Satpol PP Kota Probolinggo Gencar Razia Penyakit Masyarakat

Gelar pesta miras sejumlah remaja di garuk Satpol PP.

Pemkot Probolinggo, Bhirawa
Upaya pemerintah daerah kota Probolinggo untuk terus membangun ruang terbuka hijau yang ramah masyarakt terus digencarkan. Salah satunya dengan melakukan razia penyakit masyarakat (Pekat) semisal penyalahgunaan ruang terbuka hijau untuk hal negative seperti mojok berdua-duaan oleh pasangan muda-mudi, mabuk mabuan dan ngelem .
Dalam opearsinya petugas Satpol PP Pemkot Probolinggo mengamankan empat pasangan yang tengah asyik mojok di areal Taman Maramis, Kanigaran. Di mana razia ini merupakan kegiatan rutin untuk menindak penyakit masyarakat (pekat) yang mengganggu kenyamanan warga. Hal ini diungkapkan Kasi Ops Satpol PP Kota Probolinggo Hendra Kusuma, Senin 2/4.
Petugas lantas mengamankan empat pasang muda-mudi yang diduga berbuat mesum di Taman Maramis. “Dari empat pasang itu, dua pasang tidak membawa identitas diri. Mereka langsung kami bawa ke kantor. Mereka dibina, didata, dan dipanggil orang tuanya,” ujar Hendra.
Hendra mengatakan, makin sering dilakukan operasi, dapat memberikan dampak yang positif. “Kami berharap masyarakat juga dapat bekerja sama dengan baik. Salah satunya selalu memberikan informasi jika ada lokasi baru yang digunakan untuk pesta miras maupun untuk pacaran di tempat-tempat gelap,” katanya.
Di hari yang sama enam remaja berhasil diciduk Satpol PP Kota Probolinggo, mereka diamankan saat asyik menggelar pesta minuman keras. Bersama mereka, aparat penegak peraturan daerah juga mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, dua botol arak oplosan dan satu bungkus obat batuk.
Razia ini merupakan kegiatan rutin untuk menindak remaja maupun pemuda yang mabuk-mabukan. Sebab, secara tidak langsung mereka jadi penyakit masyarakat dan mengganggu kenyamanan warga.
Enam remaja yang menggelar pesta miras itu langsung dibawa ke kantor Satpol PP. “Mereka kami beri pembinaan,” paparnya.
Demikian pula dengan satpol PP kabupaten Probolinggo, meski sudah memiliki Perda Nomor 5/2010 tentang Penertiban dan Penindakan Praktik Prostitusi, namun bisnis esek-esek di Kabupaten Probolinggo tetap eksis. Razia yang dilakukan Satpol PP dan juga kepolisian, tak cukup mampu membendung praktik haram prostitusi yang berkedok warung kopi, tegas Kepala Satpol PP Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi.
Walaupun sudah sejak lama dilakukan penutupan lokalisasi liar tersebut seperti di pasir panjang Desa Binor, Kecamatan Paiton, masih saja buka kembali, mereka baik PSK maupun mucikarinya tidak ada kapok-kapoknya.
Razia demi razia terus digalakkan untuk meminimalisasi bisnis haram tersebut. Namun, hingga kini lokasi-lokasi tempat bertemunya PSK dengan pria hidung belang masih beroperasi. Seolah-olah razia yang dilakukan aparat tak memberi dampak apa-apa, ungkapnya.
Seperti lokalisasi yang ada di Desa Banjarsawah, Kecamatan Tegalsiwalan. Di Kabupaten Probolinggo, total ada 13 titik lokalisasi yang tersebar di 7 kecamatan. Sejauh ini, Satpol PP dan kepolisian hanya fokus pada upaya untuk menekan jumlah PSK. Tidak terlihat upaya konkret dengan melakukan penutupan pada lokalisasi-lokalisasi tersebut, jelasnya.
Jika polisi masih bisa memberi sanksi berupa tindak pidana ringan (tipiring), lain halnya dengan Satpol PP. Aparat penegak perda itu hanya melakukan razia, untuk kemudian diserahkan pada Dinas Sosial (Dinsos) agar PSK mendapat pembinaan. Padahal, dalam perda itu diatur penindakan bisa sampai ke ranah tindak pidana ringan (tipiring). Hanya saja, penindakan tipiring itu terkendala tidak adanya Penyidik PNS (PPNS). Beberapa tahun lalu, Satpol PP punya PPNS, tapi ternyata sudah dipindahtugaskan, terangnya.
Joko -sapaan akrabnya- tidak menampik masih maraknya praktik prostitusi di Kabupaten Probolinggo. Ia juga mengakui selama ini baru bisa melakukan razia. Waktu dirazia, trennya menurun. Selang lama tidak dirazia, kembali naik. Jadi, kami rutin melakukan razia. pada akhirnya lokalisasi tersebut memang harus ditutup. Namun, perlu ada pembicaraan dengan berbagai elemen. Mulai tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat keamanan, pemkab, sampai lini terkecil yakni kelurahan atau desa, tambahnya.(Wap)

Tags: