Sekolah Swasta Masih Pikir-pikir Naikkan SPP

Kondisi dilematis melanda SMA/SMK lantaran Bopda yang menjadi salah satu sumber keuangan sekolah dihentikan Pemkot Surabaya pasca pelimpahan SMA/SMK ke provinsi. Ke depan menaikkan SPP bakal menjadi solusi untuk mengatasi masalah ini.

Surabaya, Bhirawa
Situasi dilematis dialami sekolah-sekolah swasta pasca pelimpahan SMA/SMK dari Surabaya ke provinsi. Ini lantaran Bantuan operasional pendidikan (Bopda) yang menjadi salah satu sumber keuangan sekolah dihentikan Pemkot Surabaya. Untuk menaikkan besaran SPP, pihak sekolah pun masih bimbang.
Seperti diungkapkan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Swasta Surabaya Akhmad Fauzi. Pihaknya mengaku sampai saat ini belum berani menaikkan besaran SPP di sekolahnya. Itu bukan berarti tidak akan menaikkan, tapi masih harus dipikir matang-matang. “Masih bertahan dengan SPP Rp 200 ribu per bulan. Bukan berarti tidak akan (menaikkan SPP) lho ya, tapi masih belum,” terang dia saat dikonfirmasi, Rabu (2/2).
Menurut dia, jika harus menyesuaikan kebutuhan anggaran sekolah, maka semestinya SPP asli ditambah dengan besaran Bopda Rp 152 ribu per bulan. Maka totalnya siswa harus membayar SPP sebesar Rp 352 ribu. Tapi hal itu tidak mungkin dilakukan mengingat kondisi ekonomi masyarakat. “Kita sangat dilematis. Karena itu, perlu analisa yang benar-benar tepat dengan melihat kemampuan orangtua,” tutur pria yang juga Kepala SMK IPIEMS Surabaya ini.
Saat ini, Fauzi mengaku sekolahnya masih memiliki sarana prasarana yang 95 persen kondisinya baik. Karena itu, pihaknya sementara ini masih bisa mengandalkan kemampuan sekolah untuk menutupi kekurangan. Namun, hal itu juga tidak bisa berlangsung terlalu lama. Mengingat, sarana prasarana pembelajaran juga membutuhkan perawatan dan maintenance. “Kemungkinan tahun ajaran baru nanti akan kita naikkan,” kata Fauzi.
Menurutnya, MKKS juga tidak bisa menyepakati besaran yang berlaku sama untuk semua SMK swasta di Surabaya. Sebab, besaran SPP berbeda-beda berlaku sesuai komunikasi antara sekolah dan yayasan. “Kami juga untuk menaikkan SPP ini harus berkomunikasi dulu dengan yayasan,” jelas Fauzi.
Lebih lanjut Fauzi menjelaskan, kepala sekolah memang harus terampil mencari kerjasama untuk menambah kekuatan anggaran sekolah. Sehingga tidak hanya mengandalkan sumber dari SPP semata. Namun, terkait hal ini pemerintah semestinya juga bisa memfasilitasi agar sekolah dapat mengakses bantuan dari pihak luar, perusahaan misalnya.
Kemampuan untuk bertahan seperti ini memang tidak dialami semua sekolah. Di SMA Dr Soetomo Surabaya misalnya, tahun ini SPP yang sebelumnya Rp 150 sampai Rp 200 ribu akan naik menjadi Rp 300 ribu rupiah. Peningkatan besaran SPP itu terjadi juga karena alasan tidak lagi mendapatkan Bopda.  “Dulu dapat sekarang tidak dapat, ya terpaksa kami naikkan,” terang Kepala SMA Dr Soetomo I Nengah Sudiana.
Dikatakannya, kenaikan itu sebagai antisipasi naiknya pengeluaran sekolah. Seperti dana operasional hingga gaji para guru. Apalagi, berbeda dengan negeri, mayoritas guru swasta digaji oleh yayasan. Sehingga jika tidak ada keseimbangan pemasukan dari wali murid dan pengeluaran sekolah, tentu sekolah akan kesulitan mengembangkan program.
Saat ini, di SMA Dr Soetomo jumlah guru mencapai 60 orang. Dari jumlah tersebut, rata-rata gaji berada di bawah angka Rp 2 juta. Jumlah tersebut juga disesuaikan dengan jam mengajar guru yang terbilang banyak. Kalau dapat sedikit, guru hanya memperoleh sekitar Rp 1 juta. “Dengan tarikan sebesar itu saja, sekolah belum bisa menggaji guru sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR). Apalagi kalau diturunkan lagi SPP-nya,” pungkasnya. [tam]

Tags: