Selama Covid 19, Ada 110 Janda-Duda Baru di Kota Probolinggo

PA kota Probolinggo hingga kini minim Hakim.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Hakim Minim, Sidang di PA Sering Molor
Kota Probolinggo, Bhirawa
Angka perceraian di Kota Probolinggo berpotensi meningkat. Terlebih wabah Covid-19 belum mereda yang memicu dampak ekonomi. Mengingat, sejauh ini faktor utama penyebab kerusakan rumah tangga karena tidak stabilnya masalah perekonomian keluarga. Selain itu hakim minim, sidang di PA Probolinggo sering molor.

Seperti yang diungkapkan Panitera Pengadilan Agama (PA) Kelas 1B Kota Probolinggo Yomi Kurniawan, kemarin mengatakan, terhitung mulai Maret hingga 9 Mei 2020, ada 295 kasus perceraian yang ditangani PA Kota Probolinggo. Dari 295 kasus itu, 110 kasus di antaranya sudah dikabulkan. Artinya, selama tiga bulan ada tambahan 110 janda dan duda baru.

Secara terperinci, pada Maret 2020 ada 122 kasus perceraian. Terdiri atas 50 cerai talak dan 72 cerai gugat. Pada April 2020, ada 96 kasus dengan rincian 31 cerai talak dan 65 cerai gugat. Bulan kemarin, menurun ada 77 kasus dengan rincian 26 cerai talak dan 51 cerai gugat.

Menurut Yomi, sejak adanya pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang mengajukan perceraian ke PA Kota Probolinggo. “Semenjak pandemi (Covid-19), perekonomian masyarakat jadi berkurang. Alhasil beban kepala rumah tangga yang mempunyai tanggung jawab terhadap anak dan istrinya meningkat,” bebernya.

Yomi menerangkan, adanya pandemi korona berdampak pada perekonomian, baik untuk buruh ataupun pelaku usaha. Masalah ini diguna berdampak pada keutuhan rumah tangga.

“Terlebih, perceraian memang banyak diakibatkan masalah ekonomi,” ujarnya.

Ia berharap potensi melonjaknya perceraian karena asalan ekonomi yang terdampak Covid-19, bisa diminimalisasi. Salah satunya dengan cara tetap menjaga kestabilan perekonomian masyarakat.

“Ini perlu dipikirkan bersama, sehingga pemerintah bisa tetap menjaga kestabilan perekonomian. Supaya dampak ekonomi dari wabah ini tidak berujung pada meningkatnya angka perceraian di Kota Probolinggo,” katanya.

Jadwal persidangan di Pengadilan Agama (PA) Kota Probolinggo sering molor. Hal ini dampak dari minimnya jumlah hakim yang bertugas di pengadilan kelas IB ini.

Sejauh ini hanya ada 3 orang hakim, padahal seharusnya minimal mempunyai 5 orang hakim. Dengan minimnya jumlah hakim, pihaknya tidak bosan-bosannya mengajukan permohonan penambahan hakim ke Mahkamah Agung RI. Namun, sejauh ini belum ada titik terang.

“Kondisi seperti ini juga dirasakan oleh PA di sejumlah daerah. Mengingat SDM (sumber daya manusia) hakim di PA memang sedikit,”tuturnya.

Dengan kondisi seperti ini, seorang hakim laki-laki dan dua hakim perempuan itu harus selalu sehat. Jika salah satunya ada yang sakit atau berhalangan hadir, persidangan tidak bisa digelar. Sebab, untuk menggelar sidang dengan hakim tunggal PA harus mengajukan izin dahulu ke MA.

“Jika dari ketiganya ada yang sakit atau hamil maupun melahirkan, maka tersisa dua hakim. Dengan demikian, pengadilan tidak bisa melaksanakan persidangan. Sehingga, harus mengajukan izin ke MA untuk persidangan dengan hakim tunggal,” tandasnya.

Jumlah hakim ini tidak sebanding dengan jumlah perkara yang masuk dan harus ditangani PA. Seperti, pada Maret ada 148 perkara yang harus diselesaikan.

Pada April ada 117 perkara dan bulan kemarin ada 97 perkara. Dalam sehari, ketiga hakim itu harus menggelar 15 sampai 20 kali persidangan. Persidangan biasanya digelar mulai Senin-Kamis.

Hal inilah yang menyebabkan persidangan sering molor. Hakim yang juga manusia, juga butuh istirahat. Selain itu, saat ini posisi wakil ketua di PA Probolinggo juga kosong.

“Idealnya ada 5 hakim. Saat ini hanya ada tiga. Selain itu, posisi wakil ketua juga kosong. Hal inilah yang mengakibatkan sidang molor. Mengingat hakimnya itu-itu saja. Tinggal diputar siapa yang hakim ketua dan anggota,” tambah Yomi.(Wap)

Tags: