Santri dalam Kubangan Modernisasi

Oleh :
Nurul Yaqin
Guru SMPIT Annur. Alumnus Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Madura 

Pada tanggal 08 Oktober 2017 lalu presiden Joko Widodo mengadakan kunjungan ke beberapa pondok pesantren di Madura, diantaranya pondok pesantren Al-Amien Prenduan, Annuqoyyah, dan Al-karimiyyah di kabupaten Sumenep. Agenda presiden diantaranya menghadiri peringatan Hari Perdamaian Internasional, halaqoh kebangsaan, dan silaturrahmi dengan para ulama serta tokoh masyarakat. Disadari atau tidak, agenda ini adalah salah satu bukti bahwa pesantren mempunyai peran penting dalam kemajuan bangsa.
Peran pesantren dan santri tidak bisa dianggap remeh. Para pahlawan bangsa ini banyak lahir dari kalangan pesantren, seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Bung Tomo, KH. Wahid Hasyim, KH. Abdurrahman Wahid dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang tercatat di Kemenag pada tahun 2012 bahwa jumlah pondok pesantren di Indonesia sebanyak 27. 230 jumlah ini jauh melesat dibandingkan data pada tahun 1997 yang berjumlah 4. 196. Dilansir dari Republika (19/07/2011) bahwa santri di Indonesia mencapai 3,65 juta orang yang tersebar ke seluruh pelosok bangsa.
Ketika pendidikan nasional ramai dengan gagasan Full Day School oleh Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy yang memunculkan polemik pro dan kontra, dunia pendidikan pesantren telah menjawabnya. Hal ini dikarenakan pesantren telah menanamkan kurikulum –meminjam istilah KH. Muhammad Idris Jauhari hidup dan berkehidupan–. Dalam artian, pendidikan di pesantren tidak hanya berdurasi dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore, tapi berlangsung selama 24 jam.
Dari jam 03.00 para santri diwajibkan qiyamullail untuk melaksanakan shalat, membaca al-qur’an, atau belajar. Dari bangun pagi hingga tidur malam lagi santri tidak lepas dari unsur-unsur pendidikan. Sebelum tidur malam pun mereka dibekali dengan nasihat oleh para ustadz dan kiyai disertai tata cara berdoa sebelum tidur yang benar agar menjadi tidur yang barokah. Bahkan, pakaian tidur pun harus sesuai dengan tata tertib yang telah ditentukan, apabila dilanggar tentu akan mendapat sanksi (iqob) dari para pegurus (muallim). Sebuah dunia yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan.
Pendidikan akhlak di pesantren menjadi prioritas utama. Perilaku baik di pesantren lebih diutamakan dari pada pelajaran (kognitif), karena tujuan utamanya adalah membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Ketika nilai pelajaran tinggi akan terasa sia-sia jika tidak dibarengi dengan moral yang baik. Tolok ukur di dunia pesantren bukan sekadar angka hitam di atas putih, akan tetapi bagaimana bersikap mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Serangan Modernisasi
Di era modern saat ini tantangan yang dihadapi pesantren semakin rumit dan kompleks. Munculnya produksi gadget yang selalu menampilkan hal baru tentunya berpengaruh besar terhadap minat para kaum muda untuk mendaftarkan diri ke lembaga pendidikan pesantren. Jamak dari para pemuda kita ogah untuk menempuh pendidikan pesantren. Bahkan, tak sedikit dari para santri zaman ini tidak betah bahkan pindah sekolah lantaran pengaruh gadget yang sangat dominan.
Ironisnya lagi, kids zaman now (julukan anak muda zaman sekarang) seolah-olah alergi menyandang status santri. Menurutnya, santri selalu identik dengan kaum sarungan, kampungan, terbelakang, dan terserang penyakit gatal-gatal. Berbagai stigma negatif telah mereka sematkan kepada santri dan pondok pesantren. Pergaulan anak dunia modern telah sukses membenamkan peran pendidikan pesantren.
Kenyamanan yang disajikan oleh gaya hidup modern menyebabkan manusia makin enggan untuk memikirkan ke-akhirat-an. Serangan dunia barat yang semakin gencar dengan tidak dibarengi asupan keimanan membuat manusia saat ini terjebak pada penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Indikasinya, banyak dari orangtua saat ini memandang sebelah mata pendidikan pesantren. Mereka berasumsi bahwa pesantren hanya berkutat dengan kitab kuning.
Cinta dunia telah menggiring manusia untuk selalu melakukan hal-hal yang berbau materi. Sikap zuhud perlahan menghilang di zaman ini. seolah dunia adalah segala-segalanya. Anehnya, pesantren yang merupakan lembaga pendidikan berdimensi dunia dan akhirat semakin hari semakin ditinggal. bahkan semua yang menyangkut aturan syariat islam dianggap ketinggalan zaman. Sungguh menyedihkan.
Dalam skala yang lebih luas, pesantren dianggap mengajarka ajaran radikalisme dan terorisme. Sebuah stereotip yang bertolak belakang dengan ideologi pesantren. Padahal di pesantren diajarkan dan harus dipraktikkan bagaimana tata cara bermumalah ma Allah (berhubungan dengan Allah), muamalah ma’al bi’ah (berhubungan dengan lingkkungan), dan muamalah maan nas (berhubungan dengan manusia). Maka, tidak mungkin pesantren mengajarkan ajaran tak beradab kepada para santrinya.
Mahir Imtaq dan Iptek
Pesantren merupakan ladang paling strategis untuk menanamkan akhlak kepada para kaum muda. Santri memang tidak boleh membawa HP atau laptop, tapi bukan berarti mereka tidak bisa IT. Memupuk akhlak ke dalam jiwa anak sungguh lebih berat dari pada sekadar menguasai keahlian teknologi. Akhlakul karimah selamanya tidak dapat ditukar dengan kecanggihan teknologi apapun.
Santri saat ini jangan terlalu khawatir terkait masalah informasi dan teknologi. Banyak pondok pesantren sekarang telah merekonstruksi ulang kurikulum dengan menerapkan “almuhafadzatu ala qodim as-sholih, wal akhdu bi jadid al-aslah”, menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Artinya, pesantren zaman sekarag tidak hanya terfokus pada kitab dan ilmu keislaman akan tetapi juga dibekali dengan ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Yang kemudian dikenal dengan istilah pesantren modern.
Menurut Suwendi dalam buku Sang Konseptor Pesantren KH. Muhammad Idris Jauhari (Iwan Kuswandi & Ikhwan Amalih : 2015) pesantren modern berarti pesantren yang selalu tanggap terhadap perubahan dan tuntutan zaman, berwawasan masa depan, selalu mengutamakan prinsip efektifitas dan efisiensi, dan sejenisnya. Namun, moderniasasi pesantren tidak harus mengubah atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren. Demikian pula, nilai-nilai pesantren tidak perlu dikorbankan demi proyek modernisasi pesantren.
Maka dari itu, sampai saat ini pesantren masih menjadi benteng yang dapat menjaga moral bangsa. Penanaman akhlak yang dikombinasikan dengan pengetahun umum serta teknologi diharapkan dapat mencetak manusia berkualitas, cerdas otak, hati, dan tingkah laku. Orang tua harus mengubah cara pandang (world view) bahwa santri bukan lagi manusia konservatif, tapi manusia yang mahir baik secara Imtaq maupun Iptek.
Nasehat KH. Hasan Abdullah Sahal (pimpinan pondok modern Darussalam Gontor) ini cukup menjadi renungan bersama. “Kalo mau punya anak bermental kuat, orangtuanya harus lebih kuat, punya anak itu jangan hanya sekedar sholeh tapi bermanfaat untuk umat, orangtua harus berjuang lebih ikhlas. Anak-anakmu di pondok pesantren tidak akan mati karena kelaparan, gak akan bodoh karena gak ikut les ini dan itu, gak akan terbelakang karena gak pegang gadget.
Insya Allah anakmu akan dijaga langsung oleh Allah karena sebagaimana janji Allah yang akan menjaga al-qur’an. Lebih baik kamu menangis karena berpisah sementara dengan anakmu karena menuntut ilmu agama dari pada kamu nanti kalo sudah tua menangis karena anak-anakmu lalai terhadap urusan akhirat, banyak memikirkan urusan dunia, rebutan harta, pamer rupa, lupa syurga”. Selamat Hari Santri Nasional!

                                                                                                  ———– *** ———–

Rate this article!
Tags: