Sempat Berselisih, Dewan Serahkan Besaran Tunjangan ke Gubernur

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Pembahasan PP 18/2017 kabarnya sempat terjadi perselisihan antara Sekdaprov Jatim, Dr Sukardi dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim. Pihak sekdaprov ngotot anggota dewan masuk dalam eselon II sekelas Kepala Dinas, sementara hasil konsultasi ke Mendagri, anggota dewan disamakan dengan Sekdaprov (eselon I).
Anggota Banggar DPRD Jatim, Yusuf Rohana menegaskan hal itu tidak masalah karena semua sudah ada aturannya dan disesuaikan dengan keuangan daerah kemudian akan dituangkan dalam Perda dan Pergub.
“Kalau saya tidak terlalu bermasalah. Karena semua ada aturannya dan dituangkan dalam Perda dan Pergub. Toh terkait dengan jumlah tunjangan antara eselon I dan II perbedaannya sangat minim. Yang kami minta Pergub eksekutif dan legiskatif harus dibedakan,”tegas pria yang juga Ketua FPKS Jatim, Minggu (30/7).
Berbeda dengan anggota Banggar dari FPAN, Malik Effendy mengatakan tak ada perseteruan antara Sekdaprov Jatim dan Anggota DPRD Jatim. “Semua sudah selesai, yang pasti untuk besarannya sudah dituangkan di perda. Dari Perda ini dibawah ke Mendagri untuk disetujui dan selanjutnya dikeluarkannya Pergub,” katanya.
Ketua Pansus PP no. 18 tahun 2017 tentang hak keuangan dan tunjangan pimpinan dan angota dewan DPRD Jatim Hammy Wahjunianto mengatakan, APBD Jatim masih mampu menanggung kenaikan tiga item yaitu reses, transportasi dan perumahan.
“Nantinya Pak Gubernur (Soekarwo) dan pak sekda (Sukardi) membahasnya di P-APBD (perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah, red), apakah cukup atau tidak untuk besaran tunjangan,” ujar Hammy.
Dia melanjutkan, diantaranya tunjangan yang naik diantaranya reses. Perubahan tunjangan anggota dan pimpinan dewan bakal disesuaikan dengan hitungan baru. Sesuai aturan, uang representasi ketua DPRD yaitu Rp 3 juta dijadikan acuan menghitungnya.
“Uang reses ini juga disesuaikan dengan kemampuan daerah. Kalau rendah 3x, sedang 5x dan tinggi 7x uang representasi ketua DPRD se-Indonesia,” jelasnya.
Sementara untuk tunjangan transportasi anggota dewan, menurut Hammy sesuai amanah PP no 18 tahun 2017 disebutkan provinsi, kabupaten dan kota tidak bisa mengadakan mobil dinas (mobdin). Maka dari itu, diadakan tunjangan transportasi bagi anggota DPRD. Kecuali pimpinan yang tetap mendapat mobdin.
Hitungan tunjangan transportasi ini nantinya disesuaikan dengan kapasitas silinder kendaraan. Yang rata-rata memakai kendaraan dengan cc 2500. “Kami selama ini kan sistemnya pinjam pakai. Sekarang diganti uang transport, kecuali pimpinan dewan yang sudah mendapat mobdin,” tuturnya.
Satu lagi yang dilakukan penghitungan adalah tunjangan perumahan. Dari hitungan tim apresial, menyetarakan rumah dinas (rumdin) ketua DPRD Jatim dengan milik gubernur. Sedangkan empat wakil DPRD Jatim disetarakan sama milik wakil gubernur. Sementara anggota dewan dengan sekdaprov. Adanya tunjangan perumahan ini nantinya, anggota dewan harus tetap berada di Surabaya setiap hari. Tidak boleh boleh hanya saat paripurna saja ke Surabaya.
“Usulan tunjangan perumahan berubahnya berapa, tim aprisial nanti akan diundang ketika pembahasan P-APBD 2017. Target kami memang pembahasan pansus ini selesai 11 Agustus mendatang. Namun kami tidak mau tergesa-gesa. Yang terpenting adalah aman, baik konten dan prosedurnya dari sisi hukum,” paparnya. [cty]

Tags: