Satpol PP Ancam Penambang Liar Penjara 10 Tahun dan Denda Rp10 Miliar

Kasatpol PP Jatim Budi Santosa bersama pihak PJT dan TNI-Polri saat memasang papan peringatan larangan untuk semua jenis penambangan liar di sekitar Jembatan Ngantru Tulungagung. dok Satpol PP Jatim

Surabaya, Bhirawa
Maraknya penambang pasir liar di kawasan Jembatan Ngantru Kabupaten Tulungagung membuat TNI, Kepolisian dan Perum Jasa Tirta (PJT) bersama Satpol PP Jatim dan LSM memantau kawasan tersebut dan melakukan sosialisasi pemasangan tanda peringatan semua jenis penambangan liar diancam hukuman maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp10 miliar.
Menurut Kepala Satpol PP Jatim Budi Santosa, kondisi di sekitar Jembatan Ngantru sudah sangat memprihatinkan karena banyak ditemui lubang galian pasir.
Bahkan 50 meter dekat sebelah jembatan juga terdapat lubang penggalian pasir dan jika kondisi ini dibiarkan bisa membuat jembatan itu roboh.
“Kami mendapat laporan dari Kader Penegak Perda kalau di kawasan itu ada kegiatan penambangan dan setelah dicek ternyata kegiatan penambangan itu tidak berizin,” kata Budi Santosa saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (17/6).
Atas dasar kondisi sungai Brantas yang semakin buruk itulah,Perum Jasa Tirta (PJT) selaku pengelola DaS Brantas mulai aktif melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan dini masalah penambangan pasir liar di sepanjang Sungai Brantas.
Salah satunya, yakni dengan melakukan sosialisasi dan pemasangan tanda peringatan bahwa semua jenis penambangan material tanah, batu, sirtu maupun tanah urug tanpa disertai izin yang sah dilarang oleh negara dan diancam hukuman maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp10 miliar.
Pemasang papan peringatan itu disaksikan pihak PJT bersama Satpol PP Provinsi Jatim dan aparat keamanan setempat. Sementara itu dikutip dari Antara, Dasar Sungai Brantas yang membentang mulai Blitar hingga Tulungagung, Jatim, mengalami penurunan antara 5-10 meter selama kurun dua tahun terakhir akibat aktivitas penambangan pasir ilegal/liar yang berlangsung masif di wilayah tersebut.
“Aktivitas penambangan telah merusak kontur sungai sangat parah karena berlangsung sangat masif dan terus-menerus,” kata Kepala Sub Divisi I/3 Perum Jasa Tirta I Wonorejo Hadi Witoyo di Tulungagung).
Kondisi paling parah diyakini terjadi setidaknya di 15 titik konsentrasi galian tambang pasir liar di wilayah Ngantru, terutama timur Jembatan Ngujang, Ngunut dan Rejotangan.
Aktivitas penambangan pasir di tiga daerah ini, khususnya Ngantru memang nyaris tidak terkendali. Selama lebih dari tiga tahun, aktivitas penambangan pasir ilegal atau luar itu dilakukan terbuka tanpa sekalipun tersentuh penindakan aparat, baik kepolisian maupun Satpol PP Jatim.
Volume pasir yang ditambang setiap hari diperkirakan lebih 300 ritase (asumsi 100-an truk dengan frekuensi pengangkutan sehari tiga kali) dengan masing-masing pengangkutan mencapai rata-rata 5-7 kubik.
“Volume yang ditambang bisa dihitung sendiri kalau dengan gambaran kasar seperti itu,” kata Hadi Witoyo. [wwn]

Tags: