Santri Jangan Terprovokasi Polemik Hari Santri

2-kakiPemprov Jatim, Bhirawa
Janji Capres Joko Widodo untuk menetapan 1 Muharram sebagai Hari Santri  membuat polemic panjang. Namun Asosiasi Pesantren NU Indonesia justru mengingatkan agar para santri tidak terprovokasi dan teradu domba atas polemic tersebut.
Wakil Ketua Asosiasi Pesantren NU Indonesia KH Fathurrozi,menyatakan  kicauan politikus PKS Fahri Hamzah yang mengkritisi janji jokowi soal hari Santri itu di media sosial (twitter) tidak perlu lagi dibesar-besarkan. Dia mengingatkan kalangan santri agar tidak mudah diprovokasi dan diadu domba pihak-pihak tertentu yang punya kepentingan politik pragmatis.
“Saya minta jangan ada lagi pihak-pihak yang ngompori para santri, supaya situasi menjelang Pilpres lebih kondusif. Saya juga minta para santri supaya tidak mudah bisa diprovokasi juga,” tegas Gus Fahrur-sapaan lekat Fathurrozi, ketika dihubungi via ponselnya, Kamis (3/7).
Gus Fahrur juga tidak merasa dilecehkan atau terpancing dengan kicauan Fahri Hamzah itu. Itu karena dianggap sebagai komoditas elit politik dan statemen-statemen yang muncul tidak ada gunanya bagi kesejahteraan ponpes.
“Ide Hari Santri Itu ide lama dan bukan ide orisinil Jokowi. Itu idenya Gus Thoriq, pimpinan Ponpes Babussalam Banjarejo, Kabupaten Malang. Jokowi tidak paham soal Ponpes, tahu-tahu meneken setuju ide Hari Santri itu,” ungkapnya.
Gus Fahrur yang juga pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Bululawang, Kabupaten Malang ini menjelaskan, sejak 5 tahun lalu, setiap tahun Ponpes Babussalam milik Gus Thoriq itu mengadakan peringatan Hari Santri pada 1 Muharam. Dan pernah dihadiri mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) serta Gus Fahrur sendiri.
Secara pribadi, dirinya memandang persoalan usul penentuan 1 Muharam menjadi Hari Santri bukanlah sesuatu yang krusial dan tidak ada urgensinya. Sebab, 1 Muharam sudah merupakan hari besar, yakni Tahun Baru Islam.
Dia menambahkan, keinginan menjadikan Tahun Baru Islam sebagai Hari Santri justru berpotensi mengecilkan nilai 1 Muharam sendiri. Padahal, lanjut dia, di kultur NU senantiasa diajarkan untuk mendahulukan kepentingan lebih besar ketimbang kepentingan khusus yang eksklusif.
“Maka dari itu, tidak ada yang merespon hingga saat ini ide Hari Santri itu, karena nggak ada urgensinya dan konteksnya apa. Apakah diperingati karena merupakan hari pertama didirikan ponpes di Jawa atau gerakan santri besar-besaran melakukan revolusi? Kan tidak ada. Kecuali Hari Pahlawan yang memang ada pertempuran melawan penjajah pada 10 Nopember 1945 di Surabaya,” jelasnya.
Kalau memang diperlukan ada peringatan Hari Santri, dirinya lebih setuju dilakukan bertepatan saat peringatan momentum Resolusi Jihad NU yang dicetuskan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) saat perjuangan kaum santri terhadap penjajah, bukannya pada 1 Muharam.
“Yang lebih penting sekarang itu perhatian pemerintah kepada ponpes, daripada ribut Hari Santri. Lebih baik ponpes tradisional disetarakan dan BOSDA MADIN (program pemprov Jatim, red) dijadikan program pemerintah pusat. Kemudian, lulusan pesantren diakui pemerintah dan didayagunakan di segala lini. Pembangunan ponpes ditingkatkan seperti pemerintah membangun universitas negeri,” pungkasnya.
Untuk diketahui, kicauan Fahri Hamzah merupakan tanggapan janji Jokowi atas permintaan sejumlah santri saat berkunjung di Pondok Pesantren Babussalam, Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Jokowi umbar janji menjadikan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional jika terpilih sebagai presiden.
Kicauan lalu dilontarkan Fahri melalui akun Twitter-nya @fahrihamzah pada 27 Juni 2014 sekitar pukul 10.40. Di situ ditulis, “Jokowi janji 1 Muharam Hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!” kicau Fahri. Ungkapan sinting itu ditujukan kepada Jokowi, bukan pada ide Hari Santri-nya.  [iib]

Tags: