Sekolah Swasta Favorit

foto ilustras

Ke-gaduh-an yang mengiringi PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) tahun 2020, sudah berlalu. Tidak ada lagi perburuan bangku sekolah negeri. Bedasar realita kependidikan, ternyata, sekolah swasta lebih favorit. Tak terkecuali sekolah berbasis masyarakat keagamaan menjadi sekolah unggulan di daerah. Lebih separuh lulusan SD, serta SMP (dan Madrasah Tsanawiyah) tertampung di sekolah swasta. Namun diharapkan yayasan pengelola sekolah swasta tidak mematok biaya sekolah mahal.

PPDB diatur dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2019. Gaduh PPDB terjadi (terutama) di Jakarta, berkait persyaratan “pertimbangan” usia calon peserta didik. Yakni, manakala persyaratan jarak rumah tinggal (jalur zonasi) sama dalam hitungan meter, serta “adu” nilai rapor juga sama baik. Maka pertimbangan usia menjadi timbangan terakhir, yang lebih tua (dibanding usia normal) diutamakan. Pertimbangan usia untuk memenuhi “keadilan” kesempatan pendidikan,

Diduga, usia yang lebih tua disebabkan terlambat sekolah ketika masuk kelas 1 SD, disebabkan faktor ekonomi (keluarga miskin), dan faktor pelambatan lain. Misalnya keter-isolasi-an tempat tinggal, dan karena sakit. Pertimbangan faktor usia sesuai amanat konstitusi. Tercantum dalam UUD pasal 28C ayat (1), dinyatakan, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, ….”

Amanat konstitusi di-adopsi dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 4 ayat (1), dinyatakan, “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.” Maka PPDB yang diatur dalam Permendikbud 44 tahun 2019 telah sesuai konstitusi dan UU Sisdiknas. Kecuali PPDB Jakarta yang “mengubah” prosentase lebih rendah (40%).

Keriuhan pendidikan terjadi menjelang tahun ajaran baru 2020 terjadi pada tingkat SMP (dan sederajat), dan SMTA. Cukup “menggetarkan” emosi orangtua murid sampai mengunci (segel) pintu gerbang sekolah tujuan. Terasa, tiba-tiba calon siswa dengan prestasi akademik tinggi, tidak dihargai. PPDB bagai tidak menggunakan nilai prestasi akademik (hasil ujian sekolah, dan nilai rapor). Melainkan hanya menggunakan “meteran” yang dipungut dari google maps, dan usia tua.

Sistem PPDB baru juga menghapus status “sekolah favorit” yang tidak dikenal dalam undang-undang. Dulu, sekolah favorit hanya bisa dinikmati oleh calon peserta didik dengan nilai akademik tertinggi, karena mampu mengikuti bimbel (bimbingan belajar) yang mahal. Melalui jalur zonasi, “sekolah favorit telah terhapus.” Begitu pula kelebihan sarana dan prasarana pada sekola favorit, dulu, merupakan sokongan orangtua murid. Saat ini, seluruh sekolah bisa menjadi favorit, dengan sokongan orangtua murid.

Namun sesungguhnya terdapat “hikmah” PPDB dengan sistem baru (zonasi dan pertimbangan usia). Sejak PPDB tahun (2019) lalu, menunjukkan realita, gedung sekolah (dan ruang kelas) kurang! Pemerintah propinsi serta pemerintah kabupaten dan kota yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Berdasar UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah dilakukan pembagian kewenangan urusan Pendidikan.

Pemerintah Kabupaten dan Kota bertanggungjawab terhadap pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP). Sedangkan pemerintah propinsi bertanggungjawab terhadap jenjang sekolah lanjutan. Seyogianya, pemerintah propinsi, serta pemerintah kabupaten dan kota segera membangun sekolah baru. Setidaknya menambah ruang kelas. Bahkan saat ini setiap penyelenggara pendidikan (pemerintah dan swasta) berkewajiban menyesuaikan dengan protokol kesehatan.

Sampai tahun 2019, ruang kelas berisi 40 murid. Saat ini harus diubah, maksimal 20 peserta didik. Niscaya, dibutuhkan kelas baru (dan sekolah baru).

——— 000 ———

Rate this article!
Sekolah Swasta Favorit,5 / 5 ( 1votes )
Tags: