Sempat Dua Kali Pindah Sekolah, hanya Bertahan Tiga Bulan

Monica Millenia Tust mendapat kunjungan dari Kabid PNFI Dindik Jatim Abdun Nasor sebelum mengerjakan soal ujian paket B hari ketiga, Rabu (6/5). [adit hananta utama/bhirawa]

Monica Millenia Tust mendapat kunjungan dari Kabid PNFI Dindik Jatim Abdun Nasor sebelum mengerjakan soal ujian paket B hari ketiga, Rabu (6/5). [adit hananta utama/bhirawa]

Setiap warga belajar memiliki alasan khusus di balik keputusannya mengikuti pendidikan kesetaraan. Beberapa karena tidak lulus ujian formal, putus sekolah, atau karyawan yang ingin mengembangkan karirnya dengan ijazah kesetaraan. Namun ada pula alasan lain. Monica Millenia Tust adalah salah satunya. Dia memilih ikut program kejar paket B setelah diketahui indigo.

Adit Hananta Utama, Kota Surabaya

Monica, begitu peserta didik asal Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Permata Bangsa itu disapa. Sudah tiga hari ini sejak Senin (4/5) lalu, dia mengikuti ujian kejar paket B di SDN Semolowaru II Surabaya dengan ditunggui ibunya.
Di kelas tempat dia ujian, Monica memang terlihat paling muda di antara teman-temannya yang rata-rata sudah separo baya. Hal ini yang mengundang tanya, mengapa dia memilih pendidikan kesetaraan. “Soalnya mudah-mudah. Bisa dikerjakan semua,” tutur Monica singkat saat ditanya tentang pengalamannya menghadapi ujian paket B, Rabu (6/5).
Gadis berjilbab kelahiran 23 Mei 2000 ini memang terlihat begitu pendiam. Ibunya pun mengakui itu. “Dia tidak mau bicara dengan orang yang tidak dikenal. Dia juga mudah ketakutan sampai menangis,” kata Rina, ibu Monica yang enggan menyebut nama lengkapnya.
Ditanya alasan puterinya mengikuti program kejar paket, Rina mengaku jika anaknya adalah seorang anak indigo. Hal itu mulai terjadi sejak Monica duduk di kelas 6 SD, persis tiga bulan sebelum Ujian Nasional (UN). Rina mengaku puterinya kerap menangis karena diganggu makhluk halus di sekolah. “Kata anak saya kalau di sekolah penampakannya seram-seram. Dia sering dicubiti sampai nangis,” tutur Rina.
Kondisi ini membuat Monica enggan datang lagi ke sekolah. Semua proses belajar mengajar jelang UN SD itu dilakukan di rumah. Hanya saat ujian Monica mau ke sekolah. Setelah lulus, Rina sempat mendaftarkan puterinya ke sekolah formal, yakni SMP YPM 19 Sidoarjo. Namun dalam hitungan hari, anaknya sudah tidak mau sekolah karena alasan serupa. “Waktu itu masih MOS (Masa Orientasi Siswa) sudah tidak mau masuk. Dari depang pintu gerbang sekolah sudah nangis-nangis minta pulang,” kata dia.
Dari SMP YPM 19, Monica dipindah ke SMP Darul Mothoalimin Sepanjang, Sidoarjo. Di sekolah baru itu, dia hanya bertahan sampai tiga bulan dan kembali tidak mau sekolah. “Saya sudah berusaha melakukan terapi ke psikiater dan orang pintar tapi tidak pengaruh,” tutur dia.
Melihat kondisi ini, Rina pun berinisiatif untuk mengikutkan anaknya ke pendidikan non formal. Ini agar Monica tetap mau belajar di usianya yang masih muda. Karena menurutnya, Monica termasuk siswi yang cerdas. Selama SD, anaknya selalu berada di ranking lima besar. Dia pun selalu mengerjakan ujian sendiri tanpa pernah menyontek. “Dia tidak mau menyontek. Fokus ke soal dan tidak peduli dengan yang lain,” kata dia.
Rina berharap, setelah mengikuti program kejar paket ini, anaknya akan dapat melanjutkan ke sekolah formal. Sebab, usia Monica seharusnya masih usia sekolah dan mengikuti pendidikan formal. Pengendalian diri Monica juga sudah lebih baik dari saat akan masuk SMP. “Sekarang sudah mau ke sekolah, tapi ya ditunggui. Ini anugerah yang mungkin dulu kaget karena masih anak-anak,” pungkasnya.
Saat ditemui di SDN Semolowaru II, Dinas Pendidikan Jatim tengah melakukan monitoring pelaksanan ujian paket B. Kabid Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Dindik Jatim Abdun Nashor pun menyapa Monica dan ibunya itu. Nashor berharap, Monica dapat kembali ke sekolah formal karena usianya memang usia sekolah.
“Kita berharap ujian paket ini hanya diikuti oleh masyarakat yang dulu tidak sempat sekolah formal. Karena sekarang sudah ada wajib belajar 9 tahun, jadi semua anak usia sekolah harus sekolah formal,” kata Nashor.*

Tags: