Sebulan 14 Warga Surabaya Terjangkit HIV/AIDS

jelang-penutupan-dolly-satpol-pp-rajin-gelar-raziaSurabaya, Bhirawa
Praktik prostitusi di Kota Pahlawan terbukti sebagai penyumbang terbesar penambahan jumlah penderita HIV/AIDS. Dari data yang dihimpun di Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya penderita HIV/AIDS setiap bulan di Surabaya sebanyak 14 orang.  Dari 14 orang ini 80 persennya didmoniasi oleh perilaku hubungan seksual sembarangan (free seks, red) dan 20 persen lainnya disebabkan oleh penggunaan jarum suntik.
”Jika dilihat jumlah kasus penderita HIV/AIDS di Surabaya diibaratkan gunung es, jika dilihat dari atas terlihat kecil akan tetapi jika dilihat di kedalam sangat besar,” ujar Kepala Dinkes Surabaya, drg Febria Rachmanita.
Febria mengatakan, keberadaan praktek prostitusi baik yang terlokalisasi dan terselebung berpengaruh terhadap penularan HIV/AIDS. Untuk daerah yang rawan penyebaran HIV/AIDS adalah daerah lokalisasi seperti Dolly.
Daerah tersebut sangat mudah dalam penyebaran HIV/ADIS atau penyakit seksual lainnya seperti kencing nanah (go), raja singa atau sifilis, hingga hepatitis B/C. ”Penyakit ini juga  mengkhawatirkan karena dapat menular ke orang lain,”katanya.
Wanita berkacamata ini mengungkapkan, rencana pemerintah dalam menutup lokalisasi merupakan tindakan yang sangat tepat meski ada sebagian orang menentangnya. Jika dilihat keberdaan lokalisasi tidak menyelesaikan permasalahan penularan HIV/AIDS hal ini disebabkan karena keberadaannya tidak sedikitpun memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Sebagai lembaga pemerintah, kita (Dinkes) Surabaya berusaha keras agar lokalisasi dapat terpanatau dan tertangani dengan baik.   ”Kita rutin mengadakan pemerikasaan HIV/AIDS seminggu sekali atau dua kali, tergantung situasi kondisi  dilapangan,” jelasnya.
Menanggapi pernyataan di atas, salah satu Psikolog Surabaya, Anglis Ayu Anjarsari M.Psi Psikolog mengungkapkan, penyebaran HIV/AIDS di Surabaya kemungkinan juga tidak lepas dari perilaku buruk dari PSK. Banyak PSK yang terjangkit HIV/AIDS masih mau melayani pria hidung belang, hal ini disebabkan karena faktor balas dendam.
”Bisa jadi dulu PSK yang tertular disebabkan karena perilaku pelangannya yang salah (Tidak pakai alat kontrasepsi, red) dan ketika PSK tertular HIV/AIDS maka PSK tersebut akan menularkan ke pelanggan-pelanggan lainnya,” paparnya.
Ke depan Aglis berharap agar pemerintah lebih cepat mengambil keputusan dalam menutup lokalisasi. Menurutnya, keberadaan lokalisasi tidak hanya berdampak terhadap penularan penyakit seksual atau HIV/AIDS terlebih terhadap tingginya tingkat kriminalitas. ”Bisa dipastikan jika disuatu daerah ada lokalisasi maka tingkat kejahatan daerah tersebut akan mengalami peningkatan,” tegasnya. dna

Tags: