Sekali Lagi, Menyoal Peran Orang Tua

Ahmad FatoniOleh :
Ahmad Fatoni
Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Malang

Membaca tulisan H. Darmadi yang berjudul “Revitalisasi Peran Orang Tua dalam Pendidikan” di harian ini (28/07) ada semacam kegalauan melihat kelalaian orang tua yang kurang memerhatikan pendidikan anaknya saat di rumah. Bahkan, praktisi pendidikan juga pemerhati masalah sosial, budaya, dan politik tersebut menyinggung krisis keteladanan yang menjangkiti sebagian besar kaum orang tua belakangan ini.
Apa yang ditulis H. Darmadi itu, mengingatkan pada kisah dalam sejarah Islam tentang Khalifah Umar bin Khattab dengan seorang ayah yang putus asa atas kenakalan anaknya. Suatu hari Umar didatangi oleh seorang ayah beserta anaknya. Sang ayah bercerita kepada Umar betapa dia sudah tidak sabar lagi mendidik anaknya. Si anak diceritakan sangat nakal. Sang ayah lalu meminta Sang Khalifah agar menasehati si anak. Umar kemudian bertanya kepada si anak “Benarkah apa yang dikatakan ayahmu wahai pemuda? Dan jika benar, kenapa kau melakukannya?”.
Ternyata si anak tersebut sudah lama memendam pertanyaan bagi Khalifah Umar, kemudian berkata “Wahai Khalifah, sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku ingin bertanya, adakah kewajiban orang tua terhadap anaknya” Sambil melihat si anak itu Umar menjawab “Ada 3 wahai pemuda. Pertama, memberikan ibu yang baik bagi calon anaknya kelak, sebab ibu yang tidak baik akan membuat malu sang anak di kemudian hari. Kedua, memberikan nama yang baik. Ketiga, memberikan pendidikan Al-Quran (agama).”
Lantas, si anak berkomentar “Ketahuilah wahai baginda, ayahku ini tidak memberikan ibu yang baik bagiku, ayahku juga memberiku nama yang kurang baik (diriwayatkan anak tersebut diberi nama dalam bahasa Arab yang berarti Kelelawar Jantan) dan juga tidak pernah mengajariku satu pun ayat Al-Quran” Menanggapi hal ini Khalifah Umar berkata kepada sang ayah tadi “Ketahuliah wahai orang tua, engkau telah berbuat zhalim terhadap anakmu jauh sebelum dia berbuat nakal terhadapmu”
Pelajaran dari kisah Khalifah Umar di atas, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi hak anak, sekaligus menjadi kewajiban orang tua. Pertama, orang tua wajib berperan sebagai seorang ayah atau ibu yang baik di hadapan anak-anaknya. Kedua, orang tua berkewajiban memberi nama anaknya dengan nama sekaligus maknanya yang terpuji. Ketiga, orang tua hendaknya memberi pendidikan agama sebagai pegangan hidup.
Menyimak kisah Khalifah Umar di atas merupakan salah satu contoh ajaran agama bagi para (calon) orang tua, betapa pendidikan agama sangat penting diberikan kepada anak-anak sejak dini. Melihat tren zaman yang kian amburadul seperti ini, pendidikan agama adalah salah satu pendidikan utama yang bisa mengatasi kenakalan anak-anak. Pendidikan umum memang penting, namun pendidikan agama juga tidak tidak kalah penting.
Dengan demikian, betapa besar tanggung jawab menjadi orang tua dalam mengemban amanah berupa anak. Sangat disayangkan jika di antara para orang tua ada yang salah asuh, sehingga putra-putrinya tumbuh menjadi generasi yang bukan lagi harapan, namun malah menjadi beban dan fitnah dalam sebuah keluarga.
Tantangan Berat
Kenyataannya, sungguh memprihatinkan menyoroti berbagai kasus yang menimpa anak-anak negeri ini seperti membunuh, berzina, dan aneka perbuatan nista lainnya. Kendati masih dalam kategori usia anak-anak, mereka telah mempertontonkan perilaku-perilaku agresif yang tidak lagi bisa dianggap sebagai bentuk “kenakalan” biasa, melainkan sudah menjurus pada prilaku kriminal dan asusila.
Fenomena tersebut merupakan tantangan berat yang menuntut perhatian serius, sebab bukan suatu hal yang mustahil bila kasus-kasus seperti itu akan menjalar ke lingkungan anak-anak kita. Seiring perkembangan media informasi dan teknologi yang begitu canggih, tantangan itu kian besar. Mendidik anak di zaman sekarang ibarat menggiring domba di tengah kawanan serigala, sedikit lengah, habislah domba itu dimangsanya.
Dalam usia anak-anak yang belum stabil dan belum pula memiliki ketahanan, mereka masih dalam proses mencari bentuk dan sangat mudah terpengaruh oleh teman dan lingkungannya. Mereka akan mencari alternatif yang mereka jumpai di sekitarnya yang seringkali mengesampingkan pertimbangan akal sehat.
Sebagai orang tua, kiranya perlu memberikan pilihan terbaik bagi anak-anaknya, agar kepribadian yang mereka miliki juga baik. Dan harus disadari benar bahwa dalam hal ini orang tua memiliki peran yang tidak saja besar, tetapi juga menentukan hitam putihnya seorang anak kelak.
Butuh Keteladanan
Hal yang tak kalah pentingnya dalam pendidikan anak adalah keteladanan dari orang tua dan lingkungan sekitarnya, mengingat kondisi anak yang cenderung ingin meniru setiap perilaku yang terlihat. Sementara ia belum mengerti betul tentang baik dan buruk, belum memahami bahaya yang akan menjerumuskan ke dalam jurang kenistaan.
Penting juga diperhatikan bahwa mendidik anak tidak hanya terbatas mengisi otaknya, tetapi jiwanya juga penting diisi dengan nilai-nilai spiritual religius, sehingga kelak selain cerdas otaknya juga cerdas budi pekertinya.
Sangat disesalkan ada orang tua yang memiliki perhatian besar tentang kepandaian, kecerdasan dan keterampilan anaknya, namun tidak memiliki perhatian yang memadai tentang kondisi jiwanya serta pendidikan rohaniyahnya. Terlebih ada orang tua yang membiarkan anaknya tanpa pengarahan atau bahkan hanya menjejalinya dengan materi tanpa kasih sayang dan nilai-nilai agama.
Di atas segala-galanya, pendidikan yang diterima anak dari orang tualah yang akan menjadi dasar kepribadian anak. Itu sebabnya, orang tua jangan sampai membiarkan pertumbuhan anak berjalan tanpa bimbingan, atau diserahkan bulat-bulat kepada guru sekolah saja, apalagi kepada pembantu di rumah. Inilah kekeliruan yang banyak terjadi dalam kehidupan keluarga kita.

                                                                                             ————————- *** —————————

Rate this article!
Tags: