Sekolah Ramah Anak

Oleh :
Moh. Mahrus Hasan
Guru MAN Bondowoso dan Pengurus PP. Nurul Ma’rifah Poncogati Bondowoso

“Sekolah harus diubah menjadi tempat yang menyenangkan, di mana kalau siswa ke sekolah pasti ingin kembali bukan ingin segera pulang,” demikian dikatakan Anies Baswedan,Mendikbud Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014-2016), pada Konferensi Kerja Nasional II PGRI 2015 di Padang, Sumatera Baratpada 24-1-2015 yang lalu. Tentu ada alasan mendasar sehingga ada anjuran yang demikian. Karena faktanya, kerapkali kita disuguhkan pemberitaan media massa tentang banyaknya kasus Kekerasan Terhadap Anak (KTA) di sekolah oleh guru, tenaga kependidikan dan sesama siswa. Padahal dalam UU. No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (PA) pasal 9 (1a) disebutkan bahwa Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Lantas, bagaimana menciptakan kondisi yang ramah di sekolah anak?
Urgensi Sekolah Ramah Anak
Secara filosofis, Ki Hajar Dewantoro menamai lembaga pendidikan yang didirikannya (3 Juli 1922) itu dengan Taman Siswa. Kata ‘taman’ merujuk tempat bermain, tempat yang penuh dengan warna-warni tanaman (bunga) dan aneka keberagamannya. Sedangkan kata ‘siswa’ mengacu pada pebelajar, siswa, murid, dan anak-peseta didik. Paduan kedua kata melahirkan ‘taman siswa’, merangkai konsep tempat yang menyenangkan untuk belajar di segala jenjang sekolah. Menyenangkan secara internal karena siswa bisa bermain dan terhibur dalam pembelajarannya, serta secara eksternal (lingkungan yang dilambangkan dengan warna-warni dan keberagaman bunga).
Peraturan Menteri PP dan PA No. 12 Tahun 2012 mendefinisikan Sekolah Ramah Anak (SRA)adalah sekolah yang mampu menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar, aman, nyaman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menciptakan ruang bagi anak untuk belajar berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman, toleransi dan perdamaian. (Paper TOT KTA Kerjasama UNICEF dan Pemda Bondowoso, 6/9/2012). Hal ini bersanding lurus dengan beberapa hak anak yang wajib dipenuhi, antara lain: Hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan perlindungan, hak untuk berpikir dan berekspresi,serta hak untuk beristirahat, berkreasi, dan bermain.
Tujuan yang terkandung dalam definisi SRA dan hak-hak anak tersebut seyogyanya bisa dipenuhi oleh sekolah. Karena kata Sekolah berasal dari kata escoleyang artinya tempat bermain. Itu berarti sekolah merupakan tempat yang sangat nyaman dan menyenangkan untuk belajar dan bermain atau bermain dan belajar. Sekolah seharusnya bukan “tempat angker” bagi anak.
Lebih lanjut, sekolah harus berfungsi sosial serta berfungsi transmisi dan transformasi kebudayaan. Berfungsi sosial artinya sekolah merupakan tempat berkumpulnya anak didik dari berbagai latar belakang. Mereka belajar berinteraksi dengan guru dan sesama siswa secara serasi. Maka, para guru tidak boleh menjadi “monster” yang menakutkan dan sesama siswa tidak berperan sebagai “tokoh antagonis” di lingkungan sekolah.
Jangan sampai ada keluhan seperti yang diungkapkan oleh Mario dari NTT, “Pengalaman saya waktu saya kelas V SD, ada guru yang jahat sehingga tidak disukai anak-anak karena bapak guru suka memaki-maki anak dengan kata-kata seperti dasar anak bodoh, pemalas, dan lain-lain.” (Paper TOT Pencegahan Kekerasan dalam Sekolah, 27-28/6/2013).
Sekolah sebagai transmisi dan transformasi kebudayaan menjabarkan makna istilah dalam bahasa Yunani, paedagogie, yang berarti “pendidikan”, serta paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak”. (Nanang Martono, 2012: 189). Kedua istilah tersebut mensyaratkan guru menjadi figur dan model panutan. Kata bijak “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” menjadi barometernya. Guru dituntut memberikan contoh bertutur kata dan bersikap yang ramah. Sebab jika tidak, prilaku bernuansa kekerasan yang dilakukan guru ditafsiri oleh siswa sebagai sesuatu yang benar dan boleh ditiru.
Kuat dugaan, guru dengan posisinya yang superior dengan mudah melakukan KTA. Bukan hanya fisik, kekerasan simbolik acapkali juga terjadi. Seperti ucapan atau sebutan yang mengarah pada kondisi fisik siswa yang menjadikannya minder, seperti julukan black atau imut (ireng mutlak; hitam mutlak) bagi berkulit hitam, tower bagi yang sangat tinggi lagi kurus, biksu bagi yang gundul, dan tuyul bagi yang bertubuh pendek kurus. Tidak elok ada olok-olok bagi anak yang bertubuh pendek gemuk dengan semisal, “Bedheh roket dhe’ bere’ dejeh, Be’nah penthet tak gellem rajeh, ada roket arah barat laut, kamu pendek tidak bisa tinggi.”
Melakukan KTA akan menjadi “bumerang” bagi guru itu sendiri. Para siswa di posisinya yang inferior akan melakukan perlawanan diam-diam (silent fighting) yang hanya diketahui oleh sesama siswa, seperti menjuluki guru dengan semampai (semeter tak sampai), bunga (bhutak tengnga: botak tengah), panther (pandhe’ bunther: pendek bulat), skak (bagi guru bernama Catur), Mr. Poin dan lain-lain.
Keterlibatan Keluarga dan Masyarakat
Tetapi pendidikan ramah anak yang diupayakan di SRA juga harus melibatkan keluarga. dan masyarakat. Dalam konsep pendidikan, ada tripusat pendidikan: keluarga, sekolah dan masyarakat. Artinya, harus ada kesepahaman dan kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat terkait pendidikan ramah anak. Karena dari sisi waktu, di lingkungan keluarga-masyarakatlah sebagian besar waktu anak dihabiskan.
Para orang tua/wali perlu mendapatkan informasi yang utuh dan benar tentang cara bergaul yang baik dengan anak. Akan kontra produktif jika anak memperoleh “treatment” pendidikan ramah anak di sekolah, tetapi di luar sekolah anak mendapatkan perlakuan yang tidak ramah. Maka, harus ada edukasi bagi para orang tua agar menjadi orang tua yang baik.
Dengan SRA diharapkan guru, sekolah dan orangtua-masyarakat menjadi-meminjamjudul buku-bukunya Munib Chatib-gurunyamanusia, sekolahnya manusia, dan orang tuanya manusia. Semoga berkah!

                                                                                                    ———-***———-

Rate this article!
Sekolah Ramah Anak,5 / 5 ( 1votes )
Tags: