Satgas Pangan Polda Pantau Distribusi Telur dan Daging Ayam

AKBP Rama S Putra [abednego/bhirawa]

Polda Jatim, Bhirawa
Meski Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah tingginya harga telur dan daging ayam disebabkan dugaan aksi penimbunan, hal itu tidak menyurutkan Tim Satgas Pangan Polda Jatim dalam memantau rantai distribusi telur dan daging ayam. Pemantauan dilakukan dari tingkat produsen hingga pedagang di pasar.
“Tim sudah turun di lapangan untuk memantau dari produsen, khususnya di Blitar yang menjadi sentra ternak ayam. Pengecekan juga dilakukan hingga distribusi baik melalui transporter, agen hingga pedagang di pasar,” kata Kasubdit Indagsi Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Rama S Putra, Kamis (19/7).
Rama menjelaskan, tim akan melakukan wawancara untuk memintai keterangan mulai dari produsen hingga pedagang. Tujuannya untuk mengetahui dan mencari tahu selisih harga dua komoditi dua kebutuhan pokok tersebut.
“Kami ingin mencari tahu selisih harga dari tiap rantai distribusi. Jika ada yang mengambil margin (selisih, red) harga yang paling besar keuntungannya dari kesulitan masyarakat selaku konsumen telur, maka bisa dilakukan tindakan,” jelasnya.
Penindakan tegas itu, lanjut Rama, juga mendapatkan perintah langsung dari Kasatgas Pangan Nasional Irjen Pol Setyo Wasisto yang juga Kadiv Humas Mabes Polri. “Kasatgas Pangan Pusat memerintahkan pada Kasatgas Pangan Daerah termasuk Satgas Pangan Jatim untuk melakukan pengecekan rantai distribusi telur dan daging ayam. Kalau ditemukan penyimpangan akan dilakukan penegakan hukum yang tegas dan terukur,” ungkapnya.
Masih kata Rama, lonjakan harga telur terjadi dalam beberapa hari terakhir. Sesuai data dari Disperindag Jatim melalui Siskaperbapo Online, harga telur ayam ras kini sekitar Rp 25-26 ribu per kg. Kenaikan cukup signifikan karena sebelumnya harga berkisar Rp 20 ribu per kg. Sedangkan daging ayam broiler kini mencapai Rp 36 ribu per kg dari harga sebelumnya Rp 32 ribu per kg.
“Kami memantau kenaikan harga itu dari Siskaperbako Disperindag Jatim yang memantau harga komoditi secara online. Kami cek harga terendah dan tertinggi untuk dapat menemukan mungkin kenapa harga bisa naik. Sementara anggota di lapangan juga memastikan itu,” paparnya.
Menurutnya, kenaikan paling dirasakan oleh masyarakat yang membeli telur dan daging ayam di pasar. “70 persen masyarakat kita ini beli daging ayam dan telur ke pedagang (pasar, red). Sebanyak 30 persen lainnya ke pasar modern yang sudah ditentukan HET-nya (Harga Eceran Tertinggi). Jadi rantai distribusi ke pedagang ini kami pantau,” ujarnya.
Ditanya kemungkiinan adanya penimbunan telur dan daging ayam, Rama sedikit meragukan kemungkinan tersebut. “Jika penimbunan telur, tidak bisa dalam waktu yang lama karena cepat rusak. Bukan tidak ada kemungkinan namun apabila ada yang berbuat culas (melakukan penimbunan, red) hingga menyebabkan kenaikan harga di pasar, pasti akan kita tindak,” tegasnya.
Sebagai langkah preventiv, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengantisipasi lonjakan harga agar dapat segera diatasi. Tentunya koordinasi dengan Dinas Perdagangan dan Pertanian untuk menyikapi kenaikan harga.
“Sudah koordinasi juga dengan Plt Kadisperindag Pak Drajat (Drajat Irawan, red). Salah satu upaya ke depan untuk bisa mengendalikan harga melalui operasi pasar. Namun itu domain dari Disperindag yang terus kami koordinasikan,” pungkasnya. [bed]

Tags: