Sempat Kesulitan Cari Peserta, Pilih Korban Lumpur Jadi Sasaran

Roesdiana, pengelola LKP SEC bersama Kabid PNFI Dindik Jatim Nasor menunjukkan sertifikat penghargaan dari Dindik Jatim dan tropi dari Kemenbuddikdasmen.

Roesdiana, pengelola LKP SEC bersama Kabid PNFI Dindik Jatim Nasor menunjukkan sertifikat penghargaan dari Dindik Jatim dan tropi dari Kemenbuddikdasmen.

Kabupaten Sidoarjo, Bhirawa
Mendirikan lembaga pendidikan non formal sejatinya bukan perkara gampang. Selain tak populis di masyarakat, tak jarang orang memandangnya dengan sebelah mata. Meski program yang dijalankan cukup memikat, tak banyak mau mendakat.  Tak terkecuali yang dialami Roesdiana saat merintis Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) berstandar minimal yang kini telah berhasil meraih predikat terbaik se- Jatim.
Sejak empat tahun terakhir, Roesdiana mulai bergelut di dunia pendidikan non formal dengan mendirikan LKP Sidoarjo Education Center (SEC). Berbekal pengalaman sebagai staf pengajar di salah satu LKP di Surabaya, dia memilih mendirikan LKP di Gedangan Sidoarjo. Awal mendirikan LKP bukanlah pengalaman yang menyenangkan baginya. Saat lembaga telah berdiri, warga belajar tak kunjung berdatangan.
“Saat itu kita kesulitan cari peserta. Hanya beberapa orang saja yang mau mendaftar. Padahal menurut saya programnya sudah bagus,” tutur Roesdiana kemarin.
Sampai pada saatnya Roesdiana mendapat tawaran untuk melaksanakan Program Kecakapan Hidup (PKH) daerah khusus bencana dari Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim pada 2011, dia pun belum memiliki warga belajar yang cukup untuk dijadikan peserta program tersebut. “Kesulitan itu akhirnya baru ada jalan keluarnya saat Badan Penanganan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menawarkan pemberdayaan untuk warga yang terdampak korban lumpur,” tutur dia.
Dari tawaran BPLS tersebut, Roesdiana akhirnya memiliki 40 warga belajar. Mereka adalah korban terdampak lumpur yang masih kesulitan secara ekonomi. Di LKP tersebut, mereka dilatih perhotelan yang meliputi kompetensinya meliputi house keeping dan tata boga. Tujuannya, mereka bisa bekerja di hotel atau membuka usaha makanan. Sayang, persoalan baru kembali muncul saat program hampir berakhir.
“Saat itu warga mengira setelah dilatih mendapat uang untuk modal. Padahal program kita haya untuk melatih kompetensinya,” tutur dia.
Masalah itu pun kembali reda saat para peserta lulus dan diterima di sejumlah hotel dan membuka usaha baru. Sukses melatih 40 warga belajar korban lumpur, masyarakat pun LKP SEC mulai berdatangan hingga telah ratusan korban lumpur didampinginya. “Bahkan pihak BPLS sendiri yang menyiapkan anggarannya. Jadi tidak harus menunggu dana dari Dindik Jatim,” tutur dia.
Perjalanan membina warga belajar itu, menjadi modal bagi Roesdiana memberanikan diri untuk mengantar LKP rintisannya dalam apresiasi LKP se-Jatim. Pertama mengikuti lomba, rasa ragu tak terbendung. Baik saat menghadapi visitasi tim juri maupun saat presentasi di hadapan tim juri. Beruntung, tim juri bentukan Dindik Jatim memberikan predikat terbaik alias juara satu kepada LKP SEC dengan kategori berstandar minimal. “Ini pengalaman pertama ikut lomba. Beruntung bisa menang juara,” tuturnya senang.
Keberhasilan di tingkat provinsi ini pun memuluskan langkahnya kembali menorehkan prestasi di tingkat nasional. Akhir tahun lalu, dalam apresiasi LKP tingkat nasional yang digelar Kemenbuddikdasmen, Roesdiana kembali menarik satu tropi untuk dibawa pulang. “Meskipun hanya juara harapan satu, tapi kita bangga sekali. Ini kan pengalaman pertama,” kata dia.
Kabid Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Dindik Jatim Nasor memberikan apresiasi atas prestasi yang diraih LKP SEC baik di level Jatim maupun nasional. Prestasi ini, tidak hanya mengerek nama LKP tersebut, melainkan juga membawa nama besar pendidikan Jatim sebagai barometer nasional. Mengingat, dalam apresiasi tersebut perwakilan Jatim membawa pulang tiga tropi penghargaan sekaligus.
Nasor mengungkapkan, sejauh ini program-program yang digulirkan pemerintah baik melalui PKH maupun Program Kewirausahaan Mandiri (PKM) telah tersalurkan dengan baik. Karena itu, jika ada wacana terkait larangan adanya dana bantuan sosial tentu itu sangat merugikan. Khususnya bagi pendidikan non formal yang kerap bersentuhan langsung dengan masyarakat tidak mampu. “Sayang sekali Bansos itu dilarang. Bisa jadi program-program non formal banyak yang macet. Karena itu kita harapkan pengecualian khusus di bidang pendidikan ini,” tutur dia. [tam]

Tags: