Satu Paku di Padel, Tandai Kelulusan ‘Sangat Memuaskan’

Rektor Universitas 17 Agustus Surabaya Prof Ida Ayu Brahmasari (kiri) menyerahkan tanda kelulusan sebagai doktor kepada Sekretaris Dindik Jatim Dr Sucipto MSi.

Rektor Universitas 17 Agustus Surabaya Prof Ida Ayu Brahmasari (kiri) menyerahkan tanda kelulusan sebagai doktor kepada Sekretaris Dindik Jatim Dr Sucipto MSi.

Kota Surabaya, Bhirawa
Sesibuk apapun pekerjaannya, belajar tetap jadi kegiatan yang diprioritaskan. Yah, itulah Sucipto, Sekretaris Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim yang telah berhasil menyandang gelar barunya sebagai Doktor Ilmu Administrasi dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya. Tak sekadar lulus, nilai sangat memuaskan pun diraih berkat disertasinya tentang implementasi kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pendidikan di Kabupaten Gresik.
Di hadapan sepuluh guru besar Untag Surabaya, Sucipto menundukkan kepala. Bukan karena malu, tapi suasana khidmat yang tercipta lewat iringan lagu berjudul Padamu Negeri saat itu. Prosesi ini menjadi sejarah baru dalam hidup Sucipto. Setelah mendapat tanda kelulusan sebagai doktor dari Rektor Untag Surabaya, lalu dilanjutkan memaku satu tanda di tongkat padel wisuda. “Lega sudah, kewajiban akademik bisa dituntaskan,” tutur Cip, sapaan akrab Sucipto usai mengikuti sidang doktor di Untag Surabaya.
Keberhasilan itu, diakuinya tidak dicapai dengan mudah. Maklum, setumpuk disertasi harus dikerjakan dengan setengah waktu yang tersisa dari segudang tugas kedinasan. Tidur lewat tengah malam menjadi rutinitas yang dilakoni pria kelahiran Magetan, 15 Desember 1962 ini selama enam bulan terakhir. “Mungkin saya baru bisa tidur di ¾ malam. Dan subuh harus bangun,”akunya.
Dengan kondisi lelah, esok harinya, Cip harus kembali berjibaku dengan setumpuk tugas di kantor. Posisi sebagai Sekretaris Dindik Jatim menuntutnya tak sekadar mengurus masalah kantor, tetapi pekerjaan lain yang memungkinkannya ke  luar kota hingga ke luar provinsi. Dan kalau jadwal itu berbenturan dengan kuliahnya, dia menyiasati dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi. “Kan sekarang IT sudah canggih. Jadi dimanfaatkan saja untuk mengirimkan tugas-tugas kuliah,”katanya.
Selama tiga tahun kuliah, Cip menghadapi kesulitan terbesar ketika harus bolak-balik ke Gresik untuk melakukan penelitian CSR di tujuh perusahaan swasta seperti Petrokimia, Semen Indonesia, Smelting, HES dan Unilever. “Jadwalnya harus di luar jam kantor agar tidak mengganggu tugas utama saya. Ini yang agak susah. Saya harus bisa memanaje sebaik mungkin,”tuturnya.
Diakui alumnus Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember ini,  keinginannya melanjutkan studi didorong motivasinya untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi. Dengan demikian, akan dapat dimanfaatkan untuk mendukung tugas-tugasnya sebagai pejabat eselon tiga. Meski tak muda lagi, dia  tak merasa malu dan tak mau kalah dengan mahasiswa yang berusia di bawahnya. “Alhamdulillah dari pimpinan (Kepala Dindik Jatim Harun) juga mendorong saya untuk kuliah lagi, jadi memudahkan saya menjalani ini semua,”tandasnya.
Sebagai pemilik gelar doktor, Cip tak ingin menggunakannya sebagai alat untuk mengejar posisi tertentu di pemerintahan. Sebab, dia berprinsip, gelar akademik adalah untuk meningkatkan kompetensi, bukan posisi. “Jadi karir dan akademik harus dipisah. Karir jalan, tuntutan akademik juga harus berjalan. Karena ilmu harus terus dikembangkan,” tutur dia.
Rektor Untag Prof Ida Ayu Brahmasari mengatakan semangat Sucipto untuk menyelesaikan pendidikan, ketekunannya dalam mengkaji kepustakaan serta sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan pihaknya memutuskan meluluskan Sucipto dengan predikat sangat memuaskan. “Ini gelar tertinggi akademik. Ujian sesungguhnya bukan hari ini tetapi di masyarakat. Harapan kami saudara bisa menghasilkan karya ilmiah sehingga bisa membanggakan almamater,”pesan alumnus Amerika Serikat itu.
Sementara itu, Kadindik Jatim Dr Harun mengaku bangga melihat sekretarisnya bisa meraih gelar akademik tertinggi. “Nantinya sebagai doktor implementasi sesungguhnya ada di masyarakat. Jadi harus bisa menerapkan ilmunya untuk masyarakat,”saran Harun yang juga bergelar doktor.
Harun berharap langkah Sucipto ini diikuti pejabat dan karyawan Dindik lainnya. Dia bahkan meminta seluruh stafnya untuk meningkatkan kompetensi dengan kuliah lagi. “Di era masyarakat Ekonomi Asean (MEA), sarjana dan master saja tidak cukup. Paling tidak harus doktor,”tukasnya. [tam]

Tags: