Semburan Lumpur di Kutisari Surabaya Sudah Mengecil

Surabaya, Bhirawa
Semburan lumpur muncul di pekarangan rumah milik warga di Jalan Kutisari Indah Utara Gang III, Kota Surabaya, Senin (23/9), sekitar pukul 13.00 WIB. Semburan yang tidak terlalu tinggi tersebut juga beraroma gas. Walau intensitas semburan lumpur kecil dan masih sama tetapi lumpur masih keluar dari kedua titik lubang tanah.
Menindaklanjuti fenomena ini, sejumlah instansi mendatangi lokasi semburan lumpur, Selasa (24/9), di rumah dinas PT Klasik Prima Karpet yang dihuni Setyawan (59) dan istrinya Lisawati Sutanto (59). Beberapa instansi yang hadir yakni Dinas Energi dan Suber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jatim, Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Bappeko Kota Surabaya, Kecamatan Rungkut, Kelurahan Kutisari, Polsek Rungkut, ITS dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).
Menurut Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim, Setiajit SH MM, dulunya saat zaman kolonial lokasi yang sekarang muncul semburan lumpur beraroma gas merupakan lapangan minyak. Jumlah sumur kala itu cukup banyak, yakni mencapai 34 sumur.
“Berdasarkan pantauan, semburan lumpur hari ini (kemarin, red) lebih kecil dari hari sebelumnya. Jadi ada penurunan aktifitas. Pada hari kedua ini lebih banyak keluar minyak mentahnya dari pada lumpurnya,” ujar Setiajit, saat dikonfirmasi, kemarin.
Dari pengamatan, lanjutnya, kemungkinan terjadinya semburan lumpur ini disebabkan adanya tekanan yang meningkat di dalam bumi akibat adanya aktifitas geologi. Kemungkinan besar karena adanya gempa bumi yang terjadi beberapa hari yang lalu di Tuban, yang gempa juga dirasakan sampai Kota Surabaya.
“Untuk kandungan gas masih belum bisa dipantau karena gas detector masih diupayakan. Untuk saat ini disepakati dilakukan pengamatan selama seminggu untuk melihat aktifitas semburan. Oleh karena itu, penghuni rumah disarankan untuk tidak menempati rumah selama seminggu ke depan. Kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan memantau perkembangan yang ada,” ujar Setiajit.
Sementara itu, petugas PGN langsung memeriksa kondisi dua titik semburan yang tepat di bawah teras rumah dan pekarangan. Selain menggali dua titik semburan, petugas PGN juga mengambil contoh lumpur untuk diteliti.
Petugas juga memeriksa kadar kandungan gas yang turut keluar dari dalam tanah. Dari hasil pemeriksaan sementara, semburan lumpur bercampur gas dan minyak ini termasuk semburan liar yang memang banyak terdapat di kawasan itu.
“Ini sepertinya masuk kategori semburan liar. Karena di sekitar Kutisari ini memang masih banyak semburan-semburan kecil. Dan munculnya semburan liar setelah kejadian gempa kemarin. Dilihat dari modelnya seperti ini memiliki kandungan oli tapi getahnya masih kecil. Ini ada campuran minyaknya,” ujar Kepala Distribusi Gas Regional II PGN, Munari.
PGN memastikan, semburan lumpur bercampur gas dan minyak ini tidak ada kaitannya dengan PGN. Ini lantaran PGN tidak memiliki jaringan gas (Jargas) di Kawasan Kutisari, Surabaya. Sementara itu, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan api, semburan lumpur bercampur gas dan minyak ini harus diamankan hingga radius 100 meter.
Ahli Geologi ITS, Dr Ir Amien Widodo mengatakan jika semburan lumbur beraroma gas yang muncul di Kutisari Indah Utara III Mejoyo Surabaya, disebabkan dari sisa pengeboran minyak yang ada di daerah tersebut.
Ia menyebut jika Jawa Timur bagian utara memang dikenal dengan cekungan migas . Sejak Zaman Kolonial Belanda dulu, kata dia, banyak ititk-titik di wilayah tersebut yang diguakan sebagai lokasi pengeboran.
“Jadi di Surabaya ini sudah ada lapangan minyak milik Belanda sejak zaman 1800an. Itu ada di Krukah, Wonokromo, Kutisari, ini sampai ke Gunung Anyar,”jelas dia, Selasa (24/9).
Menurut dia, ada kemungkinan bekas pengeboran minyak yang berstatus sudah abandon (ditinggal) bisa keluar semburan minyak lagi.
“Karena minyak di bawah sana itu berproduksi. Karena dia ada tambahan-tambahan sehingga nanti dia ada tekanan lah untuk keluar. Seperti yang terjadi di sini,” tambah dia.
Disinggung terkait pengeboran di daerah Kutisari, Amien Widodo menuturkan jika sekarangpun masih ada pengeboran yang jaraknya satu kilometer dari tempat kejadian dengan model tradisional seperti yang banyak ditemui di daerah Bojonegoro.
Pihaknya menjelaskan jika pemicu adanya semburan lumpur beraroma gas bukanlah disebabkan gempa bumi. Ia tidak mendeteksi adanya gempa di daerah tersebut. Meskipun, beberapa waktu yang lalu Tuban sempat terjadi gempa. Namun hal itu tidak ada kaitannya dengan yang ada di Kutisari.
“Kita nggak ada data (gempanya). Jadi susah. Kemungkinan pemicunya itu karena produksi di bawah sana meningkat maka menekan ke atas. Dia bisa keluar kan karena ada retakan. Ini kan musim kemarau banyak tanah pecah-pecah itu bisa merembes ke luar,” jabar nya. [iib.ina]

Tags: