Sejahterakan Petani di Jatim

Propinsi Jawa Timur baru selesai merayakan Hari Jadi yang ke 77 tahun, sejak dipimpin Raden Mas Soerjo. Kemajuan telah dicapai oleh pemerintahan, dalam berbagai bidang. Termasuk sarana dan prasarana pemerintahan yang semakin memadai. Serta tingkat kesejahteraan pegawai yang semakin “gemuk.” Tetapi tingkat kesejahteraan masyarakat masih harus diperjuangkan lebih keras (karena ukuran kesejahteraan makin meningkat). Terutama setelah kelelap pandemi CoViD-19, serta diguncang wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

Memperingati Hari Jadi ke-77, menjadi saat ini yang tepat pemerintahan propinsi untuk “memberi sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya kepada masyarakat.” Seluruh rakyat Jawa Timur dengan berbagai profesi, telah menyokong pemerintah propinsi. Kalangan petani telah berprestasi sebagai penyangga pangan nasional, dengan menghasilkan padi sebanyak 7,7 juta gabah kering giling (GKG). Sampai akhir tahun 2022 ditaksir bisa mencapai 9,79 juta ton.

Tetapi ironis, nilai tukar petani (NTP), semakin merosot. Pada bulan Agustus 2022, NTP tercatat pada posisi 103,33. Menurun drastis dibanding NTP tahun 2019 yang sudah mencapai 108,52. Artinya, secara ke-konomi-an usaha kepertanian semakin tidak feseable, tidak layak usaha. Maka wajar tidak ada seorang remaja yang bercita-cita menjadi petani. Sehingga nampak potret realita “petani berjuang sendiri.” Hal itu disebabkan berbagai akses permodalan, sulit dijangkau petani.

Problematika yang dihadapi petani, masih tetap seperti yang dahulu. KUT (Kredit Usaha Tani), dan KUR (Kredit Usaha Rakyat), tidak bisa diakses petani. Penyebabnya, aset milik petani di pedesaan yang tidak bank-able. Tidak laku di-jamin-kan sebagai agunan. Akibatnya, banyak petani terjebak rentenir (bank thithil). Semakin memperparah indeks beli (Ib, pembiayaan yang harus ditanggung petani). Sedangkan indeks yang diterima (It, hasil pertanian) selalu jeblok saat panen.

Menanam palawija (jagung, dan kedelai) juga tidak mudah. Saat ini panen hasil jagung di Jawa Timur mencapai 4,4 juta ton pipilan kering. Juga menjadi penyangga nasional. Anehnya, hasil yang melimpah tiba-tiba “menghilang,” jagung langka. Menyebabkan harga pakan naik. Berujung peternak ayam (terutama di sentra ayam, Blitar) kelimpungan. Relitanya, jagung, bukan sekadar food (bahan pangan), melainkan juga feed (pakan ternak).

Peternak ayam harus bersaing dengan pengusaha ternak sapi. Karena tanaman jagung telah dipanen pada usia muda (45 – 65 hari) sebagai tebon. Tanaman muda dipanen, dimanfaatkan seluruhnya (batang, daun, dan tongkol buah) untuk pakan ruminansia (ternak sapi). Sedangkan “jatah” pakan ayam biasanya menunggu sampai usia panen jagung cukup tua (sekitar 100 hari). Niscaya, peternak ayam mandiri kalah cepat dan kalah modal dalam “berburu” jagung.

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Jawa Timur perubahan tahun 2022, menjadi Rp 33,470 trilyun. Meningkat 10,5% dibanding APBD (murni) awal tahun. Tetapi masih jauh jika Perubahan APBD tahun 2019, pada sisi Belanja telah mencapai Rp 38 trilyun. Pandemi selama 2 tahun, menyebabkan per-angka-an APBD Jawa Timur merosot tajam.

Selain pandemi, pada tahun 2022 juga ditambah wabah PMK. Hewan ternak (sapi, kerbau, dan kambing) sebagai aset utama masyarakat di pedesaan, mengalami guncangan hebat. Walau terdampak PMK paling parah, peternak masih berprestasi cemerlang. Saat ini di Jawa Timur masih terdapat sebanyak 4,9 juta ekor sapi (27% populasi nasional). Tetapi sebanyak 576.853 ekor sapi perah (52,31% populasi nasional), harus digantikan seluruhnya.

Tak dinyana APBD tahun 2022, mengalami pertumbuhan cukup besar (5,74% year on year). Kinerja cemerlang masyarakat patut dibalas. Terutama akses permodalan serta modernisasi alat dan mesin pertanian. Juga berbagai hibah.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: