Seleksi Dewan Pendidikan Surabaya Dikritik

Dewan Pendidikan Surabaya DikritikSurabaya, Bhirawa
Seleksi Dewan Pendidikan Surabaya terus menuai kritik dari berbagai pihak. Kali ini, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jatim ikut bersuara lantaran prosesnya dianggap kurang profesional. Seleksi juga dianggap sangat lemah karena hanya menggunakan penilaian subyektif panitia seleksi (Pansel).
Wakil Sekretaris KNPI Jatim Aan Ainur Rofik mengatakan, tidak ada proses seleksi yang terukur dalam pemilihan anggota Dewan Pendidikan ini. Seleksinya hanya melihat curikulum vitae dan tulisan pandangannya mengenai pendidikan. Padahal di berbagai lembaga negara, semisal Komisi Pelayanan Publik atau Komisi Informasi seleksinya selalu ada tahapan yang jelas, mulai seleksi administrasi, tes tulis, wawancara, psikotes dan berbagai tahapan seleksi lainnya.
“Di seleksi Dewan Pendidikan Surabaya ini kok tidak ada mekanisme itu. Lalu penilaiannya atas dasar apa, kan jadi sangat subyektif,” tutur Aan, Selasa (9/9). Dia khawatir proses seleksi itu hanya dipakai sebagai legitimasi dari proses yang sebenarnya sudah dipersiapkan sebelumnyan. “Jangan-jangan sudah ada orang-orangnya yang sudah dipersiapkan mereka (Dinas Pendidikan Surabaya),”tudingnya.
Apalagi, lanjutnya pada daftar peserta seleksi yang dimuat di website Dindik Surabaya, terdapat sejumlah nama yang dobel. “Satu nama muncul beberapa kali, kok bisa seperti itu,”tanyanya.
Selain mekanismenya, Aan juga mempertanyakan keterlibatan ketua Komisi Pelayanan Publik (KPP) dan ketua Ombudsman RI (ORI) perwakilan Jatim sebagai pansel. Hal ini dinilainya tidak tepat karena kedua lembaga ini yang selama ini berada di pihak masyarakat jika tidak puas dengan layanan pemerintah. “Misalnya ada peserta yang tidak puas dengan proses seleksi. Mereka harus mengadu kemana kalau KPP dan ORI sudah ada di dalam sistem itu,” kritiknya.
Protes KNPI  ditanggapi santai anggota tim seleksi Prof Zainuddin Maliki. Menurutnya, seleksi dewan pendidikan tak bisa disamakan dengan komisi pelayanan publik (KPP) ataupun komisi informasi. “KPP dan Komisi Informasi itu digaji dan mendapat anggaran dari APBD Jatim. Sementara dewan pendidikan ini volunteer (relawan) dan anggaran belum tentu ada,”kata Zainudin.
Zainuddin justru salut dengan para peserta yang mau mendaftar meski tidak ada jaminan mereka akan mendapatkan materi dari kegiatannya. Meski tidak melalui proses laiknya KPP maupun Komisi Informasi, Zainuddin menjamin prosesnya akan fair dan transparan. Selain melihat curiculum vitae dan potofolio pendaftar, pihaknya juga akan meminta peserta mempresentasikan visi dan komitmennya masuk Dewan Pendidikan. Dari sinilah, akan terlihat peserta-peserta yang serius mengabdikan dirinya untuk peningkatan mutu pendidikan di Surabaya.
Disinggung tentang keterlibatan ORI dan Komisi Pelayanan Publik sebagai tim seleksi, menurut Zainuddin tidak akan mengubah fungsi kedua lembaga tersebut. ORI dan KPP harus tetap mau melayani masyarakat termasuk peserta yang tidak puas dengan proses seleksi. “Mereka (ORI dan KPP)  harus tetap profesional menjalankan fungsinya. Kita (Pansel) punya standar sendiri yang sudah dirumuskan, jadi harus dibedakan,”tegasnya.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini juga membantah proses seleksi ini hanya untuk melegalisasi orang-orang yang sudah dipersiapkan. Sebab, siapapun yang terpilih harus sesuai dengan standar yang dimiliki pansel. Dia justru heran dengan polemik yang muncul dalam proses seleksi dewan pendidikan surabaya. “Di daerah lain adem ayem itu, gak ramai-ramai seperti ini. Ada apa dengan Surabaya kok jadi ramai. Padahal ini kan mencari relawan,”tegasnya.
Meski demikian, pihaknya tetap salut dengan respon masyarakat dalam proses ini. Karena sampai hari terakhir sudah ada 84 peserta yang mendaftar. Jumlah ini diluar prediksi. “Ini menandakan masih banyak masyarakat untuk berkomitmen untuk memajukan kualitas pendidikan di indonesia, meski tidak digaji,”katanya. [tam]

Tags: