Sekolah Berharap Standar Gaji GTT Dikaji Ulang

foto ilustrasi

Meski Disubsidi, Kenaikan Terlalu Tinggi
Dindik Jatim, Bhirawa
Rencana pemberian subsidi untuk gaji Guru Tidak Tetap (GTT) SMA/SMK mendapat sambutan positif dari satuan pendidikan di Surabaya. Namun, standar gaji Rp137 ribu per jam dinilai justru akan menjadi beban baru. Sekolah pun berharap adanya kajian lebih mendalam terkait standar gaji sebelum benar-benar ditetapkan.
Kepala SMKN 2 Surabaya Djoko Priatmodjo mengatakan, itikad baik Pemprov Jatim memberikan subsidi untuk membayar gaji GTT patut diapresiasi. Namun, ada perhitungan yang menurutnya perlu disesuaikan. Khususnya terkait standar gaji yang terlampau tinggi dari standar awal yang berlaku di sekolah.
“Semua SMK negeri di Surabaya itu menghitung standar gaji GTT dengan acuan 40 jam mengajar seminggu atau 8 jam mengajar sehari. Nominalnya Rp82.400 per jam,” kata Djoko dikonfirmasi, Minggu (27/8).
Dengan acuan Rp82.400 per jam, setiap bulan pihaknya mengeluarkan anggaran sekitar Rp193 juta untuk menggaji 40 orang GTT. Beban ini bahkan lebih besar dari alokasi 15 persen dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Jika tiap triwulan mendapat pencairan Rp1 miliar dari BOS. Maka alokasi untuk gaji GTT hanya sebesar Rp50 juta per bulan.
“Jadi masih kurang Rp140 juta per bulan dari alokasi dana BOS. Itu masih menggunakan acuan gaji yang sekarang. Kalau pakai standar gaji yang baru Rp137 ribu, selisihnya akan terlalu tinggi,” tutur Djoko. Bahkan jika disubsidi upah dasarnya Rp300 ribu per bulan, kurangnya masih tinggi. Selama ini, beban gaji juga ditanggung dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Djoko berharap, perhitungan standar gaji dapat menggunakan acuan 40 jam. Sebab, 24 jam mengajar hanyalah syarat minimal untuk sertifikasi. Jika dalam satu minggu GTT mengajar selama 40 jam, maka gajinya akan setara UMK Surabaya. “Rata-rata GTT di sini mendapat jam mengajar sekitar 32 jam mengajar. Yang penting cara menghitungnya saja bagaimana. Kalau menghitungnya 24 jam, resiko terlalu tinggi.
Hal senada diungkapkan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Negeri Surabaya Khairil Anwar. Pihaknya mengaku standar gaji yang saat ini berlaku di sekolahnya masih sekitar Rp120 ribu per jam mengajar. “Sekolah memiliki Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Maka standar gajinya sesuai sekolah masing-masing. Tapi kemungkinan masih sesuai standar yang dulu, yakni UMK,” terang Khairil.
Jumlah jam mengajar, lanjut Khairil menentukan besaran gaji GTT setiap bulannya. Karena itu, standar gaji UMK perbulan dibagi 24 jam maka akan ketemu angka Rp120 ribu. “Mudah-mudahan bisa menyesuaikan dengan aturan yang baru,” tutur pria yang juga Kepala SMAN 15 Surabaya ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman mengatakan, perhitungan standar gaji akan tetap menggunakan 24 jam mengajar sesuai standar UU Guru dan Dosen. Standar ini kalau jadi edaran atau pergub akan menjadi pedoman. Tetapi jika sekolah memiliki kemampuan berbeda maka akan disesuai.
“Kalau dipaksakan, apa sekolah yang tidak kuat membayar terus ditutup. Jadi tetap ada kesepakatan antara sekolah denan guru. Seperti halnya kesepakatan antara buruh dengan perusahaan,” tutur dia.
Saiful menegaskan, provinsi membuat standar gaji agar GTT dan sekolah nyaman. Keduanya sama-sama punya kewajiban untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Karena itu, jika akan disesuaikan dengan kondisi sekolah tidak masalah. Hal ini juga sudah dibicarakan dengan satuan pendidikan.
“Memang sudah ada yang bilang kalau tidak mampu menggaji dengan nilai sebesar itu. Dinamikanya pasti akan muncul,” kata Saiful. Dengan adanya standar gaji, lanjut Saiful, GTT layak dibayar sesuai kinerjanya. Karena itu, GTT akan dibuatkan SK agar bisa mendapat subsidi dari provinsi dan 15 persen dana BOS.
“Mau tidak mau GTT akan semakin banyak karena guru PNS yang pensiun tidak ada penambahan lagi. Ini memang sangat menguntungkan bagi GTT karena dapat pengakuan. Tapi tetap ada ukurannya,” pungkas Saiful. [tam]

Tags: