Sarapan dengan Membaca Koran

Oleh:
Moh Mahrus Hasan
Pengurus PP. Nurul Ma’rifah Poncogati Bondowoso  dan Guru MAN Bondowoso

Judul tulisan ini memang terkesan sangat sederhana, tetapi sangat mungkin berakibat fatal bila mengabaikannya.Mengapa harus sarapan pagi dengan asupan informasi? Dan mengapa mestidari koran pagi? Alasannya adalah, pertama, sarapan informasi sama pentingnya dengan sarapan pagi yang sesungguhnya. Keduanya akan sangat menentukan kualitas aktifitas kita beberapa jam berikutnya. Kalau ada anjuran “Sarapanlah sebelum jam 9!”, maka demikian pula dengan membaca koran. Jika ada himbauan untuk sarapan pagi dengan menu yang sehat dan bergizi, maka tidak kalah pentingnya agar kita juga mengonsumsi informasi yang “sehat dan menyehatkan” dari koran di pagi hari.
Siapapun kita, sarapan informasi dan berita yang sehat dari koran saat fresh di pagi hari akan sangat menentukan alur pikir dan ritme aktifitas kita dalam seharian.Terlebih bagi Anda dengan “master status” yang berhubungan dengan kepentingan publik.Informasi pagi akan membantu Anda menentukan kebijakan dan langkah-langkah selanjutnya. Disadari atau tidak, Anda akan membentuk “leader opinion”dalam benak Anda. Syukur-syukur, Anda akan menyebarluaskan opini, gagasan, dan ide baik yang menyangkut hajat hidup orang banyak ke publik melalui koran. Anda pasti dapat acungan jempol. Dan masyarakat akan sangat welcome dan meresponnya.
Kedua, kita membutuhkan media massa, khususnya koran cetak maupun onlineyang menyajikan informasi yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tentu salah satu manfaatnya adalah menangkal merebaknya hoax (turn back hoax) yang sedang digencarkan oleh pemerintah bersama seluruh eleman masyarakat. Berkaitan dengan ini, Jimmy Silalahi, salah satu anggota Dewan Pers, mengatakan bahwa sudah ada 77 media massa cetak dan online yang sudah diverifikasi, dan masih akan terus dilakukan verifikasi. (Sumber: Metro TV, 6-2-2017. Bandingkan  dengan data yang dirilis Jawa Pos edisi 6 Pebruari 2107 yang mencantumkan angka 74!).
Terlepas dari perbedaan jumlah data media massa yang sudah diverifikasi oleh Dewan Pers tersebut, kita harus mengapresiasinya. Setidaknya, dengan verifikasi tersebut, kita akan mengetahui mana media massa yang sesungguhnya dan yang abal-abal. Terlebih saat ini, dengan ribuan media cetak dan online, pastinya kita disuguhi melubernya berita dan informasi. Nah, salah satu tujuan verifikasi itu adalah untuk meredam berita bohong (hoax) yang marak beredar di jagad pemberitaan, utamanya melalui media sosial (medsos) dan media online non-pers.
Harus diakui bahwa medsos dan media online non-pers itu ada sisi manfaatnya. Tetapi, kita mesti tahu pula bahwa keduanya adalah termasuk media informasi yang paling rentan disusupi hoax dan digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Kedua jenis media digital berbasis internet ini telah beralih fungsi dari sarana informasi (edukasi), penampung aspirasi, dan hiburan, menjadi alat penebar berita dan informasi palsu (hoax), penebar kebencian, fitnah dan adu domba antar netizen.
Berkaitan dengan penyalahgunaan fungsi dua media informasi berbasis internet ini, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, meminta publik untuk tidak menelan mentah-mentah informasi di medsos karena kebenaran berita dan informasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan, tidak memiliki kaidah jurnalistik, dan tidak ada unsur cover both side-nya.Masih ingatkah pembaca tentang harga rokok yang mencapai 50 ribu per-bungkus yang ramai diberitakan di medsos beberapa waktu yang lalu? Sungguh menghebohkan dan meresahkan masyarakat, khususnya bagi para “ahli hisap” seperti saya.
Maka, kita sangat berharap koran menyuguhkan informasi dan berita akurat dan valid. Tidak ada salahnya koran meniru program siar salah satu televisi swasta nasional yang meluruskan informasi palsu dan berita bohong yang terlanjur viral dan menjadi trending topic di medsos atau di grup aplikasi chatting. Mengenai halaman, kolom, atau rubriknya, silahkan diberinama “Benar atau Salah”, “Fakta atau Bukan”, “Benar atau Hoax”, “Asli atau Palsu”,dan lain sebagainya.
Masyarakat tentu berharap media mainstream, Harian Bhirawa misalnya, menjadi penyaring dan pembersih (clearing and cleaning) informasi, sehingga aman dan nyaman dikonsumsi publik. Dengan demikian, pihak-pihak yang akan menebar kejahatan hoax-nyaakan berpikir berulang kali, bahkan bisa mengurungkan niat jahatnya itu. Saya yakin masyarakat lebih percaya ulasan media harian ini dibandingkan dengan postingan netizen di medsos. Dan pastinya,Harian Bhirawa tidak akan mengorbankan kepercayaan pembaca setianya dengan menyajikan informasi yang abu-abu, apalagi palsu. Sebab harga sebuah kepercayaan tidak bisa dibeli atau ditukar dengan apapun.
Dan ketiga, diperlukan edukasi menggunakan media digital berbasis internet. Di Indonesia, pengguna internet mencapai 132 juta, 86 % diantaranya berada di Pulau Jawa. 30 % atau 24 juta dari jumlah itu berasal dari Jatim. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis data bahwa pengguna Face Book di Indonesia menempati nomor empat dunia dan Twitter di nomor tiga dunia.
Berkaitan dengan ini, Wagub Jatim H. Saifullah Yusuf mengingatkan generasi muda agar menggunakan internet secara sehat, dengan tiga cara: 1). Gunakan internet untuk sesuatu yang produktif. 2). Sadari dampak negatif internet, dan 3). Tingkatkan keilmuan dan keterampilan dengan internet. (Harian Bhirawa, 31-1-2017)
Pastinya, edukasi tentang akibat hukum karena komunikasi di dunia maya yang salah harus terus diintensifkan. Khalayak luas mesti disadarkan dengan konsekuensi diterapkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena saya yakin mayoritas mereka tidak mengetahui, terlebih memahaminya.
Akhirnya, selamat membaca koran pagi Harian Bhirawa. Semoga berkah!

                                                                                           ————– *** —————

Rate this article!
Tags: