Satu Abad NU dan Kebangkitan Ekonomi Umat

Oleh :
Dr Fauzi
Ketua PW LP Ma’arif NU Lampung (2012-2017)

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial-keagamaan yang didirikan pada 3 Januari 1926/16 Rajab 1344 H di Surabaya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pendirian NU ini merupakan respons terhadap perkembangan dunia Islam internasional, terutama ketika Saudi Arabia diambil alih oleh Ibnu Sa’ud yang anti pada segala bentuk pemikiran dan kegiatan yang dianggap berbau takhayul, bid’ah, dan khurafat.

Sebagai implementasinya, rezim Ibnu Sa’ud tidak segan menghancurkan berbagai situs Islam seperti makam, petilasan, dan berbagai pola kegiatan ibadah yang dipandang membawa kepada kemusyrikan. Karena itu, sejumlah ulama di Tanah Air membentuk “Komite Hijaz” untuk diutus ke Saudi Arabia guna memprotes sikap dan kebijakan pemerintahan Ibnu Sa’ud tersebut. Komite inilah yang menjadi cikal bakal kelahiran NU.

Peran dan kontribusi Nahdlatul Ulama (NU) dalam memajukan bangsa ini sudah tidak diragukan lagi, bahkan kontribusi NU sudah dimulai sebelum bangsa ini merdeka. Seiring berjalannya waktu, NU semakin menunjukkan perannya di tengah-tengah masyarakat. Peran NU bukan sekadar di bidang sosial, keagamaan, dan pendidikan, melainkan juga di bidang ekonomi. Sebagai organisasi Islam terbesar di republik ini, sudah semestinya NU berperan dalam pemberdayaan ekonomi mengingat masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan.

Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,54% per Maret 2022. Angka ini menurun 0,17 poin dibandingkan September 2021 yang sebesar 9,71%. Berdasarkan daerahnya, persentase penduduk miskin di pedesaan sebesar 12,29% pada Maret 2022. Angka ini turun dari September yang sebesar 12,53%. Sedangkan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 7,50% pada Maret 2022, turun dari September 2021 yang sebesar 7,60%.

Penurunan angka kemiskinan di atas perlu disyukuri sambil terus berupaya agar kemiskinan di negeri ini benar-benar bisa ditekan seminimal mungkin mengingkat persentasenya masih cukup tinggi, lebih-lebih di pedesaan. Karena itu, dibutuhkan peran ormas-ormas Islam dalam upaya menekan angka kemiskinan. Keterlibatan ormas Islam merupakan sebuah keharusan agar lebih banyak lagi masyarakat yang terberdayakan sehingga nantinya mereka mampu keluar dari jurang kemiskinan.

Penggerak Ekonomi Umat

Nahdlatul Ulama (NU) didirikan dengan tiga pilar utama, yaitu Nahdlatul Waton, sebagai semangat nasionalisme dan politik, Taswirul Afkar, sebagai semangat pemikiran keilmuan dan keagamaan, serta Nahdlatut Tujjar sebagai semangat pemberdayaan ekonomi.

Tampaknya Nahdlatut Tujjar yang merupakan pilar pemberdayaan ekonomi belum diimplementasikan secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari kondisis mayoritas penduduk Indonesia yang berada dalam kemiskinan di mana mayoritas dari mereka adalah warga Nahdliyin yang berada di pedesaan. Maka dalam kondisi masyarakat seperti ini, pengembangan ekonomi menjadi satu hal terpenting. Oleh karena itu, perayaan satu abad NU pada 16 Rajab 1444 H yang bertepatan dengan 7 Februari 2023 mendatang harus menjadi momentum kebangkitan ekonomi umat. NU diharapkan dapat menjadi oase atas berbagai permasalahan keumatan, terutama yang berkaitan dengan persoalan ekonomi umat.

Sebenarnya, upaya menggerakkan ekonomi umat sudah mulai tumbuh, dan bahkan tidak sedikit yang dimotori oleh kalangan pesantren. Saat ini sudah banyak pesantren yang mendirikan koperasi atau BMT dengan maksud untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Dewasa ini, pondok pesantren bukan hanya sebagai tempat belajar ilmu agama, melainkan juga sebagai penggerak ekonomi umat.

Salah satu pesantren yang terbilang sukses dalam program pemberdayaan ekonomi umat adalah Pesantren Sidogiri, Jawa Timur. Melalui BMT dan minimarket yang tersebar di berbagai daerah, Pesantren Sidogiri telah banyak membantu masyarakat pedesaan, terutama masyarakat yang selama ini memiliki kendala permodalan untuk menjalankan usahanya. Dalam konteks ini, NU perlu mendorong dan memperkuat koperasi berbasis pesantren sebagai lokomotif ekonomi yang mampu membawa kesejahteraan dan kemandirian umat.

Nahdlatul Ulama (NU) dapat membantu warganya dalam memperluas distribusi dan akses pasar. Dalam hal ini, NU bisa bekerja sama dengan industri ritel sehingga produk-produk koperasi pesantren dan warga Nahdliyin bisa masuk ke ritel tersebut. Selain itu, NU bisa mendorong pihak pesantren dan warganya untuk masuk ke pasar digital, baik melalui toko online pribadi, platform digital milik pemerintah ataupun e-commerce yang sudah ada.

Akhirnya, berbagai upaya Nahdlatul Ulama (NU) ini diharapkan benar-benar mampu membangkitkan ekonomi umat yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan jamaah, jam’iyah, dan masyarakat Indonesia.

———- *** ————-

Tags: