harus diserahkan paling lambat setahun sebelum melakukan pengolahan tembakau. Ada sanksi tegas bagi industri yang melanggar batas maksimal penggunaan tembakau impor. Mulai dari peringatan tertulis sampai pencabutan ijin usaha. [rac]

Tags: