Sejumlah PTN Jajaki Kebijakan Kampus Merdeka

M Nasih

Unair Rancang Kurikulum Multidisplin Ilmu, Unesa Memulai di Tahun 2019
Surabaya, Bhirawa
Usai mengeluarkan kebijakan ‘Merdeka Belajar’ bagi SD, SMP dan SMA. Kini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbu) Nadiem Makarim juga keluarkan kebijakan baru bagi Perguruan Tinggi (PT). Yakni kebijakan ‘Kampus Merdeka’ yang merupakan tindak lanjut dari konsep ‘Merdeka Belajar’.
Tercatat ada empat pokok kebijakan. Diantaranya otonomi pembukaan program studi baru, reakreditasi otomatis dan sukarela, mahasiswa bebas belajar tiga semester diluar program studi dan permudah syarat PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum).
Terkait hal itu, Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof Mohammad Nasih memberikan tanggapannya. Menurutnya, wacana kebijakan reakreditasi otomatis dan sukarela merupakan hal yang wajar. Terlebih bagi fakultas dan program studi yang sudah siap.
“Bahkan program studi yang sudah terakreditasi internasional oleh beberapa orang lembaga, akan ditingkatkan akreditasi internasional dengan lembaga lain yang belum dijajaki. Jadi ini menjadi salah satu hal penting yang sudah dilakukan untuk mendukung kebijakan yang baru,” ujar dia.
Selain itu, kedepan Unair juga akan merancang kebijkan terkait perumusan kurikulum lintas multidisiplin. Di mana mahasiswa ilmu sosial, misalnya, bisa juga belajar ilmu eksakta. ”Dan mahasiswa ilmu eksak juga bisa mengerti ilmu sosial,” tambah dia.
Sementara itu, salah satu wujud nyata yang rencananya akan dilakukan Unair adalah adanya mata kuliah berbasis digital dan program magang di luar negeri atau pertukaran pelajar yang akan menggantikan tugas akhir. Dengan catatan, mahasiswa sudah mengambil semua mata kuliah wajib selama masa perkuliahan. Dan sudah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
“Mahasiswa bisa belajar tanpa adanya ruang dan waktu. Dan itu lebih terlihat flkesibel. Namun kebijakan itu jangan diartikan bebas sebebas – bebasnya. Mahasiswa wajib mengikuti peraturan dari kampus yaitu teratur dan kompeten,” tandasnya.
Kebijakan ‘Kampus Merdeka’ utamanya terkait mahasiswa bebas belajar tiga semester di luar program studi rupanya sudah dimulai Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Dikatakan Wakil Rektor (Warek) I Unesa, Prof Bambang Yulianto juga menjelaskan, sebelum kebijakan yang dicetuskan Mendikbud keluar, pihaknya sudah lebih dulu menggagas konsep kurikulum di Unesa.
“Jadi kebijakan tahun ini mahasiswa boleh mengambil mata kuliah di luar prodi, fakultas atau universitas luar yang kita ada kerjasamanya. Kami menyebutnya kurikulum mayor dan minor. Hanya saja konsep kurikulum kami berlaku 40 SKS. Sedangkan yang digagas Mendikbud sampai semester III,” urainya.
Terkait wacana masa perkuliahan lima semester, Prof Bambang mengaku, jika pihaknya belum memahami betul. Hanya saja, berdasar pemahamannya masa kuliah lima semester untuk pembelajaran di prodi aslinya. Sedangkan sisanya tiga semester ditempuh melalui multidisiplin ilmu.
Hal lain juga yang disorot Bambang, yakni kemudahan syarat PTN-BH. Ia menyebut hingga kini pihaknya masih mempelajari file salinan Mendikbud. Pasalnya, Unesa sendiri juga tengah fokus dalam menyiapkan kampus PTN-BH.
“Nanti setelah kami pelajari dan simpulkan kami akan melakukan semacam workshop di kelompok kami untuk memahami semua peraturan menteri. Kami juga sudah menyiapkan tim terkait perngkajian kebijakan menteri,” tandasnya.

Dorong Pemerintah Wujudkan Road Map Prodi
Kebijakan Kampus Merdeka mendapat sorotan dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi). Dalam kebijakan ini ada empat pokok kebijakan yang dibahas banyak pihak.
Pertama pembukaan program studi baru. Kedua, mengenai sistem akreditasi perguruan tinggi, ketiga adalah fasilitas perguruan tinggi yang statusnya masih PTN Badan Layanan Umum dan Satker untuk mencapai PTN-BH. Dan keempat, hak belajar tiga semester di luar program studi mahasiswa.
Menurut Ketua Aptis I Pusat, Budi Djatmiko, diperlukan adanya roadmap prodi, sehingga kebijakan bisa digunakan dalam jangka panjang. Bukan justru berganti setiap pergantian menteri. Mengingat isu Kampus Merdeka menjadi pembahasan dalam Rapat Pengurusan Pusat Pleno (RPPP) keenam, Selasa hingga Rabu (28-29/1) di Surabaya.
“Terkait pembentukan program studi baru yang terlihat semakin mudah, padahal semakin sulit karena adanya syarat link and match,”urainya.
Budi menegaskan, syarat link and match mengharuskan perguruan tinggi bekerjasama dengan industri yang akan menyerap lulusan dari program studi itu. Syarat ini terbilang timpang karena hanya mewajikan pihak PTS saja, sementara pihak industri tidak. Sehingga ini menjadi masalah karena industri tidak bisa dan tidak diwajibkan untuk menyerap semua lulusan.
Sementara itu, Ketua Aptisi Wilayah VII Jawa Timur, Prof Suko Wiyono menambahkan, Aptisi berharap pemerintah lebih memperhatikan anak – anak bangsa yang mayoritas berada di perguruan tinggi swasta. ”Semoga pemerintah mulai menyadari hal itu sehingga tidak terjadi kesenjangan antara PTN dan PTS,” tutupnya. [ina]

Tags: