![Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 Pucang, M Sholihin SPd melepaskan karnaval para siswa dengan tema 'Cita-citaku'. [sufendhi d/bhirawa]](http://harianbhirawa.co.id/wp-content/uploads/2014/05/DSC05561-300x225.jpg)
Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 Pucang, M Sholihin SPd melepaskan karnaval para siswa dengan tema ‘Cita-citaku’. [sufendhi d/bhirawa]
Surabaya, Bhirawa
Peringatan Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) yang jatuh pada 2 Mei lalu diperingati dengan meriah oleh siswa-siswi SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya. Selain menggelar upacara bendera pada Jumat (2/5) lalu, juga diisi dengan berbagai lomba dan karnaval mengenakan baju sesuai cita-citanya para siswa.
Diantaranya, siswa yang bercita-cita menjadi anggota TNI harus mengenakan seragam anggota TNI, begitu juga yang ingin menjadi polisi, dokter atau da’I dan olah ragawan. Anak-anak siswa kelas I dan II antusias baju yang dikenakan sesuai cita-citanya. Juga digelar lomba, baca puisi denga tema pendidikan, lomba pidato dengan tema pendidikan, lomba majalah dinding, kebersihan kelas, lomba mewarnai. Diharapkan semua siswa terlibat yang tak ikut lomba diharuskan mengikuti kegiatan lain bersama-sama. Lomba wajib diikuti siswa kelas I , II, III, IV dan V, sedangkan kelas VI difokuskan menyiapkan Ujian Nasional.
Menurut Wakil Kepala SD Muhammadiyah 4 Pucang, Eddy Susanto SPd, tujuan diperigantinya Hardiknas dengan berbagai lomba ini, untuk mengingatkan pada para orang tua dan anak-anak sendiri, bahwa pendidikan adalah sarana untuk menjadikan diri mulia dan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa, membantu anak berakhlak mulia, cinta tanah air, bangsa dan Negara.
”Dengan peringatan Hardiknas diharapkan mengingatkan kembali bahwa pendidikan sarana untuk menjadikan diri kita mulia dan mengangkat harkat dan martabat bangsa. Selain itu, dengan pendidikan maka karakter anak-anak harus terjaga. Karena sejak masih SD (Sekolah Dasar) sudah ditanamkan karakter dan pondasi dasar anak-anak, sehingga pembentukan karakter benar-benar tertanam sejak dini. Caranya, jelas Eddy, melatih anak-anak bekerja sama, melatihnya berinovasi, fastabikhul khoirot atau berlomba-lomba dalam kebaikan,” papar Eddy-sapaan akrabnya.
Juga dijelaskan, berakhlak mulia menjadi tekanan, sebab menjadikan siswa pandai itu mudah. Namun buat apa mencetak siswa pandai tetapi tak berakhlak mulia. Dan untuk membuat siswa berakhlak mulia ini bisa dimulai dari lingkungan sekolah dengan melibatkan berbagia unsur yang mendukung yakni siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua wali murid. Kalau semua unsure bersinergi tak akan sulit membuat anak berakhlak mulai. Sebab, masih banyak orang yang faham pendidikan tetapi masih banyak ditemukan perilaku yang menyimpang dari dunia pendidikan.
”Kesan di masyarakat, pendidikan itu ya akademik saja. Kalau anak pandai di akademik ya pandai di pendidikan, padahal belum tentu. Karena masyarakat terpengaruh kurikulum sehingga lebih menilai dari kecerdasan kognesi (pengetahuan secara akademik), sedangkan kecerdasan secara afeksi (kesopanan) dan kecerdasan psikomotorik (perilaku dan gerak anak) tak dinilai. Padahal kalau dicermati kecerdasan ketiga-tiganya sangat penting dan harus berimbang. Bila ada siswa yang hanya mempunyai kecerdasan kognesinya bagus, tetapi kecerdasan afeksi dan psikomotorik kurang. Maka kecerdasan secara kognesi, afeksi dan psikomotoriknya harus diseimbangkan,” papar Eddy.
Bila kecerdasan yang dimiliki siswa tak seimbang, menurut Eddy, maka sebagai guru harus bisa membuat kecerdasan anak menjadi seimbang. Siswa tak boleh hanya cerdas secara akademik saja, tetapi juga harus mempunyai kecerdasan secara afeksi dan psikomotorik dengan berimbang. [fen]