Forum Diskusi Jurnalis Surabaya
Kota Surabaya, Bhirawa
Tingginya peluang pemasaran semen di Indonesia menjadi salah satu daya tarik masuknya perusahaan semen asing di Indonesia. Apalagi pemerintah saat ini terus menggenjot pembangunan infrastruktur dan imbasnya kebutuhan semen di Tanah Air meningkat. Maraknya pemain asing di Indonesia membuat perusahaan semen BUMN PT Semen Indonesia Tbk waspada.
Maraknya pemain semen asing ini menjadi bahan kajian Badan Kerjasama BUMD seluruh Indonesia bersama Forum Diskusi Jurnalis Surabaya (FDJS) dengan menggelar diskusi bertemakan Kepedulian terhadap BUMN Semen dari Serbuan Asing, Jumat (13/1) lalu.
Sejumlah tokoh dihadirkan sebagai pembicara yakni Wagub Jatim Dr H Saifullah Yusuf dan Ketua Umum Badan Kerjasama Badan Usaha Milik Daerah Seluruh Indonesia Arif Affandi dan Direktur MM FEB Unair Gancar C Premananto dengan moderator Lutfil Hakim.
Wagub Jatim Saifullah Yusuf dalam kesempatan itu menegaskan apapun kondisinya produk lokal harus mendapatkan proteksi dan tak boleh kalah dari produk asing. “Kita sepakat produk lokal harus bisa jadi pemenang, Untuk itu, kita harus cinta produk dalam negeri. Pada sisi lain produsen semen harus bisa menghasilkan produk yang berkualitas dan harga murah. Keunggulan kompetitif yang dimiliki harus dikembangkan lagi,” katanya.
Menurutnya, kebutuhan semen di dalam negeri akan terus meningkat, seiring program yang dicanangkan Presiden Jokowi yang menggenjot pembangunan infrastruktur jalan dan tol laut dengan membangun pelabuhan. Untuk merealisasikan hal itu, pasti membutuhkan semen dalam jumlah yang sangat besar.
Pada 2015 lalu, total kapasitas semen Indonesia mencapai 72,2 juta ton, ini digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Pada 2016 total kapasitas mencapai 82 juta ton. Sayangnya produksi yang cukup tinggi tak sebanding dengan tingkat konsumsi semen. Saat ini tingkat konsumsi semen di Indonesia hanya 238 kg/kapita/tahun. Sedangkan, konsumsi semen di Malaysia mencapai 600 kg/kapita/tahun. “Tingkat konsumsi inilah yang harus dipacu. Masyarakat membeli semen dalam negeri. Semen BUMN juga harus jaga mutu dan harga yang rasional, bisa kompetisi dengan semen asing yang masuk Tanah Air,” katanya.
Terkait pabrik semen Rembang, Gus Ipul -panggilan karib Wagub Saifulah Yusuf- mengaku dia merasa prihatin dengan masalah hukum yang membelit pabrik Semen Rembang Jawa Tengah. Karena masalah hukum, pabrik belum bisa dioperasikan, padahal secara teknis pabrik dengan investasi Rp 4,9 triliun itu siap dioperasikan.
Karena itu, dia berharap agar pabrik semen bisa segera beroperasi. “Saya optimistis masalah-masalah yang ada kaitan dengan lingkungan, bisa diatasi dengan baik. Saya yakin manajemen Semen Indonesia pasti tahulah apa yang harus dikerjakan untuk menjaga lingkungan,” katanya.
Sementara itu Arif Affandi melontarkan kecurigaan adanya persaingan bisnis di balik kasus hukum terkait rencana pengoperasian pabrik semen di Rembang. Dan dia juga mencurigai adanya pemain lain di industri semen yang ikut bermain di belakang gejolak pabrik semen tersebut.
Kabar rencana pendirian pabrik semen di Kabupaten Pati pada tahun ini oleh salah satu perusahaan semen karena telah mengantongi izin dari bupati turut memperkuat kecurigaan itu. Padahal, sebelum di Rembang, Semen Indonesia tadinya juga sudah merencanakan pendirian pabrik dan telah membebaskan sebagian lahan untuk pabrik baru. Namun, rencana itu mendapat penolakan sebagian warga.
“Tapi itu baru dugaan. Mudah-mudahan tidak benar. Kita berbaik sangka saja, semoga perjuangan masyarakat yang menolak pendirian pabrik semen baru di Rembang betul-betul untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai gerakan perlawanan (penolakan pabrik semen Rembang) itu adalah alat perusahaan asing untuk memuluskan rencana mereka,” kata Arif.
Kabarnya Pemkab Pati telah memberi izin bagi Indocement -anak perusahaan Heidelberg asal Jerman yang menguasai pasar semen ketiga dunia – untuk mendirikan pabrik di kawasan Kendeng dan pembangunannya rencananya dimulai tahun ini.
Menurut Arif, sebenarnya polemik Semen Indonesia dengan sebagian masyarakat terkait pembangunan pabrik semen di Rembang sudah lama terjadi. Polemik lebih dipicu masalah-masalah lingkungan dan sosial. Seperti kekhawatiran warga akan terjadinya pencemaran udara atau berkurangnya sumber mata air serta terjadnya perubahan sosial di sekitar pabrik semen. Semua kekhawatiran itu kerap terjadi ketika akan ada rencana pembangunan pabrik semen.
“Namun dengan teknologi modern serta pendekatan korporat terhadap masyarakat di lingkungan sekitarnya sekarang melalui beberapa program seperti CSR, masyarakat semestinya menyadari pula bahwa di balik pendirian pabrik baru itu ada manfaat yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui peningkatan ekonomi di daerah,” terang Arif.
Lebih lanjut Arif memaparkan dukungan yang diberikan masyarakat di Jatim tehadap upaya peningkatan kapasitas pabrik oleh Semen Gresik di Rembang, karena Semen Gresik selain lahir di Jatim juga menjadi aset kebanggaan bangsa ini di bawah naungan Semen Indonesia sebagai holding BUMN Semen.
Menurut dia, masyarakat yang menolak keberadaan pabrik pabrik baru perlu berpikir panjang tentang masa depan bangsa Indonesia, terutama dalam menghadapi industrialisasi global. “Satu sisi kita ingin negara ini maju, ada yang dibanggakan, tapi di sisi lain selalu ada yang meributkan,” katanya.
Sedangkan Gancar C Premananto mengatakan sampai saat ini BUMN yang memproduksi semen sebetulnya sudah siap merajai pasar ASEAN. “Harusnya negara ikut mendukung keberadaan PT Semen Indonesia,” katanya.
Terkait persoalan lingkungan, Gancar menilai bahwa manajemen Semen Indonesia terbukti merupakan perusahaan yang berulang kali menerima penghargaan terkait lingkungan. Contohnya penghargaan Green Industry dari Kementerian Perindustrian pada 2014 silam. [Achmad Tauriq Imani, Titis TW]