
foto ilustrasi
Merujuk dari beberapa kasus, ada kejadian seorang guru di Jakarta yang meminta siswa-siswanya memilih calon ketua OSIS dengan alasan SARA (Suku Agama Ras dan Antargolongan). Kejadian serupa pun sempat terjadi di Depok, Jawa Barat. Bahkan, salah satu kasus terbaru intoleransi di sekolah adalah saat seorang siswi non-muslim diminta mengenakan hijab di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat. Sontak, kasus itupun kini mendulang perhatian dan keprihatinan publik termasuk pemerintah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyesalkan tindakan intoleransi saat seorang siswi non-muslim diminta mengenakan hijab di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat. Selebihnya, pemerintah menyatakan harus ada sanksi tegas terhadap setiap pelaku yang terbukti melanggar peraturan di satuan pendidikan, (Kompas.com, 23/1/2021)
Berbicara mengenai kasus tindak intoleransi yang terjadi di SMKN 2 Padang, tersebut, sejatinya tidak harus terjadi manakala sekolah dan tenaga pendidik mengindahkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Secara esensial regulasi tersebut tidak mewajibkan model pakaian kekhususan agama tertentu menjadi pakaian seragam sekolah.
Itu artinya, jika ada sekolah yang terbukti tidak mengindahkan regulasi tersebut maka pemerintah perlu bertindak cepat dan tegas menuntaskan persoalan tindak intoleransi di SMKN 2 Padang tersebut. Selebihnya, agar kejadian serupa tidak terulang kembali, maka saatnya lembaga pendidikan dan tenaga pendidik di tanah air benar-benar memaksimalkan nilai-nilai empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang.