Sekolah Diminta Talangi Gaji GTT-PTT

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Dindik Jatim, Bhirawa
Persoalan rumit seputar gaji Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) SMA/SMK di Surabaya mulai bisa dikondisikan. Ini setelah Dindik Jatim mengumpulkan seluruh kepala SMA/SMK se Surabaya dalam rapat tertutup yang digelar kemarin, Rabu (2/11) kemarin.
Dalam rapat kemarin, kepala sekolah diminta mengondisikan suasana sekolah sebaik mungkin. Termasuk kaitannya dengan persoalan gaji GTT-PTT yang semula bersumber dari Bantuan operasional pendidikan daerah (Bopda). Kepala SMKN 2 Surabaya, Djoko Pratmodjo menuturkan, dalam rapat itu ditetapkan sejumlah langkah untuk mengatasi gaji guru. Diantaranya ialah sekolah diminta tetap mengeluarkan gaji dengan menggunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
“Pengeluaran difokuskan ke dana BOS dulu. Kemudian, sekolah diminta untuk membuat rancangan anggaran minimal untuk tiga bulan terakhir ini,” kata Djoko.
Anggaran itu, lanjut dia, akan dijadikan acuan untuk menyampaikan usulan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tujuannya, mendapatkan payung hukum menggunakan dana BOS untuk keperluan menggaji personel.
Djoko mengakui, penambahan beban dalam BOS dipastikan akan berpengaruh terhadap operasional lainnya. Namun, keperluan untuk gaji merupakan prioritas yang harus diutamakan. ”Yang penting sekarang gaji dulu dan kebutuhan untuk praktikum anak-anak. Fokus itu dulu,” terang dia.
Sementara itu, Ketua PGRI Jatim Ichwan Sumadi meminta Dindik Jatim untuk ikut berjuang seperti halnya yang dilakukan Dindik Surabaya agar bisa mencairkan Bopda. Apalagi, saat ini sedang dalam masa transisi peralihan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi. ”Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya.
Dia mengaku, Pemkot Surabaya berhati-hati dalam mencairkan dana Bopda. Sebab, serah terima P2D (personil, peralatan, dan dokumentasi) kepada provinsi sudah dilakukan pada awal Oktober lalu. Di sisi lain, Dindik Jatim merasa pembayaran gaji untuk GTT dan PTT belum menjadi kewenangannya. Karena itu, butuh sikap kehati-hatian terkait hal ini.
Ichwan mengimbau, Dindik Jatim agar ikut melakukan penelusuran bersama Pemkot Surabaya kepada Kemendagri atau Kemendikbud. ”Supaya tidak terkatung-katung,” jelasnya.
Sebab, urusan gaji memang sangat berkaitan dengan urusan sandang, papan, dan terutama pangan. Kalau tidak terbayar, bisa berdampak luas. Bukan hanya pada nasib guru honorer tapi juga operasional sekolah.
Karena itu, dia mendesak agar pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota untuk duduk satu meja. Yakni, saling memberi informasi dan dukungan. Ichwan mengakui, kemungkinan membayar GTT dan PTT dari dana BOS dari pusat sempat mencuat. Namun, alternatif itu tidak bisa dilakukan.
Sebab, tidak ada ketentuan yang mengatur dana BOS bisa untuk membayar GTT dan PTT. Karena itu, jika memang mendesak, perlu ada payung hukum sementara sehingga dana BOS bisa digunakan untuk GTT dan PTT.
Yang terpenting, jelas dia, ada kesungguhan dari pemerintah terkait untuk bertanggung jawab. Baik mengupayakan agar dana Bopda bisa segera dicairkan ataupun mendesak adanya payung hukum sementara agar dana BOS bisa untuk membayar GTT dan PTT. ”Tergantung kemauan dan komitmen, termasuk pemerintah pusat,” pungkasnya. [tam]

Rate this article!
Tags: