Sanggar Gumilang Kediri Raih Juara Penyaji Unggulan

Sanggar Seni Gumilang SMPN 8 Kediri.

Pemprov, Bhirawa
Jawa Timur kembali meraih kebanggaan, salah satu sanggarnya yaitu Sanggar Gumilang dari PPST SMP Negeri 8 Kota Kediri meraih juara sebagai Penyaji Unggulan dalam Parade Teater Daerah VII tingkat Nasional yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Dalam acara yang berlangsung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta itu (13/7), Sanggar Gumilang yang berangkat sebagai wakil provinsi Jawa Timur itu membawakan lakon berjudul “Lika Liku Nyinyir Dot Com” yang naskah dan sutradaranya ditangani oleh Heri Setiawan, SS.
Kepala UPT Laboratorium, Pelatihan dan Pengembangan Kesenian (LPP Kesenian) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, Effi Widjajanti, S.Sos, MMPd, mengatakan bahwa dibandingkan tahun lalu yang meraih Juara Umum, kali ini Jawa Timur harus mengalah dengan peserta dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terpilih sebagai Penyaji Terbaik.
“Sedangkan Jawa Timur meraih penghargaan 3 (tiga) Penyaji Unggulan Tanpa Peringkat bersama dengan peserta dari Provinsi Riau dan Provinsi Sumatra Utara,” katanya, kemarin.
Penampilan DIY juga sekaligus mengantarkannya memperoleh penghargaan sebagai Sutradara Terbaik atas nama Norma Satya S. Sedangkan Pemeran Wanita Terbaik diraih oleh Nuraini (DKI Jakarta) dan Pemeran Pria Terbaik adalah Fitria Maulana (Provinsi Riau).
“Yang bertindak sebagai Dewan Pengamat adalah Yanusa Nugroho dan Jose Rizal Manua, keduanya dari Jakarta dan Nano Asmaradana dari Yogyakarta,” ungkapnya.
Dalam festival kali ini, Sanggar Gumilang membawakan kisah mengenai berita hoax yang populer di media sosial namun dikemas dalam cerita Panji.
Secara garis besar lakon ini berkisah mengenai tipu daya istri selir Paduka Liku dengan membuat berita bohong bahwa Raden Inu Kertapati telah menikah menjadikan Dewi Candrakirana nekat pergi dari Istana Kediri.
Berita ini membuat pangeran Jenggala, Raden Inukertapati bersedih. Perjalanan panjang pencarian kekasihnya yang hilang mendapat banyak rintangan. Penyamaran sebagai seniman mbarang jantur membawanya ke pelosok negeri dan akhirnya bertemu dengan pedagang pasar yang tiada lain kekasihnya, Dewi Candrakirana.
Ide garap pertunjukan ini berpijak pada kesenian Jemblung Kediri yang hampir ditinggal oleh masarakat peminatnya. Penampilan yang mengandalkan seni tutur dan iringan yang monoton diyakini menjadi akar masalah yang membuat jemblung sulit berkembang di era sekarang, dimana tontonan kesenian beragam serba visual dan mudah diakses. [rac]

Tags: