Sektor Pertanian Pascapilpres

Sutawi Amsterdam IMG_4116Oleh :
Dr Sutawi

Dosen Magister Agribisnis Universitas  Muhammadiyah Malang (sutawi@umm.ac.id).

Pemilu presiden 9 Juli 2014 tidak hanya memilih presiden dan wakil presiden yang akan menjalankan roda pemerintahan Indonesia lima tahun ke depan, tetapi juga menentukan arah pembangunan nasional, termasuk sektor pertanian.
Sektor pertanian masih memiliki peran penting dalam pembangunan nasional, yaitu menyumbang 14,44 persen terhadap PDB, sumber mata pencaharian bagi 39 persen (97,5 juta) penduduk, dan sumber pangan bagi 250 juta penduduk Indonesia. Di balik itu, sektor pertanian menyimpan berbagai permasalahan. Masa depan pertanian sangat tergantung pada visi, misi, dan aksi presiden terpilih dalam mengatasi permasalahan pertanian.
Pertama, ancaman krisis pangan. Produksi sejumlah bahan pangan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat ini ketergantungan Indonesia terhadap pangan impor mencapai 100 persen untuk gandum, 78 persen kedelai, 72 persen susu, 54 persen gula, dan 18 persen daging sapi (Khudori, 2013). Pada 2013 Indonesia mengimpor jagung sebanyak 3 juta ton senilai Rp 9 triliun, kedelai 1,2 juta ton senilai Rp 9,6 triliun, dan sapi bakalan 400.000 ekor senilai sekitar Rp 5,04 triliun. Ketergantungan pangan impor masa mendatang diperkirakan semakin besar karena terjadi kemerosotan produksi, baik akibat penyusutan lahan pertanian maupun pemanasan global.
Kedua, lahan pertanian semakin menyempit. Selama 15 tahun (1992-2006) laju penyusutan lahan pertanian mencapai 1,935 juta ha atau 120.000 ha per tahun. Konversi lahan pertanian tersebut dua kali lebih luas daripada target pencetakan sawah baru sekitar 60.000 ha per tahun. Pada periode 2007-2010 laju konversi lahan di Jawa bahkan mencapai 200.000 ha per tahun. Padahal, meskipun luasnya hanya 6 persen dari luas Indonesia, Jawa menyumbang antara 50-70 persen produksi berbagai komoditas pangan nasional. Dengan rata-rata konversi lahan sebesar 120.000 ha per tahun, maka lahan pertanian Indonesia seluas 7,75 juta ha akan habis dalam 65 tahun mendatang.
Ketiga, anggaran pembangunan pertanian semakin sedikit. Dalam RAPBN 2014 alokasi anggaran untuk Kementerian Pertanian hanya 2,5 persen (Rp 15,47 triliun). Anggaran tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada era Orde Baru. Keberhasilan Orde Baru mencapai swasembada pangan pada 1989 adalah berkat keseriusan menggarap sektor pertanian dengan anggaran hingga 17 persen dari APBN. Akibat dukungan anggaran yang kurang, target pemerintah mencapai swasembada pangan (jagung, kedelai, gula, dan daging) tahun 2014 menuai kegagalan.
Keempat, kredit pertanian semakin sulit. Bank Indonesia mengungkapkan penyaluran KUR ke sektor pertanian hanya 7,73 persen (Rp 40,70 triliun) dari Rp 526,4 triliun kredit untuk UMKM tahun 2012. Padahal, sesuai target pemerintah 50 persen KUR seharusnya disalurkan ke sektor produktif, khususnya pertanian. Dari Rp 40,70 triliun untuk sektor pertanian itu, sektor pangan hanya mendapat 8 persen, hortikultura 6 persen dan peternakan 17,94 persen, sedangkan 56,29 persen disalurkan ke sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan tebu. Rendahnya penyaluran kredit di sektor pertanian disebabkan sektor ini dinilai pihak perbankan memiliki risiko tinggi, seperti sering gagal panen, fluktuasi harga, dan faktor cuaca, serta sangat sulit menghitung cash flow secara akurat, dan tidak memiliki jaminan yang memadai.
Kedaulatan Pangan
Pasangan Prabowo-Hatta mendeklarasikan visi, “Membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta bermartabat”. Visi tersebut dijabarkan dalam 3 misi, 8 agenda, dan 78 program nyata. Pada agenda II terdapat 3 program yang berkaitan dengan masalah anggaran pembangunan dan kredit pertanian. Pasangan nomor urut 1 ini akan memprioritaskan peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan pertanian (II.1), mendorong perbankan dan lembaga keuangan untuk memprioritaskan penyaluran kredit bagi petani, peternak, dan nelayan (II.2), dan mendirikan Bank Tani dan Nelayan yang secara khusus menyalurkan kredit pertanian, peternakan, dan perikanan (II.3).
Masalah penyusutan lahan pertanian dan kerawanan pangan akan diatasi melalui reformasi agraria (II.8), mencetak 2 juta lahan baru untuk meningkatkan produksi pangan (III.1), mendorong industri pengolahan pangan (III.2), mendorong produksi dan konsumsi susu, telur, ikan, dan daging (III.3), membangun pabrik pupuk urea dan NPK milik petani (III. 5), menjamin harga pangan yang menguntungkan petani sekaligus terjangkau konsumen (III.6), dan mempercepat pembangunan infrastruktur irigasi (VI.3).
Pasangan nomor urut 2 Jokowi-JK merumuskan visi, “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Visi tersebut akan ditempuh melalui 8 misi dan 31 agenda strategis (12 agenda politik, 16 agenda ekonomi, dan 3 agenda kebudayaan) yang diperas menjadi 9 agenda prioritas (Nawa Cita). Pada agenda 7 Nawa Cita pasangan ini berjanji mewujudkan kedaulatan pangan berbasis pada agribisnis kerakyatan melalui kebijakan: (1) pengendalian impor pangan dan pengembangan ekspor pertanian berbasis pengolahan, (2) penanggulangan kemiskinan pertanian dan dukungan regenerasi petani, (3) reformasi agraria 9 juta hektar dan meningkatkan akses kepemilikan lahan pertanian dari 0,3 ha menjadi 2,0 ha per KK petani, (4) pembangunan bank khusus pertanian, (5) pencetakan 1 juta ha lahan sawah baru di luar Jawa, (6) penghentian konversi lahan produktif, (7) perbaikan irigasi, dan (8) pendirian gudang beserta fasilitas pengolahan pasca panen.
Pada dasarnya kedua pasangan capres-cawapres memiliki kesamaan visi dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Sesuai Pasal 1 UU No. 18/2012 tentang Pangan, kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Visi adalah janji sekaligus hutang yang harus dilunasi pasangan capres terpilih lima tahun mendatang. Jika tidak, maka sindiran bahwa “politisi Indonesia terbukti berbohong ketika mulutnya terbuka” adalah sebuah kebenaran.

————  ***  ———–

Rate this article!
Tags: