Selamat Datang (lagi) PSSI

pssi-140118cPSSI akan hadir lagi pada kancah pembinaan sepakbola Indonesia. Pembekuan organisasi sudah dicabut oleh pemerintah (Kementerian Kepemudaan dan Keolahragaan). Sebelumnya, presiden juga meng-instruksikan hal serupa, dua bulan lalu. Dengan “hidupnya” PSSI, tim nasional sepakbola bisa bertanding pada jang internasional. Sekaligus juga memompa prestasi melalui berbagai gelar liga nasional. Jalan menuju prestasi sudah terbuka.
Keinginan 85 voters (pemilik suara pada kongres PSSI) yang menuntut  penyelenggaraan KLB (kongres luar biasa) bisa segera dilaksanakan. Bagai gayung bersambut, KLB juga menjadi persyaratan pencabutan pembekuan. Diperkirakan, sebelum akhir September tahun ini, bisa digelar untuk memilih kepengurusan. Serta menyusun road-map membangun prestasi ke-sepakbola-an nasional. Niscaya, harus seiring jalan dengan konsep pemerintah.
Tetapi pencabutan pembekuan PSSI, sebenarnya “tidak gratis,” melainkan dengan syarat. Yakni, wajib memenuhi asas transparansi (untuk kesejahteraan pemain), dan duduk bersama dengan pemerintah (Kemenpora). Karena PSSI dianggap sebagai wadah tunggal per-sepakbola-an. Sebagai ormas (organisasi masyarakat), PSSI bagai berpijak pada dua kaki: domain masyarakat, dan pembinaan “wajib” pemerintah.
Beberapa ormas nasional juga berfungsi seperti PSSI. Misalnya, Kadin, MUI, KONI, dan KOI. Terdapat kepentingan nasional, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sehingga negara merasa wajib hadir, dengan konsekuensi pembinaan. Termasuk pemberian anggaran bersumber dari APBN. Di daerah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten serta kota, juga menyokong pembinaan serupa. Strukturnya melalui KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia).
Campur tangan pemerintah, bukan sekadar “superioritas” terhadap masyarakat. Melainkan juga diamanatkan konstitusi, UU Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan. Pada pasal 22 dinyatakan, “Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga melalui penetapan kebijakan, penataran/pelatihan, koordinasi, konsultasi, komunikasi, penyuluhan,  pembimbingan, pemasyarakatan, perintisan,  penelitian, uji coba,  kompetisi, bantuan, pemudahan, perizinan, dan pengawasan.”
Dan dengan UU itu pula pemerintah membekukan PSSI. Pada pasal 1 (tentang Ketentuan Umum angka ke-15) olahraga profesional di-definisi-kan, “Olahraga profesional adalah olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang atau bentuk lain yang didasarkan atas kemahiran berolahraga.” Terdapat frasa kata “memperoleh pendapatan” yang bermakna penghasilan. Dus, wajib dipungut pajak.
Pada suasana akur (dengan pemerintah), pajak badan induk organisasi (PSSI) dan klub, mungkin bisa disubsidi melalui hibah pemerintah dan pemerintah daerah. Hal itu bisa dilakukan klub melalui permohonan, dengan menyerahkan hasil audit keuangan. Tetapi pada suasana berseberangan, mustahil subsidi diberikan. Mengapa PSSI berseberangan dengan pemerintah (yang menyebabkan pembekuan)? Inilah yang mesti diurai.
Pembekuan PSSI bagai pepatah sepakbola, bahwa “bola itu bundar.” Itu konsekuensi sebagai ormas tunggal. Selama beku, harus berhenti beraktifitas. Walau organisasi dunia yang menaungi (FIFA) tidak sepakat dengan pembekuan oleh pemerintah. Tetapi selain tunduk pada FIFA, PSSI juga wajib tunduk pada peraturan pemerintah. Ini konsekuensi wadah tunggal ormas nasional yang dibina oleh pemerintah.
Juga tidak ada organisasi yang “merdeka” benar. Tak terkecuali FIFA juga tunduk pada peraturan internasional. Itu terbukti dengan pemberian hukuman delapan tahun pada dua tokoh utama sepakbola dunia. Yakni Sepp Blatter (presiden FIFA), dan Michel Platini (presiden UEFA, federasi sepakbola Eropa). Artinya, seluruh organisasi harus menegakkan asas profesionalisme. Tak terkecuali pemerintah dan PSSI, wajib mengubah paradigma.
Pencabutan pembekuan PSSI, bakal melempangkan jalan “pergaulan” internasional persepakbolaan. Pemerintah dan PSSI, masing-masing memiliki “medan laga.” Keduanya bisa memerankan hak dan kewajiban memperkuat keolahragaan nasional. Kesejahteraan pemain, dan legalitas klub, merupakan “medan laga” yang bisa digarap bersama. Serta BOPI, berada di tengah keduanya. Masyarakat tak henti menunggu prestasi tim sepakbola nasional.

                                                                                                                 ———   000   ———

Rate this article!
Tags: