Segera, Ganti Rugi Lapindo

LapindoMASYARAKAT korban lumpur Lapindo, pekan ini berharap-harap cemas menunggu penyelesaian ganti rugi. Perpres (Peraturan Presiden) tentang pencairan ganti rugi sudah ditandatangani presiden. Patut cemas, karena hampir sembilan tahun, sudah beberapa kali diterbitkan (perubahan) Perpres, namun ganti rugi belum terealisasi. Termasuk alokasi dari APBN, tidak pernah menuntaskan nilai kerugian (materi) yang diderita masyarakat.
Sudah sering pula, ganti rugi dijadikan komoditas dan “sandera” politik yang menggemaskan. Apa yang telah dilakukan pemerintah dengan (tujuh kali perubahan) Perpres? seolah-olah hanya alat pendingin suasana. Persis seperti misi didirikannya PT Minarak Lapindo. Kata Minarak sering diartikan sebagai akronim  dari “meminimalisir anarkhisme rakyat.”
Kali inipun beberapa persyaratan administrasi wajib dipenuhi oleh masyarakat. Termasuk harus punya rekening bank yang masih berlaku. Syukur, banyak pendampingan dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga masyarakat terbantu. Konon, pencairan bisa dimulai pekan ini. Harus antre pula (untuk tiga ribuan dokumen).
Selama ini masyarakat korban lumpur Lapindo bagai putus harapan, karena janji pelunasan selalu molor. Hal itu terbukti dari ber-ubahnya Perpres tentang skema ganti rugi. Sampai tujuh kali perubahan. Kali ini janji dinyatakan oleh presiden Jokowi seusai pembukaan Musrenbangnas (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional) Jangka Menengah (18 Desember 2014 lalu).
Negara, melalui APBN 2015 turut menanggung kerugian masyarakat akibat lumpur Lapindo. Tahun-tahun sebelumnya (sejak APBN 2010) negara telah menunaikan ganti rugi untuk wilayah luar terdampak. Namun sekarang, wilayah dalam pun ditanggung dalam APBN. Nilainya sekitar Rp 781 milyar, atau sekitar 20% sisa kerugian yang terus molor. Pemerintah luruh juga setelah PT Minarak lapindo menyatakan hands-up, angkat tangan tanda tidak mampu.
Sejak dua tahun silam, ganti-rugi dampak lumpur Lapindo oleh pemerintah dituangkan dalam undang-undang tentang Perubahan APBN 2013. UU tentang P-APBN 2013 itu, tercantum pada pasal 9 ayat (1). Nilainya sebesar Rp 155 milyar, digunakan untuk pembelian tanah dan bangunan diluar peta terdampak di 3 desa melalui BPLS. Sedangkan ganti-rugi didalam area terdampak konon, sepenuhnya menjadi tanggungjawab Lapindo.
Sejak tahun 2007, memang terdapat pembagian beban ganti-rugi. Yakni oleh pemerintah melalui BPLS untuk area luar peta, serta oleh PT Lapindo Brantas Inc., untuk area dalam. Area luar peta (bagian pemerintah), merupakan desa-desa yang tidak terendam, tetapi secara langsung menerima dampak semburan gas bercampur lumpur. Seluruh warga desa sudah dievakuasi, walau rumah dan tanah tidak terendam. Selain karena bau asap, bahaya luberan semburan lumpur bisa terjadi setiap saat.
Negara (pemerintah), mulai terbebani lumpur Lapindo setelah terbit Perpres Nomor 14 tahun 2007. Perpres itu mengatur pemberian ganti rugi tanah milik korban lumpur lapindo oleh negara. Hal itu cukup realistis, karena sumur migas tersebut milik negara, yang sebagiannya di-kerjasama-kan dengan swasta. Pada zaman orde baru, sumur migas ini pernah ditangani oleh grup Humpuss.
Jika dihitung, pengeluaran APBN seharusnya sudah mencapai sekitar 75% dari total kerugian masyarakat. Sisanya (yang 25%, atau sekitar Rp 800 milyar) bisa diberikan oleh perusahaan grup Bakrie sebagai salahsatu pemilik proyek gas bumi Lapindo. Konon pula, sejak tahun 2006 pemerintah telah mengeluarkan dana sebesar Rp 6 trilyun lebih. Anggaran besar dari pemerintah itu diluar pengeluaran dana perusahaan Aburizal Bakrie. Konon juga telah mengeluarkan dana besar dalam jumlah trilyunan rupiah.
Dus mestinya, proses ganti-rugi sudah selesai. Kenyataannya, bagai jauh panggang dari api. Tetapi berapapun jumlah ganti-rugi dampak lumpur Lapindo takkan pernah sebanding dengan kerugian masyarakat. Tiada harta yang bisa menggantikan kultur sosial dan ke-sejerah-an tanah kelahiran.

                                                                                                                     ———- 000 ———–

Rate this article!
Tags: