Satu Persatu Ikon Budaya Surabaya Dihilangkan

Festival Seni Surabaya

Festival Seni Surabaya

Surabaya, Bhirawa
Setelah dipastikan meniadakan pemilihan Cak dan Ning, satu lagi acara budaya ikon Surabaya yang ternyata tidak diberi anggaran oleh Pemkot. Festival Seni Surabaya (FSS), agenda pagelaran seni dan sastra yang sempat membawa nama Surabaya ke kancah budaya nasional ini sudah dua tahun tak terselenggara. Salah satunya karena ketiadaan dana dari pemkot Surabaya.
Keputusan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya untuk menghapus ajang bergengsi ini sangat disayangkan banyak pihak. Mulai dari seniman, pegiat seni, serta Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Wali kota Tri Rismaharini dinilai tak seriusĀ  lantaran mendiamkan penghapusan fetival yang menjadi ikon wisata Surabaya tersebut.
Ketua DKS Chrisman Hadi menyebutkan dihapuskannya FSS sama parahnya dengan penghapusan identitas dan martabat kota Surabaya. Menurut Chrisman, Disbudpar selama ini juga telah salah dalam menilai kesenian dan budaya.
” Disbudpar milihat kesenian dan kebudayaan itu semata-mata sebagai komoditas saja, padahal tidak bisa kesenian dan kebudayaan itu dipandang dengan cara materialistis dan kapitalis,” kata Chrisman pada Bhirawa, Minggu (22/3).
Dirinya menambahkan, sepatutnya seni dan budaya itu harus diperhatikan secara fundamental. Sebab sangat besar pengaruhnya dala membanguna identitas dan martabat sebuah kota bahkan Bangsa. Sebagai stakeholder penyelenggaraan FSS, DKS turut tahu sedikit banyak penyelenggaraan festifal yang menjadi rangkaian hari jadi Surabaya tersebut.
Jika alasan penghapusan FSS adalah berdasar pada efisiensi anggaran maka sangat salah kaprah. Sebab, jika dilihat penyelenggaraan tahun 2014 lalu, FSS hanya dianggarkan sebesar Rp 25 juta. Nilai tersebut menurutnya sangat kecil dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lain dan juga dengan besaran APBD Surabaya yang mencapai Rp 7,3 triliun.
” Dihapusnya FSS dengan alasan efisiensi anggaran itu gombal. Kabupaten Jember saja bisa menggelar even tahunan sampai menyedot wisatawan asing, itu menandakan Pemkab Jember sangat serius dan memperhatikan seni dan budaya yang ada Jember. Wali kota Risma terlalu sembrorno jika memang membiarkan FSS dihapuskan. Ini adalah ajang pesta seninya arek Surabaya kok malah dihapus,” tandasnya.
Ia membandingkan Surabaya dengan Kabupaten Jember. Menurutnya anggaran APBD jember lebih kecil dari Surabaya dengan perbandingan hampir sepertiganya. Namun kota kecil itu mampu menciptakan ajang pariwisata yang mampu menarik perhatian nasional dan internasional. Seharusnya Surabaya bisa belajar dan meningkatkan optimalisasi kegiatan seni yang diadakan. Bukan justru menghapus apa yang sudah ada dan menjadi tradisi.
” Nilai Rp 25 juta itu tidak sebanding dengan biaya sekuriti di Balai Pemuda yang dibayarkan Pemkot dengan anggaran Rp 18 juta pertahun. Acara ini sepele, tapi tidak bisa disepelehkan,” imbuh Chrisman.
Untuk itu, pihaknya kini tengah mendesak DPRD Surabaya untuk bisa membantu mewujudkan penyelenggaraan FSS ini. Baik melalui Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) ataupun penegakan perda. Sebab, menurut Chrisman, tindakan SKPD untuk seenaknya menghapus kegiatan kebudayaan Surabaya lantaran belum adanya perda tentang kebudayaan di Surabaya.
Jika Perda itu dibuat dan disahkan maka pemkot tidak bisa dengan seenak hati dalam menghapus kegiatan-kegiatan yang bernilai seni dan budaya yang sudah menjadi tradisi kota Surabya sendiri.
“Wali kota harus membuktikan bahwa pemkot serius memperhatikan pembangunan dan pengembangan seni budaya. Kalau yang begini saja tidak diperjuangkan, apa bisa disebut peduli? ” sindirnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ada dua poin kebijakan Disbudpar tahun 2015 yang dinilai telah memundurkan kebudayaan Surabaya. Yaitu melakukan penghapusan kegiatan yang sudah dilakukan tahunan, yaitu pemilihan Cak dan Ning, dan juga Festival Seni Surabaya. Hal tersebut baru terungkap setelah ada hearing antara DKS, Disbudpar dengan DPRD Komisi D yang membidangi Kesejahteraan pada minggu lalu.
Sementara itu, mantan ketua panitia festival Seni Surabaya (FSS) tahun 2007 dan 2012, M S Hadiarsa menyanyangkan even yang mampu menarik minat sampai ke warga asing ini tidak diselenggarakan lagi. Menurutnya, FSS ini adalah even yang sangat membangun pribadi bangsa dengan kesenian dan kebudayaan. Karena, semua unsur kesenian masuk dalam agenda tahunan tempat para seniman dan pegiat seni menunjukkan masterpiece karyanya.
” Para seniman dan pegiat seni di even FSS itu bukan hanya dari Surabaya melainkan juga ada seniman dari Perancis, Cina, dan Australia yang ikut dalam ajang ini. Kalau tahun ini tidak diselenggarakan lagi, berarti para seniman dan pegiat seni sudah tidak mempunyai wadah lagi,” ujar M S Hadiarsa ketika dikonfirmasi Bhirawa.
Selain itu, Pria yang kerab di sapa Arsa (Bunga) Baptis dari Teater Lingkar Surabaya ini menuturkan, dari tahun ke tahun even FSS ini semakin merosot. Dilihat dari konsep dan manajemennya juga tidak memperlihatkan persiapan-persiapan. ” Mungkin dari pihak sponsorship juga tidak mendukung kegiatan positif ini. Jadi terkesan tidak ada persiapan,” kata Arsa. (geh)

Tags: