Sembilan Fraksi DPRD Jatim Berikan Saran dalam Penyusunan Perda

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Sembilan fraksi yang ada di DPRD Jawa Timur (Jatim) setuju atas pencabutan empat peraturan daerah (Perda). Diantaranya, Perda nomor 5 tahun 2005 tentang laboraturium kemetrologian, perda Nomor 5 tahun 2011 tentang pengelolaan sumber daya air, perda nomor 3 tahun 2009 tentang irigasi dan perda nomor 12 tahun 2011 tentang pengelolaan air tanah. ..
Meski demikian, fraksi masih memberikan beberapa catatan terhadap eksekutif. Juru bicara Fraksi PKB Suparta mengatakan, gubernur Jatim diharapkan lebih pro akti dalam menginventarisir perda yang telah di buat Pemerintah Provinsi (Pemprov) jatim. Terutama yang telah dianggap tidak relevan lagi. “Baik yang diangap tidak sesuai dengan peraturan undang-undang diatasnya, maupun subtansinya yang telah tidak sesuai dengan dinamika social di Jatim,” ujar Suparta,
Dia melanjutkan, pemprov juga diharapkan segera mebuat peraturan gubernur (pergub) terhadap perda yang belum memiliki. Mengingat saat ini masih banyak perda yang telah disahkan, tetapi belum memiliki pergub. Padahal ini sangat penting dalam turunan sebuah perda da instrument regulative bagi implementasi sebuah perda. Seperti, Perda nomor 5 tahun 2015 tentang perlindungan pemberdayaan petani dan Perda nomor 3 tahun 2016 tentang pemberdayaan dan perlindungan nelayan.
Lain halnya dengan juru bicara Fraksi PPP DPRD Jatim Fauzan. Dirinya mengatakan, pencabutan perda  ini diharapkan bias disosialisasikan terhadap stakeholder dan masyarakat Jatm. Agar pencabutan terhadap empat perda ini tidak menimbulkan konflik di kemudian hari. “Maka mohon disosialisasikan yang masif kepada seluruh stakeholder dan masyarakat Jatim,” kata Fauzan
Dia juga menyampaikan bahwa dalam waktu paling lama 15 hari, harus dilakukan tahapan fasilitasi rancangan perda provinsi oleh menteri dalam negeri melalui Dirjen otonomi daerah atas pencabutan empat perda. Ini sesuai dengan Permendagri nomor 80 tahun 2015 pasal 88 dan pasal 89 tentang pencabutan perda. Jika nantinya tidak ada tanggapan kemudian oleh Mendagri, maka rancangan perda pencabutan empat perda tersebut dilanjutkan pada tahapan persetujuan bersama antara DPRD dengan gubernur Jatim.
“Kami fraksi PPP DPRD Jatim mengingatkan bahwa sebelum dilakukannya pengambilan keputusan atau pengesahan melalui keputusan bersama DPRD dengan gubernur. Diharapkan mendapat fasilitas ke Mendagri melalui dirjen otonomi daerah. Jika dalam dua minggu tak ditanggapi, barulah dilanjutkan ke tahap persetujuan,” bebernya dalam siding paripurna.
Sementara itu, juru bicara PKS DPRD Jatim Tri Kuswahyono menguraikan, pembatalan perda yang bermasalah ini semoga menjadi pembelajaran bagi Pemprov Jatim maupun DPRD Jatim. Utamanya dalam menyusun perda kedepannya. Sehingga lebih korektif dan evaluative terhadap perda-perda yang bermasalah. “Selai itu, pemerintah daerah dan DPRD juga patut mengkritisi kebijakandan langkah yuridis dari Kemendagri yang melakukan pembatalan terhadap perda,” Kata Tri Kuswahyono.
Menurutnya, satu sisi memang harus diakui bahwa munculya perda bermasalah dan kemudian direkomendasi oleh Kemendagri untuk di batalkan, bias bersumber dari daerah. Namun, baginya itu menjadi kurang proporsional jika kesalahan hanya ditumpahkan kepada daerah saja. Sebab, pemerintah pusat juga memberikan andil cukup besar dalam melahirkan produk daerah yang bermasalah.
Masih menurut Tri Kuswahyono, saat ini masih banyak undang-undang di pemerintah pusat yang masih tumpang tindih. Hal itu disebabkan oleh seringkalinya dilakukan pembatalan perundang-undangan dan sebagainya. Membuat kebingungan yuridis di tingkat daerah. “Karena itu, baik pemerintah psat maupun pemerintah daerah seharusnya melakukan instropeksi, evaluasi dan kordinasi secara intensif. Kushusnya dalam perbuatan perda. Supaya perda yang disusun tidak bermasalah dikemudian hari.
Berbeda dengan juru bicara Fraksi PAN DPRD Jatim Basuki Babussalam. Ia menuturkan, sudah seharusnya Pemprov Jatim, khususnya biro hokum untuk memperkuat fungsi pembinaan terhada kabupaten/kota. Jadi kedepannya perda kabupaten/kota dapat menjadi perda yang berkualitas dan menjadi instrument hokum yang adil bagi daerah. “Di sisi lain, bagi frkasi PAN, isu perda ramah terhadap investasi dan perda berbasisi kebhinekaan harus dilihat secara kritis serta tidak sekedar manut. Ingat bahwa filosofi putusan MK adalah otonomi daerah,” kata Basuki.

Tags: